"Wahh, ini enak banget buk." puji Mas Dimas dengan memasukkan kue yang Ummi buat ke dalam mulutnya dan kemudian mengunyahnya.
Seketika Ummi tertawa mendengar pujian dari Mas Dimas. Tak segan-segan Ummi menyenggol lengan tangan Mas Dimas saat Dia mulai berulah menggoda Ummi lagi. Dan tanpa Aku sadari Akupun ikut tertawa dan terhanyut dalam suasana yang tercipta saat ini.
Tiba-tiba Aku merasa sedikit pusing. Untuk melihat sekeliling saja semuanya seperti berputar. Akhirnya Aku berpamitan ke kamar untuk istirahat. Dan meninggalkan ruang yang baru saja bisa membuat Ku ikut serta menikmati rasa kebahagiaan bersama dengan orang tua sekaligus calon suamiku.
Sesampainya di kamar Aku langsung membaringkan tubuh diatas ranjang. Sembari menatap langit-langit kamarku.
Tidak terasa waktu berjalan amat sangat cepat. Kurang lebih 1 bulan lagi, statusku akan berubah. Aku akan menjadi milik orang lain. Rasanya baru kemarin Aku bisa menikmati indahnya masa-masa sekolah. Terlebih dengan Mas Dimas, kakak kelas paling jahil dan yang paling perhatian denganku. Masih ingat sekali saat sekolah tengah mengadakan perlombaan mendekati tanggal 17 Agustus dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan NKRI. Waktu itu kebetulan agendanya adalah jalan santai satu sekolah mengelilingi desa setempat. Namun Aku yang lupa membawa air minum yang akhirnya membuatku sedikit merasa lemas. Dan tiba-tiba Mas Dimas mengagetkanku dari belakang. Jelas saja, spontan Aku kaget dan sempat memukulnya dengan batang pohon mangga kecil yang ku bawa untuk di mainkan disepanjang jalan. Sesaat Dia melihatku kemudian berucap "Yaelaaah, baru jalan bentar aja udah keringetan gitu, keliatan lemes pula." ejeknya.
"Enak aja. Bukan masalah capek. Aku tu haus." tukasku.
"Lah emang tadi gak bawa minum?" tanyanya lagi
"Hehe, engga. Lupa." jawabku sembari nyengir "Kalo Kamu ada bagi-bagi dikit napa sih Mas." pintaku sedikit memelas sekaligus sedikit memaksa.
"Kaga adaa." jawabnya sembari melotot ke arahku "Noh air comberan luber-luber." lanjutnya sembari menunjuk selokan yang berada di depan rumah warga kemudian Dia tertawa di akhiri kalimat.
Dan setelah itu Dia malah berlari ke depan. Meninggalkan Ku yang berada di barisan nomor 2 dari belakang. "Huh, dasar." keluhku kesal.
Namun selang beberapa menit Dia kembali dengan membawa 1 botol minuman. Dan memberikannya kepadaku. Ternyata Dia tadi mengejar panitia yang membawa air. Padahal jaraknya sudah lumayan jauh, tapi Dia tetap berlari dan berusaha mengejarnya. Karena tak tega melihat Ku kehausan.
Dan sekarang Aku baru menyadari semuanya. Segala perhatiannya selama ini bukan hanya bentuk kasih sayang sebagai seorang kakak kepada adiknya. Namun sebagai bentuk ungkapan rasa cinta seorang kekasih kepada kekasihnya.
Tak ku sangka, seseorang yang selalu ku anggap sebagai kakak kelas paling nyebelin sebentar lagi akan menjadi imam dalam sholatku. Dia yang akan menuntunku ke jalan Allah. Dan dia yang akan memikul segala tanggung jawab terhadapku yang sebelumnya menjadi tanggung jawab Abah. Mungkin ini memang yang terbaik menurut Allah.
Dan Mas Fatih...
Ah iya, hanya tinggal 1 hari lagi. Hanya sampai besok. Besok adalah hari pernikahan Mas Fatih dengan Nabila. Aku harus bersiap untuk menata hati serta pikiran untuk menghadapi semua ini. Bagaimanapun juga, ada hati yang harus Ku jaga. Hati dari calon suamiku. Apa yang akan Dia pikirkan nanti jikalau Dia tau Aku menaruh rasa terhadap sahabatnya sendiri. Sahabat yang akan menikah dihari itu juga. Tentu itu akan membuatnya kecewa dan akan sangat menyakitinya.
Maafkan Aku ya Mas, karena selama ini Aku telah lancang meminjam namamu untuk Ku jadikan topik perbincangan dengan Rabb Ku disepertiga malam.
Maafkan Aku, telah mendoakanmu secara diam-diam.
Maafkan Aku, karena selama ini telah memaksamu untuk tetap bertahan dalam doa Ku.
Maafkan Aku, jika Aku telah menaruh harap terhadapmu selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merhaba Ya Habibi
EspiritualDalam diam Husna menyimpan rasa untuk seorang ikhwan yang dengan merdunya melantunkan firman Allah, tak lain dan tak bukan adalah Fatih Al- Hamid yang sekaligus menjadi dokter spesialis Abahnya. Dan dalam diam pula Ia harus berusaha ikhlas melepas s...