7. DILUAR DUGAAN

71 31 1
                                    

Melangitkan doa.
Mencoba bersikap abai dengan asa.
Tatkala secercah harapan selalu bermetamorfosis setiap detiknya.

Merhaba Ya Habibi

Lagi-lagi dengan suara yang tak asing...

Oh Allah, takdirmu selalu membuat rasa ini semakin dalam untuknya. Jangan ya Robb, jangan kau biarkan rasaku terhadapnya melebihi rasaku terhadapmu.

Aku berjalan menaiki anak tangga masjid. Untuk segera mengambil air wudhu dan bergegas melaksanakan sholat.

Alhasil aku menunaikan sholat dengan keadaan tak fokus sama sekali. Entah aku salah setiap rakaatnya atau tidak aku pun tak tau soal itu. Hanya karena lantunan dari seorang ikhwan. Ampuni hamba Ya Robb.

Tapi, MasyaAllah Aku tak menyangka bisa mendengar lantunan itu lagi, dari pemilik suara yang ku kagumi dalam diam, yang ku cintai dalam doa selama ini. Suara yang sangat ku rindukan. Maha baik Allah, masih memberiku kesempatan untuk itu.

"Sudah?" tanya Ummi setelah Aku keluar dari masjid. Aku pun menganggukkan kepala.

Rasanya Aku memang tak ingin pergi dari sini. Raga dan jiwaku menolak untuk ku melanjutkan langkah. Batinku memohon untuk mengurungkan niat. Iya, niatku untuk meninggalkan alunan dari lantunan firman Allah oleh Dokter Fatih.

Tapi apa boleh buat, aku harus pergi.

Kami berjalan menuju ruang ICCU. Aku sengaja memperlambat langkahku. Ummi dan Nafisa sudah jauh didepan sana. Dan suara lantunan itu semakin sayup-sayup ku dengar, yang dengan perlahan mulai menghilang dari pendengaranku.

Tak apa, setidaknya sedikit mengobati.

Nafisa menelfon? Mungkin karena aku terlalu lama jalannya. Dan mereka sudah sampai di ruang ICCU. Hehe.
"Assalamu alaikum Sa, iya. Aku segera kesana."

"Waalaikum salam. Na, ini aku sama Ummi sekarang lagi di parkiran mobil. Kamu bawa motor kan? Ummi biar pulang sama aku aja ya."

Loh.. Pulang? Bukannya tadi Ummi bilang mau bermalam di rumah sakit?

"Kok bisa di parkiran? Kita gak bermalam disini?." tanyaku.

"Nah, itu dia. Tadi pas kita sampai di ruang ICCU ada dokter yang ngasih tau, kata Dokter Fatih kita disuruh pulang aja, insyaallah Abah disana baik-baik aja kok. Ummi sih udh nolak. Tapi Dokter tadi bersikekeh. Akhirnya ya kita nurut."

"Oh... Iya, ya udh. Makasih ya Sa."

"Iya, santai. Kayak sama siapa aja kamu nih."

Aku menutup telfon dan bergegas menuju ke parkiran untuk pulang setelah Nafisa menjawab salam.

"Husna tunggu." suara bariton menghentikan langkahku. Sontak aku berbalik badan dan menghadap ke arah suara itu.

"Mas Dimas?"

Laki-laki itu mendekatiku seraya tersenyum. "Gak nyangka kita ketemu disini, setelah kurang lebih dua tahun" jawabnya dengan wajah kegirangan.

Namanya Dimas Ubaydillah. Dia kakak kelasku waktu SMA dulu. Kurang lebih terpaut usia dua tahun denganku. Dan dia satu-satunya kakak kelas laki-laki yang sangat baik pada ku. Orangnya asik, humoris, ganteng, ramah, dan dari keluarga yang berada. Akhlaqnya juga MasyaAllah tak jauh berbeda dengan Dokter Fatih.

"Kamu ngapain disini? Kerja disini?" lanjutnya.

"Bukan. Abah lagi sakit dan dirawat disini. Jadi, memang bolak-balik kesini." jawabku "Kamu sendiri ngapain disini?" tanyaku balik.

"Aku kerja disini jadi Dokter bedah setelah lulus S2."

Aku menganggukkan kepala.

Oh, rupanya dia dokter disini. Mungkin karena Aku yang baru beberapa kali kesini, jadi baru tau.

"Kamu mau pulang?." tanyanya.

"Iya, udah malem soalnya."

"Mau aku antar?" Ha? Gak salah? Dia nawarin buat nganter aku?

"Gak usah, rumahku gak jauh kok dari sini. Lagian aku juga bawa motor sendiri. Ya udh, aku pulang dulu ya. Assalamu alaikum." jawabku sembari berbalik arah dan menuju ke parkiran.

"Husna tungguuu." dia menghentikanku lagi. Dan gak mungkin juga aku tak berhenti. Oke, aku berbalik lagi ke arahnya.

"Iya?"

"Mau minta nomor telfon kamu boleh?" tanyanya yang ku balasa dengan anggukan kepala.

***

Aku tak mendapati Ummi di ruang tengah ataupun dapur. Mungkin Ummi sudah istirahat di dalam kamarnya. Akhirnya akupun pergi ke kamarku untuk istirahat juga.

Rasanya hatiku gelisah tak karuan. Entah apa yang terjadi. Untuk sekedar memejamkan mata pun rasanya tak tenang. Aku memaksakan untuk bisa tidur. Dan hasilnya, tetap nihil. Kurang lebih jam 3 pagi aku terbangun untuk kesekian kalinya. Benar, Aku tak bisa tidur nyenyak.

Oh Allah, ada apa? Kenapa aku sampai gelisah seperti ini? Semoga tak ada hal buruk yang akan terjadi.

Akhirnya aku memutuskan untuk sholat tahajud dan tadarus qur'an.

"Kamu sebenarnya dimana?" Aku mendengar seorang laki-laki berbicara, suaranya pun tak asing untukku, tapi entah suara siapa itu. Astaghfirullah, ternyata aku ketiduran. Masih di posisi diatas sajadah dan bersandar di ranjang tempat tidurku.

Tiba-tiba pikiranku tertuju pada Dokter Fatih. Ah Husna, masih terlalu pagi untuk mikirin tentang dia. Tapi kan memang tak ada batasan waktu. Hihihi..
Astaghfirullah, jangan Husna. Dosaaaa...

Jam dinding ternyata sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Aku bergegas bangun untuk mengambil wudhu dan melaksanakan sholat subuh.

***

Ponselku berdering. Tapi, nomor tak dikenal? Siapa yang menelfon sepagi ini? Awalnya aku reject tapi karena penasaran akhirnya aku mengangkatnya.

"Assalamu alaikum Husna, ini saya Fatih. Abah udah siuman. Bisa datang kesini sekarang?"

Dokter Fatih? MasyaAllah baru aja tadi aku memikirkan tentang dia, sekarang dia menelfonku. Wah, jangan-jangan kita memang punya ikatan batin yang kuat.
Cukup Husna! Jangan mikir yang enggak-enggak.

Tunggu, apa?

Abah siuman?
Oh Allah, kabar baik yang hamba tunggu dari kemarin.
Akhirnya, Abah...
Beribu-ribu syukur untuk kabar baik pagi ini, ya Robb.

Aku sangat bahagia. Sampai-sampai tak terasa air bening dari mataku jatuh.

"Hallo Husna?, apa kamu masih disana?" tanyanya ketika tak ada jawaban dariku.

"Eh, e.. Waalaikum salam, i..i..iya Dokter. Makasih infonya. Nanti saya segera kesana sama Ummi." jawabku gugup dan selalu gugup.

"Boleh minta tolong juga gak?"
Seorang Dokter Fatih meminta tolong ke Aku? Tapi apa?.

"Iya, apa?" tanyaku penasaran.

"Tolong bawain makanan juga ya, abisnya enak makanan kemarin. Mau kan? hehe."

Jelas aku sangat terkejut dengan permintaan Dokter Fatih barusan. Aku tak salah mendengar kan? Dia minta bawain makanan lagi? Dia menyukai masakanku?

Oh Allah, jantungku...

"Iya Dok, nanti saya bawakan."

Doktet Fatih menutup telfon. Dan aku segera ke dapur untuk memberi tahu Ummi tentang kabar baik ini.

Jangan lupa jaga kesehatan ya
Makan yang teratur,
Sholat jangan sampai terlewat,
Tadarus quran? Jangan sampai enggak
Daaan, terimakasih sudah membaca

ILY readers

Merhaba Ya HabibiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang