Dinding khayalanku tak pernah luput dari lukisan namamu.
Tak terkecualikan tentangmu, yang selalu menjadi topik perbincangan di sepertiga malam.
Oh Allah, ku sampaikan rindu ini lewat doa.
Hingga skenariomu mempertemukan ku dengannya.Akifah Husna Ar-Rasyid
Dia.......
"Loh, Abang-abang tahun lalu?"
Suara Nafisa yang sontak membuatku memalingkan wajah dan menatap lantai rumah sakit. Bagaimana dia bisa lupa, Abang-abang yang kita temui tiga tahun silam. Yang setelah kejadian itu tentangnya selalu menjadi topik perbincangan kami.
Nafisa masih berdiri disampingku.
Dan aku? Aku sendiri pun ragu untuk melanjutkan langkahku mendekati Ummi. Dia, yang aku cintai dalam doa. Untuk kesekian kalinya, Allah mempertemukanku dengannya. Dan sekarang dia berada persis di samping orang tua ku.
Tapi, kenapa dia disini? Kenapa mereka ngobrol seakrab itu? Apa hubungan dia sama Ummi? Kenapa Ummi sampai memperkenalkanku dengannya? Apa dia mencariku? Dan kebetulan bertemu Ummi? Ya, bejibun pertanyaan itu telah tertata rapi di pikiranku.
"Husna, sini nak" pinta Ummi yang ku balas dengan anggukan setelah sebelumnya sedikit gugup membenarkan raut wajah.
Aku melanjutkan langkahku mendekati Ummi. Oke, tenang Husna, tenang. Jangan panik, jangan grogi. Jangan salting.
Kedua manik mata itu masih menatapku dengan intens. Entah apa yang laki-laki itu pikirkan. Oh Allah, lagi-lagi karena tingkahnya aku hampir saja kehabisan oksigen. Rasanya aku ingin sekali berlari bahkan menghilang dari situasi ini.
"Sini sayang" pinta Ummi "Ini anak saya satu-satunya. Yang pernah suami saya ceritain dulu."
Sekarang giliran Aku yang menatap Ummi dengan intens.
Cerita? Ke dia? Tapi kenapa? Aku ingin sekali menanyakan semua itu kepada Ummi. Apa aku akan dijodohkan dengannya? Apa Allah mengabulkan doa ku? Ah, Husna. Jangan bermimpi setinggi itu.
"Bekalnya?" tanya Ummi yang membuyarkan lamunanku.
"Eh..e..i...i...itu Ummi, tadi Husna nitip ke suster, soalnya dokter Fatih gak ada di ruangannya." seperti biasa. Aku gugup.
Ummi dan laki-laki itu tersenyum. Sekarang Ummi juga ikut-ikutan aneh. Ada apa sebenarnya. Jangan-jangan mereka menyimpan rahasia besar yang tak aku ketahui. Tapi apa? Dan kenapa?
"Ya jelas saja, dokter Fatih kan ada disini." lagi-lagi perkataan Ummi membuatku melongo.
"Saya Fatih Al-Hamid. Panggil saja Fatih." sembari menelungkupkan telapak tangan tanda memberi salam. Jelas karena tak ingin bersalaman denganku. Bukan karena jijik atau gimana. Karena dia menghargaiku sebagai seorang muslimah.
Begitulah islam. Dimana seorang perempuan sangat dimuliakan. Dilindungi dengan berbagai peraturan. Tak lain agar mereka tetap terjaga.
Seperti halnya bunga mawar. Dia indah karena mahkotanya. Karena itu Allah menjadikan duri sebagai pelindung, agar tak sembarang orang bisa menyentuh bahkan memetiknya.
Seperti halnya mutiara, dia tersembunyi di dasar laut. Dan Allah, menjadikan cangkang untuk tempat berlindungnya dari ombak yang bisa datang sewaktu-waktu.
Dan, Hijab. Sebagai identitas seorang muslimah, murni perintah Allah dan sebagai perisai dalam diri seorang muslimah.
Karena hanya ada 2 pilihan. Menjadi sebaik-baiknya perhiasan dunia, atau menjadi seburuk-buruknya fitnah. Perlu diketahui, bahwa muslimah adalah rahim kehidupan.
MasyaAllah Islam❤
Dan Dokter Fatih, sepertinya dia paham dengan semua itu. Maka dari itu dia tidak mengulurkan tangannya untuk bersalaman dan menyentuhku. Abah benar, akhlaqnya sungguh luar biasa.
Caranya untuk menghindari bersentuhan dengan yang bukan mahromnya membuatku semakin yakin, aku tak salah mencintai seseorang. Memang benar, akhlaqnya membuatku selalu mengingat syariat yang islam ajarkan.
"Saya permisi dulu. Belum sholat isya' soalnya. Assalamu alaikum. Mari Bu Hamna, Husna." ucapnya sembari berlalu dari kami.
Tapi, dia tau namaku? Ah, ya jelas saja. Pasti Ummi dan Abah sudah bercerita banyak tentangku ke dia.
Aku tersenyum melihat skenario Allah. Yang mempertemukanku dengan seseorang yang selalu ku rindukan.
Tapi disisi lain, Abah..
Aku berjalan menuju jendela ruangan tempat Abah terbaring lemah. Masih belum sadar, entah sampai kapan.
Oh Allah, kau hadirkan dia seperti obat saat batinku hancur karena kondisi Abah. Tapi kenapa, Kau mendatangkan anugrah bersama dengan musibah?. Tak bisakah hamba merasakan kehangatan dari kedua laki-laki yang hamba sayangi dalam waktu yang bersamaan?
Lagi-lagi air bening dari mataku sudah meluncur membasahi pipi. Aku lupa, bahwa Allah sebaik-baiknya pembuat skenario. Fainna'al usri yusro Husna. Harus kuat.
Aku mengusap air mataku dan mengajak Ummi sekaligus Nafisa untuk menunaikan sholat Isya' di masjid rumah sakit.
***
Ummi dan Nafisa masuk terlebih dahulu ke masjid setelah mereka wudhu. Karena Aku harus kembali ke parkiran motor untuk mengambil mukena ku yang ketinggalan. Gagal fokus deh karena mengingat kejadian tadi.
Arrohman...
'Allamal Qur'an...
Masyaallah, suara itu...
Bagaimana kabarnya hari ini?
Semoga sehat ya
Puji syukur Allah
Saya bisa update lagi
Daaan, terimakasih untuk kalian yang sudah membacaJangan lupa sholawat hari ini
ILY❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Merhaba Ya Habibi
SpiritualDalam diam Husna menyimpan rasa untuk seorang ikhwan yang dengan merdunya melantunkan firman Allah, tak lain dan tak bukan adalah Fatih Al- Hamid yang sekaligus menjadi dokter spesialis Abahnya. Dan dalam diam pula Ia harus berusaha ikhlas melepas s...