5. HARAPAN

71 42 4
                                    

Hari ini sangat melelahkan, sangat menguji kesabaran.
Oh Allah, banyak sekali kejutan dari mu. Dari Nafisa yang mengerjaiku, Abah yang tiba-tiba sakit. Dan dia...

Eh, dia..

Aku tak menyangka aku bisa bertemu dengannya lagi setelah kurang lebih tiga tahun. Perawakannya pun tak berubah. Masih sama seperti dulu. Hangat, dan nyaman saat ku pandang.

Oiya, namanya siapa ya? Ah, Husna. Kenapa tadi pakai acara salting segala. Jadinya kan lupa mau nanya nama.

Tak apa, insyaallah lain waktu bisa ketemu lagi
Hihihihi..

Aku harus segera membersihkan diri lalu menunaikan sholat ashar. Astaghfirullah Husna, kamu keterlaluan. Untung inget.

***

Aku membuka kulkas dan hanya mendapati sawi dan wortel. Mungkin tadi Ummi langsung buru-buru pulang. Setelah mendengar Abah pingsan dan di bawa ke rumah sakit. Dan belum sempet belanja juga.

Iya, tadi Abah diantar sama tetangga ke rumah sakit. Rasanya masih tak percaya, saat mengingat kejadian tadi. Sudahlah Husna, Abah akan baik-baik saja.

Aku melanjutkan memasak.

Setelah semuanya selesai aku membungkus makanan untuk Ummi yang masih di rumah sakit. Aku harus pempercepat aktivitasku. Kasian, Ummi sendirian disana.

Kami tinggal di Pasuruan memang sendirian. Saudara kami kebanyakan tinggal di luar pulau Jawa. Tapi beruntungnya, kami punya tetangga yang sangat peduli sesama seperti saudara sendiri. Alhamdulillah

Oke, mandi sudah, sholat sudah, masak sudah. Tapi, bentar lagi adzan maghrib. Dan akhirnya aku memutuskan untuk sholat dan tadarus dulu di rumah.

***

Aku berangkat pukul 19.00 wib. Karena terlalu nyaman dengan Al-quran. Yang tadinya berniat untuk berangkat jam 18.30 wib jadi mundur 30 menit.

Astaghfirullah Ummi...

Ummi belum makan dari tadi siang. Husnaaaa, kenapa aku jadi pelupa gini. Padahal umur juga baru 20 tahun.

Aku masih berharap penuh, bahwa akan ada kabar baik tentang kondisi Abah. Abah, maafin Husna.

Setelah sampai di rumah sakit, aku segera memarkirkan motor ku dan mempercepat langkah menuju ruang ICCU.

"Assalamu alaikum, Ummi". Salam ku ketika sampai di depan ruang ICCU. " Maaf ya Ummi, Husna lama. Ini, Husna bawain makanan buat Ummi". Aku memberikan bekal ke Ummi.

"Waalaikum salam. Gak usah Husna, Ummi sudah makan kok"

Sudah makan? Apa Ummi keluar dan beli makanan sendiri? Karena aku lama? Astaghfirullah Husna. Lagi-lagi kamu gagal mengurus orang tuamu.

"Dikasih tadi sama dokter ganteng. Ummi sudah menolak, tapi dia memaksa. Ya sudah, Ummi makan." jelas Ummi yang membuatku kaget.

"Dokter ganteng?" tanyaku.

"Iya, dokter ganteng. Yang selama ini jadi dokter spesialisnya Abah. Namanya dokter Fatih. Dia sering datang ke rumah untuk memeriksa kondisi Abah."

Oh, jadi dokter yang dulu pernah Abah ceritain namanya dokter Fatih. Iya, Abah memang pernah cerita betapa baiknya dokter itu. Dari mulai akhlaqnya, sopan santun dan tutur katanya saat berucap.

Dan sekarang, Ummi yang meraskan kebaikan dari perbuatannya itu. Tak kusangka, dia sangat baik. Semoga Allah membalas kebaikanmu, dokter. Dengan berlipat-lipat ganda kebaikan. Aamiin.

"Ya sudah, kamu kasih aja gih bekal ini ke dia. Kayaknya dia tadi mau makan. Terus liat Ummi disini dari tadi siang dan belum makan. Jadi bekalnya dikasih ke Ummi." jelas Ummi lagi yang sontak membuatku melongo.

"Ummi...,ini isinya cuma oseng-oseng sawi. Tadi di kulkas adanya ini. Mau dikasih ke dia?"

Lagian Ummi, Husna juga gak yakin kalau dokter itu akan menyukai masakan Husna.

"Gak papa, dia orangnya selain baik juga gak suka mencela pemberian orang lain kok. Udah gih, sana." perintah Ummi.

Akhirnya aku menurut dan berjalan ke sebuah ruangan yang ditunjuk Ummi tadi. Tak lain adalah ruangan dokter Fatih. "Assalamu alaikum." salamku, dan tak kunjung ada jawaban dari dalam.

"Ada keperluan apa mbak?" tanya seorang suster yang sekarang berada di belakang ku.

"Oh, ini sus. Saya ada perlu sama dokter Fatih." jawabku.

"Oh, dokter Fatih sedang memeriksa pasien mbak, mohon tunggu sebentar ya." jelas suster itu.

"Ya udah sus. Saya nitip ini ke suster ya. Dari anaknya Bu Hamna. Terimakasih ya sus.". Sebenarnya aku penasaran sama dokter itu, tapi mau gimana lagi. Dari pada harus menunggu lama disini sendirian, lebih baik aku menemani Ummi.

Aku kembali berjalan ke arah Ummi. Langkahku terhenti saat mendengar panggilan Nafisa. Dia, menyusul ke rumah sakit setelah ku jelasin apa yang terjadi dengan Abah, tadi sore.

"Gimana keadaan Abah?" tanyanya dengan raut wajah cemas.

"Abah masih belum sadar, Sa. Semoga tak ada hal buruk yang terjadi sama Abah." Aku memang tak bisa berhenti memikirkan hal itu. Bahkan aku sudah berkali-kali meyakinkan diriku sendiri, Abah akan baik-baik saja. Tapi hasilnya tetap nihil. Kekhawatiran berkecambuk dengan rasa tak yakin akan kesembuhan Abah.

"Aamiin, insyaallah Abah akan baik-baik saja." jelas Nafisa meyakinkanku.

Kami berjalan beriringan menuju ke ruang ICCU.

"Itu anak saya." ucap Ummi yang sedang mengobrol dengan seorang dokter dan menunjuk ke arahku.

Sontak dokter itu memalingkan wajah mengikuti arah yang Ummi tunjuk.

Deg.....

MasyaAllah...

Dia...

Haloha,maaf ya..
Author baru bisa update sekarang
Syukron Katsir
Jangan lupa sholawat

ILY❤

Merhaba Ya HabibiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang