Dear Laki-laki..
Saat Kau menaruh rasa terhadap seorang perempuan.
Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang Kamu miliki.
Lalu Kau datang dan kemudian dengan lancang memintanya untuk menjadi pelengkap dari dirimu.
Dia, seorang anak perempuan yang akan selalu dianggap sebagai sosok putri kecil oleh Ayahnya sendiri.
Maka ketahuilah, ada hati yang siap patah demi melihat anaknya bahagia.
Ada tangan yang berusaha rela untuk melepas genggaman yang terjalin sedari dulu bahkan saat kehadiranmu belum kunjung diharapkan.
Dan ada pundak yang berusaha siap menyerahkan segala tanggung jawab yang sedari lama Ia pikul perihal Anak Perempuannya.
Mungkin Kau tak akan benar-benar bisa memahami hal itu, sebelum Kau menjadi seorang Ayah.MERHABA YA HABIBI
_________
Mentari mulai menampakkan dirinya dari ufuk Timur. Dengan langit yang dipenuhi buih-buih awan. Menjadikan keindahannya terlihat lebih nyata. Lembaran hari lalu telah ditutup. Kini, lembaran baru telah dibuka. Berusaha dengan sebaik mungkin memerankan setiap peran yang telah digariskan.
Tak terasa sudah berjalan 3 hari setelah Mas Dimas mengkhitbahku malam itu. Disusul dengan Aku yang tiba-tiba demam. Entahlah, mungkin karena terlalu banyak pikiran, tekanan batin, bahkan kesedihan yang seakan selalu menyelimuti. Lelah sudah pasti iya. Ternyata Aku selemah itu.
Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi. Aku melanjutkan aktivitas seperti yang Aku lakukan 2 hari belakangan ini. Yap, mondar-mandir naik turun tangga, istirahat, makan, sholat, tidur. Hanya itu. Karena setiap kali Aku tanya "Ummi, ada yg perlu Husna bantu?" Ummi selalu menolaknya dan pasti langsung menyuruhku untuk istirahat. Huft, jadi orang sakit memang sangat membosankan.
Sesaat Aku mendengar suara Abah tengah mengobrol dengan seseorang, hingga menghentikan langkahku yang sebelumnya berniat menaiki anak tangga untuk kembali ke kamar. Suara yang tak asing. Suara yang sekarang hampir setiap hari Aku dengar beberapa hari belakangan ini. Iya, itu adalah suara dari calon suamiku. Sejak Aku sakit Mas Dimas memang selalu berkunjung kesini. Membawakan makanan, buah, bahkan vitamin untuk menguatkan imun tubuhku. Seperhatian itu. Dan sepertinya kini Dia sudah mulai akrab dengan Abah. Setiap kali mampir pasti selalu memilih untuk mengobrol dengan Abah dari pada denganku. Karena pikirnya, Aku lagi sakit dan perlu banyak istirahat. Kami memang mengobrol hanya jika ada suatu hal yang benar-benar penting. Terlepas dari itu kami tak pernah membicarakan hal yang hanya sekedar untuk basa-basi. Padahal yang sebenarnya Dia orangnya sangat asik. Ya, 11 12 sama Mas Fatih. Tapi entah kenapa, semenjak malam itu Dia lebih menjaga jarak perihal ngobrol-mengobrol. Itulah kenapa, bahkan saat kami telah dinyatakan sebagai calon suami-istri, kami masih merasa asing satu sama lain.
Tiba-tiba terbesit dalam pikiranku untuk menghampiri mereka dan mencari tau apa yang tengah mereka perbincangkan. Sangking penasarannya, Aku mulai melangkahkan kaki menghampiri posisi mereka sekarang. Suara yang seakan semakin mengecil dari pendengaranku. Sesaat Aku sempat mengerutkan kening keheranan. Entah apa yang tengah mereka bicarakan. Apa sepenting itu hingga harus berbicara dengan berbisik-bisik?
Aku melihat Abah memegang pundak Mas Dimas dengan kedua tangannya. Dan Abah tengah mengatakan sesuatu. Karena jarak kami masih sepersekian meter dan pendengaranku tak mampu menjangkau suara mereka, akhirnya Aku memutuskan untuk lebih mendekat lagi.
"Abah titip Husna ya."
Degg!
Entah atas dasar apa tiba-tiba Abah berbicara seperti itu. Menitipkan Aku ke Mas Dimas?
"Abah cuma bisa berharap Kamu bisa menjaga amanah ini dari Abah." lanjut beliau yang seketika menunduk, sembari meneteskan bulir air mata. "Husna itu anak Abah satu-satunya. Husna adalah harta Abah yang paling berharga. Demi kebahagiaan Husna, Abah rela mempertaruhkan segalanya bahkan nyawa Abah jika diperlukan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Merhaba Ya Habibi
EspiritualDalam diam Husna menyimpan rasa untuk seorang ikhwan yang dengan merdunya melantunkan firman Allah, tak lain dan tak bukan adalah Fatih Al- Hamid yang sekaligus menjadi dokter spesialis Abahnya. Dan dalam diam pula Ia harus berusaha ikhlas melepas s...