4. INNALLAHA MA'ANA

75 44 2
                                    

Gedung tinggi yang menjulang ke langit, bercorakkan hijau dan putih. Gedung yang tak ingin ku kunjungi. Iya, Rumah Sakit.

Aku segera memarkirkan motorku diparkiran. Rasanya masih tak percaya, apa yang terjadi sama Abah?

Abah...

Aku segera berlari. Perasaanku tak karuan. Bisikan setan seakan telah menguasaiku untuk berfikiran buruk tentang keadaan Abah.

Bibirku tak henti-hentinya beristighfar. Tetap berusaha meyakinkan diriku sendiri. Abah tidak apa-apa. Dan tidak akan terjadi apa-apa. Ingat Husna, Allah selalu bersama kita.

"BRUKK!" buku ku terjatuh di lantai koridor rumah sakit. Iya, aku menabrak orang. Sekilas aku melihat pakaiannya memakai jas putih rapi, aku rasa dia dokter.

Aku segera mengambil buku ku, dan segera meninggalkannya setelah meminta maaf. Memang tak sempat aku melihat wajahnya. Aku pun tak menghiraukan panggilannya. Karena pikiranku saat ini hanyalah Abah. Aku harus bertemu Abah secepatnya.

Mataku menangkap sosok perempuan paruh baya, duduk membungkuk di bangku depan ruangan ICCU dengan air mata yang bercucuran. "Ummi" panggilku lirih.

Tak terasa air bening yang aku tahan dari tadi sukses terjun dan membasahi pipiku. Dadaku sesak.

Anak mana yang tega melihat ibunya sendiri menangis di hadapannya. Anak mana yang tak sedih melihat ibunya sendiri terluka. Dan anak mana yang bisa kuat melihat kedua orang tuanya kesusahan?

Dan Abah..

Aku melihat laki-laki yang mencintaiku dengan tulus berbaring lemah diatas ranjang rumah sakit. Hatiku hancur, sangat hancur. Rasanya aku ingin berlari meninggalkan kenyataan pahit ini. Kenapa Allah memberiku ujian seberat ini? Kenapa Allah tak adil?.

Istighfar Husna. Allah tidak akan memberikan ujian diluar batas kemampuan hambanya. Allah tak akan memberi cobaan kalau tak ada maksud dibaliknya. Selalu ada hikmah dari setiap kejadian.

Fainnama'al usri yusro. Kalimat itu yang menjadi penguatku saat ini.

Oke, jangan lemah, buktikan kalau kamu bisa melewati semua ini. Innallaha ma'ashobirin. Allah selalu bersama orang-orang yang sabar.

Jangan menangis. Kamu harus bisa kuat demi kedua orang tuamu. SEMANGAT HUSNA!.

Aku segera menghampiri Ummi dan memeluknya. "Tak apa Ummi, Abah akan baik-baik saja."

"Makasih ya Na, kamu sudah menjadi penguat Ummi disituasi seperti ini. " ucap Ummi sembari memelukku.

"Assalamu alaikum bu, saya minta izin untuk memeriksa Pak Ilham" suara itu sepertinya tak asing. Posisi dudukku yang membelakangi pintu ruangan membuatku susah untuk melihat dokter itu, sementara Ummi masih memelukku.

"Iya dok, silahkan" jawab Ummi lemas tanpa memalingkan wajah.

***

Waktu menunjukkan pukul 16.00. Tak terasa sudah 2 jam aku disini menemani Ummi.

Astaghfirullah, aku belum sholat ashar. Karena kecemasan ku terhadap Abah. Aku hampir saja melelaikan tugasku sebagai hamba Allah.

Akhirnya aku meminta Ummi untuk sholat dulu di masjid rumah sakit. Bergantian untuk menjaga Abah. Setelah Ummi selesai aku berpamitan pulang untuk membersihkan badan, sholat dan kembali untuk membawakan makanan untuknya.

Aku berjalan melewati lorong rumah sakit menuju parkiran. Kenapa seperti ini. Aku merasa gagal menjadi seorang anak. Harusnya aku di rumah, menjaga Abah. Karena Ummi sedang ke pasar untuk belanja bulanan. Harusnya aku menunggu sampai Ummi pulang. Mungkin kejadiannya gak akan seperti ini.

Istighfar Husna. Percuma menyesali keadaan.

Aku menghela nafas panjang ketika tanganku mendapati stang motor, iya itu motorku.

"Ini punyamu?" seseorang menyalurkan tangannya yang memegang gantungan kunci milik ku. Dan betapa terkejutnya aku begitu melihat pemilik tangan tersebut.

Wajah yang tak asing bagiku. Wajah yang terasa hangat saat aku pandang untuk pertama kalinya dan wajah yang sukses membuatku zina pikiran hampir setiap malam karena memikirkannya.

Dan seperti biasa, jantungku berdetak kencang. Bibirku kelu untuk mulai berbicara. Ragaku kaku seperti tersetrum listrik bertegangan 120volt.
Oke, berusahalah untuk baik-baik saja. Jangan tunjukkan kalau kamu salting. Jangan Husna.

Tapi tunggu, kenapa gantungan kunciku bisa ada bersamanya. "Kamu meninggalkan gantungan ini setelah menabrakku tadi. Aku sudah memanggilmu. Tapi mungkin kamu tak mendengarnya."

Hey, aku bukan orang yang tuli. Aku masih bisa mendengar dengan jelas. Tapi wajar aja si dia beranggapan seperti itu. Harusnya aku bersyukur dia masih berfikiran positif tentangku.

Tadi? Bukannya yang aku tabrak itu seorang dokter? Berarti dia?....

Seorang dokter, dan dia bekerja disini?

"Sebenarnya aku berniat mau mencarimu tadi, tapi aku harus memeriksa keadaan pasienku dulu. Dan tadi, gak sengaja aku lihat kamu menuju ke parkiran. Jadi ya aku buntutin."

Jadi dari tadi dia dibelakangku?

Oh Allah, tadi aku melakukan apa aja ya. Aku gak aneh-aneh kan? Semoga enggak.

"Ya udah, nih" dia mengulurkan tangannya kembali dan memberikan gantungan kuncinya kepadaku. "Terimakasih." jelas hanya itu yang bisa aku katakan. Mau gimana lagi? Aku sudah bilang kan dari awal. Bibirku kelu. Ah, Husna. Kamu gak asik.

Setelah itu aku pulang.

Ruang ICCU (Intensive Cardiologi Care Unit) adalah ruangan untuk melayani perawatan pasien kritis dewasa yang mengalami gangguan pada jantung.

Gimana kabar kalian hari ini?
Semoga Allah senantiasa melindungi kita semua, Aamiin.
Terimakasih

ILY❤

Merhaba Ya HabibiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang