Bella bungkam. Jarak wajahnya dengan Bian kini sangatlah dekat, hingga dia bisa merasakan embusan napas laki-laki itu.
Bian mendekatkan wajahnya lagi, namun tidak ke wajah Bella, melainkan tepat di samping pipinya."Kalau begitu, sampai ketemu besok di sekolah, pecundang,” bisik Bian dengan menekankan kata “pecundang.”
Bella meremas dressnya kuat. Ia mencoba untuk sabar, namun kalimat yang diucapkan oleh Bian kali ini terasa sangat menyakitkan.
Bella melepaskan cengkeraman yang berada di ujung dressnya dengan kasar, lalu dia pergi dari hadapan Bian tanpa mengucap sepatah kata pun.
***Della tengah berjalan di koridor kelas yang tampak ramai karena waktunya pulang sekolah. Dengan malas Ia membawa tas milik Bella yang berwarna merah muda. Sungguh, Della tidak menyukai itu, ingin sekali ia menjauhkan benda berwarna asing itu dari dirinya. Kalau perlu membuangnya. Namun, kalau sampai ia melakukan hal itu, dirinya akan bingung mau memakai tas apalagi.
"Bell!” teriak suara perempuan yang terdengar sangat nyaring membuatnya terpaksa harus menutup telinga. Suara derap sepatu yang tengah berlari, semakin mendekati tubuhnya dari arah belakang. Della memutar tubuhnya untuk mencari tahu siapa pemilik suara nyaring itu. Dilihatnya, seorang perempuan dengan surai pendek berwarna kecokelatan tengah berlari ke arahnya, sampai perempuan itu menabrak tubuhnya, namun tidak sampai terjatuh.
Mei mengatur napasnya yang terengah-engah akibat berlari dari ruang kelas sampai ke koridor akhir sekolah untuk mencari sahabatnya.
Della mengangkat alisnya sebelah. Ia merasa jika sifat Mei itu tak jauh berbeda dengan sifat Sesa. Mei masih membungkuk sambil memegang perutnya yang terasa sedikit kram. Dia mendongak. "Bell, lo kok mau pulang? Lo nggak ekskul?”
"Ekskul apaan?"
"Cheerleading."
Della membulatkan matanya. Dia tidak tahu kalau Bella ternyata mengikuti ekskul itu. Ia jadi menyesal tidak bertanya tentang ekskul apa saja yang diikuti oleh saudara kembarnya.
Della berpikir lama, mencoba mencari alasan yang tepat untuk tidak mengikuti ekskul tersebut.
"Gue ada acara, mau pulang. Bye!"
Belum sempat Della berbalik badan, lengannya telah dipegang oleh Mei duluan. Perempuan itu membenarkan posisinya menjadi berdiri.
"Nggak bisa Bell, lo kan kaptennya. Cepetan lo ganti baju, gue juga mau ganti kok." Mei berbalik badan seraya menarik paksa tangan Della untuk mengikutinya.
***"Lo ngapain sih, Bell! Diem aja dari tadi!” teriak Vasya yang tengah berkumpul dengan anggota cheers di lapangan indoor SMA Pancasila. “Lo niat latihan nggak, sih!"
Bagaimana Vasya tidak memprotes, kalau dari tadi Della hanya duduk di tribun lapangan. Dengan tak tahu malunya, perempuan itu hanya menonton sambil menopang dagu. Sesekali bermain ponsel walau dirinya telah berganti pakaian khas anak cheers.
Gadis itu seakan menulikan pendengarannya karena dari Della tak memedulikan teriakkan Vasya yang terus mengomelinya.
Vasya dibuat geram oleh Della. Ia berjalan menghampiri Della dengan wajah merah. Kedua kakinya menaiki anak tangga tribun satu persatu dengan tangan yang terkepal kuat.
"Lo budeg ya!”
Della terperanjat kaget karena suara Vasya yang terdengar sangat melengking di telinganya. Ia hanya melirik perempuan itu sekilas, lalu kembali fokus ke ponselnya. Raut mukanya masih sama, tak peduli.
Vasya mendengus. Perempuan itu membuang mukanya ke atas seraya berkacak pinggang. "Lihat nih!! Kapten Cheers yang kalian pilih tuh kayak gini, nggak tanggung jawab dan nggak punya jiwa kepemimpinan sama sekali!” ujar Vasya dengan suara keras agar terdengar oleh anggota cheers yang masih berada di tengah lapangan.
