4. LLR-Tantangan

14.2K 1K 54
                                    

Dua hari sebelumnya, terlihat seorang murid perempuan dengan tatapan angkuhnya berjalan memasuki lapangan basket. Dia menghampiri segerombolan cowok yang sedang istirahat usai berlatih basket. Kedua tangannya terlipat di depan dada setelah berada di dekat mereka.

"Gue yakin di sini nggak ada murid yang lebih jago main basket selain gue," ungkap Della menyombongkan diri.Perempuan itu menatap remeh ke arah orang-orang yang berada di depannya.

"Nggak mungkin, Dell. Nggak usah pede!!" bantah Anthon yang sedang mengelap keringatnya dengan handuk kecil. Napas laki-laki itu ngos-ngosan kala mengatakannya.

"Buktinya, Egi kalah ngelawan gue. Dia tim lo 'kan?" ujar Della seraya menatap Egi yang tengah berada di sisi lapangan. Anthon menoleh ke arah Egi untuk meminta penjelasan.

"Gue kemarin kalah sama dia gara-gara kaki gue kram," timpal Egi sedikit tak terima. Anthon kembali menatap Della remeh.

"Ya mungkin keberuntungan berpihak pada lo kemarin," tambahnya yang diiringi gelak tawa oleh teman-temannya.

"Bener tuh yang diomongin sama Anthon. Lo tuh belum ada apa-apanya, jadi jangan sombong dulu!" kata Glen sambil menyandarkan sikunya ke atas bahu Anthon.

"Egi tuh, udah kalah dua kali sama gue, masa kram terus?" Della kini tak mau kalah. Dia mencoba mencari kelemahan Egi yang lainnya.

Egi terdiam. Ia dibuat mati kutu oleh cewek tomboi itu.

"Bian," sebut Alan yang sadari tadi hanya menyimak perdebatan teman-temannya. "Bian Brahmandyo, The King of Basket," lanjutnya sambil menatap Della serius.

Della mengernyitkan dahi. Dia tidak terlalu mengenal dengan cowok yang namanya disebut oleh Alan. Sebenarnya dia tahu dengan nama yang disebut oleh Alan tadi karena banyak murid yang bilang kalau Bian jago main basket. Bian si kaya, tampan, atletis, dan pintar.

Selama ini, Della hanya melihat Bian dari kejauhan. Dirinya belum pernah berhadapan langsung.

Keesokan harinya, Della memutuskan untuk mendatangi kelas Bian, yaitu IPA 2. Ia masuk ke dalam kelas yang dalam kondisi ramai itu. Semua orang menatapnya heran. Matanya menyipit untuk mencari keberadaan cowok tersebut, dan akhirnya ia mendapatinya sedang duduk di kursi paling belakang. Dapat ia simpulkan jika orang itu sedang mendengarkan musik karena earphone berwarna putih terpasang di kedua telinganya.

"Gue mau nantangin lo main basket besok," ujar Della dengan telunjuk yang mengarah ke Bian.

Semua murid melirik ke arah Della dan Bian secara bergantian. Mereka terperangah melihat keberanian Bella yang tak terduga.

Bian melepas earphone-nya. "Kurang kerjaan gue tanding sama cewek," jawabnya dengan nada yang terkesan mengejek.

Della mendengus kesal. Gadis itu melipat kedua tangannya di depan dada. "Bilang aja kalo lo takut!"

Bian hanya diam, tak menggubris kalimat ejekan yang dilontarkan oleh Della.

"Eh, semuanya! Si Bian takut ditantang, guys. Itu namanya pengecut apa bukan, sih!" teriak Della dengan lantangnya. Mengundang seluruh perhatian orang-orang.

Bian melotot. Gadis itu telah mempermalukannya. Tidak hanya teman sekelasnya, tetapi di luar banyak murid kelas lain yang juga ikut menonton.

"Gue nggak takut," tutur Bian dengan ekspresi datarnya. "Kapan?" tambahnya sambil berdiri di depan Della. Kini giliran cowok itu yang menantangnya.

"Dua hari lagi, sepulang sekolah" ucap Della tanpa merasa ragu.

Kemudian mereka bersepakat, jika salah satu di antaranya menang, maka akan diakui sebagai yang terbaik. Sebaliknya, untuk yang kalah akan mendapatkan hukuman. Hukuman tersebut akan diberikan oleh sang pemenang.

Lika-liku Rasa🌿✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang