Kalau nggak bisa main basket, kenapa lo nantang gue waktu itu?” tanya Bian yang bertujuan untuk menyindir Bella.
Bella hanya diam saja, tidak bisa menjawab karena yang menantangnya kan Della bukan dirinya. Dia tak memedulikan sindiran dari Bian. Pandangannya fokus ke arah ring dan terus melempar bola basketnya.
Bella tersentak kaget ketika Bian berada tepat di belakangnya sambil memegang tangannya yang hendak memasukkan bola ke dalam ring. Tubuh laki-laki itu telah menempel di punggungnya, sehingga terlihat seperti sedang berpelukan.
Bella mencoba untuk tidak gugup. Jantungnya dari tadi bergetar hebat.
Tanpa ia sadari, bola yang tadinya ia pegang telah terlempar ke dalam ring atas bantuan Bian. Seketika ia menjadi senang. Baru kali ini dirinya berhasil memasukkan bola ke dalam ring basket. Namun, Senyumannya mulai hilang ketika sadar, bahwa Bian sedari tadi menatapnya sambil tersenyum. Bahkan posisinya tidak berubah.
Bella memalingkan wajahnya. Kedua matanya berbinar kala tak sengaja melihat permainan favoritnya. Ia tersenyum lalu menarik tangan Bian. Dia mengajak laki-laki itu untuk bermain di permainan yang bernama Dance Revolution.
Bian melihat sekilas ke arah Bira, untuk mengecek apakah adiknya masih berada di tempatnya tadi. Ia menghela napas lega ketika gadis berkepang satu itu masih fokus dengan permainannya.
Bian dan Bella asyik menghentakkan kakinya di papan yang menyala itu. Bella tersenyum melihat Bian yang terlihat begitu bahagia. Baru kali ini ia melihat laki-laki itu tertawa lepas seperti ini. Seketika wajah menyebalkan cowok itu tidak terlihat, berganti dengan wajah yang terlihat sangat lucu.
Setelah Bian dan Bella bersenang-senang mencoba berbagai permainan, tiba-tiba Bira menghampiri mereka berdua. Gadis kecil itu tampak lelah, dan rambutnya juga berubah menjadi sedikit berantakan. Tangan mungilnya beberapa kali menyingkirkan anak rambut yang berada di sekitar wajahnya.
Bella berjongkok, menyetarakan tinggi badannya dengan tinggi Bira. Kedua tangannya sibuk mengikat ulang rambut panjang gadis kecil itu. Bira diam dan menurut.
"Kak, Bira pengen es krim," ujar Bira setelah Bella selesai mengepang ulang rambutnya. Dia beralih menatap Kakaknya, Bian.
“Nanti Kakak beliin,” jawab Bian.
Bira mengangguk.
Mereka bertiga keluar dari Time- Zone menuju Food Court yang ada di lantai atas. Bella menggandeng tangan Bira ketika menaiki eskalator, takut gadis kecil itu akan tertinggal.
Sampai di lantai dua, mereka langsung duduk di salah satu tempat duduk yang kosong. Kemudian, seorang pelayan menghampiri meja mereka. Tangan pelayan itu dengan cekatan menulis makanan apa saja yang mereka pesan.
Selama menunggu pesanan mereka datang, Bian terus menatap Bella yang tengah duduk berhadapan dengannya.
"Chatting-an sama siapa? Sampai senyum-senyum sendiri,” sindir Bian dengan raut dinginnya.
Bella yang mendengar sindiran tersebut melihat ke depan. Ia segera meletakkan ponselnya ke atas meja. "Wendy sama Sesa,” jawabnya disertai dengan senyuman.
Akhir-akhir ini, dirinya mulai akrab dengan Wendy dan Sesa. Ia pikir Della mempunyai teman perempuan yang tomboi juga, namun ia salah. Ternyata Wendy dan Sesa merupakan perempuan feminim, tetapi tegas.
”Kak, es krim Bira mana?” tanya Bira kepada Bian.
“Harus sekarang?” Bian mengangkat salah satu alisnya.
Bira mengangguk cepat.“Yaudah, Kakak beli dulu,” ucap Bian sebelum bangkit dari duduknya.
“Bira ikut ya.”
Bian berpikir sejenak. Dia beralih menatap ke arah Bella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika-liku Rasa🌿✔
Novela JuvenilBerawal dari ide gila saudara kembarnya untuk bertukar tempat selama satu hari, Bella tak menyangka akan dihadapkan oleh pertandinga basket melawan Bian Brahmandyo, kapten basket di SMA Airlangga. Tentu saja Bella harus menerima kekalahan karena tak...