Mereka hanya diam. Raut muka menyesal dan kecewa terukir di wajahnya masing-masing.
Vasya tersenyum puas melihat reaksi mereka semua."Lagian gue juga nggak maksa mereka buat milih gue, kok!" Della berdiri, sehingga dia berhadapan langsung dengan Vasya.
"Bukan salah gue dong, kalau berlaku semena-mena. Toh, gue kan kaptennya. Lo nggak usah sok ngatur-ngatur," Della berucap sambil mengangkat dagunya. Menampilkan sikap arogan khas seorang Della.
Mei dari tadi mengernyitkan dahi. Dia tak menyangka jika Bella yang selalu rendah hati berubah menjadi sesombong ini. Bahkan, baru kali ini sahabatnya itu lari dari tanggung jawabnya.
"Dasar cewek nggak tahu diri!” maki Vasya karena sudah tidak tahan lagi dengan kelakuan Della. Telapak tangan kanannya telah melayang di udara bersiap untuk menampar.
Della langsung memejamkan matanya karena terkejut. Beberapa detik kemudian, ia tak merasakan sebuah rasa sakit di pipinya.
Kedua kelopak matanya ia buka secara perlahan. Dilihatnya seorang laki-laki tengah berada di antara dirinya dan Vasya. Salah satu dari mereka menahan tangan Vasya yang hampir saja menampar pipinya.
"Jangan macam-macam sama Bella!" ucapnya seraya menatap tajam ke arah Vasya.
Wajah Vasya berubah pucat. Sama halnya dengan Della, perempuan itu juga ikut terperangah karena ucapan laki-laki tersebut. Kedua matanya sampai tak berkedip memandangi wajah tampannya.
Vasya menghempaskan tangan cowok itu dari tangannya. "Gue nggak buat macam-macam sama Bella kok,” tuturnya yang sedikit gugup. Setelah itu, dia memilih untuk turun dari tribun dan berlari meninggalkan lapangan sekolah karena malu dan juga kesal.
"Kamu nggak papa?” tanya Raja hangat kepada Della yang masih terdiam.
“Bella,” panggil laki-laki itu yang berhasil membuat Della tersadar dari lamunan. Della masih terpukau dengan ketampanan, dan suara seseorang yang sedang memegang kedua bahunya. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan laki-laki itu lagi. Ia pikir Raja hanya teman les Bella, ternyata juga satu sekolahan. Ia berpikir, jika tampilan Raja tidak jauh berbeda dari sosok yang ia ketahui bernama Bian, musuhnya. Tetapi menurutnya, Raja bukan termasuk laki-laki badboy.
Raja dan Della kini saling bertatapan cukup lama. Seakan tersadar akan sesuatu, Raja langsung mengalihkan pandangan. Namun, Della masih memandanginya dengan tatapan kagum.
Sekarang ini yang berada di lapangan hanya ada beberapa orang saja. Tim cheers sudah bubar dari tadi, mungkin pulang. Mereka sepertinya kecewa dengan kapten timnya.
"Takdir banget ya kita sekolah di SMA yang sama," ucap Della yang membuat Raja mengernyitkan dahi.
"Kamu aneh." Hanya itu yang diucapkan oleh Raja.
Della yang mendengar balasan dari Raja, ikut mengarnyitkan dahi. "Kok aneh, sih?"
"Takdir itu, kalau kita habis kuliah, nanti nikah." Raja menggenggam tangan Della.
Della terdiam sejenak. Ia tak menyangka jika Bella telah mempunyai pacar.
“Kenapa Vasya mau nampar kamu tadi?” tanya Raja. Walaupun dia sering melihat Bella dan Vasya tidak akur, tetapi ia tidak pernah melihat Vasya marah, hingga ingin menampar Bella.
“Nggak tahu, dia tiba-tiba marah,” balas Della asal seraya mengedikkan kedua bahu.
"Aku anter pulang ya. Lagian kamu kayaknya nggak jadi latihan."
Della menghembuskan napas lega. Tak ada raut mengintimidasi dari laki-laki itu.
***
@ThimzyouSabtu, 19 september 2020
Republish: Jumat, 5 februari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika-liku Rasa🌿✔
Teen FictionBerawal dari ide gila saudara kembarnya untuk bertukar tempat selama satu hari, Bella tak menyangka akan dihadapkan oleh pertandinga basket melawan Bian Brahmandyo, kapten basket di SMA Airlangga. Tentu saja Bella harus menerima kekalahan karena tak...