Chapter 33

167 31 2
                                    

Entah mengapa sejak tadi, seorang gadis bermata kucing itu terus resah dalam duduknya. Bahkan tanpa sadar dia sudah menggigiti kuku-kuku nya. Sesekali ia mendesah lemah. Pikirannya berkelana pada sahabatnya yang tiba-tiba menanyainya soal alamat sepupunya. Tapi bukan pertanyaan itu yang membuatnya bingung, tapi nada bicaranya yang terkesan menuntut dan terselip amarah dari sana. Sejak tadi, ia terus berdoa agar semua baik-baik saja, walaupun sudah ratusan kali ia menghubungi sahabatnya itu dan juga sepupunya tapi tak ada jawaban dari sana.

Cklek!

"Younghoon?" Gumam gadis itu lirih saat melihat sosok lelaki dengan mata sembabnya. Younghoon melangkah menghampiri gadis itu.

"Jennie Noona, tolong Noona ku." Pintanya dengan nada tak dapat di artikan. Entah mengapa Jennie merasa benar, pasti ada sesuatu yang tak beres disini.

"Kemana Rosie?"

"Ke kediaman keluarga Cadmon. Chan Hyung.." ucapan Younghoon terhenti dan sepertinya Jennie menangkap apa yang akan dilanjutkannya. Tanpa babibu ia langsung menarik lengan Younghoon untuk pergi dari agensi model Jennie.

-YOU AND I-

Suasana tegang dan ketakutan melingkupi kediaman keluarga Cadmon. Kedua insan itu masih ada di tengah halaman luas yang penuh rumput nan hijau itu. Seolah dinginnya cuaca pagi itu tak mereka rasakan.

"Eonnie, jangan!" Teriak Ara dari kejauhan. Dengan sekuat tenaga ia terus mengucapkan kalimat itu agar Rosie merubah pikirannya. Perlahan kakinya mendekat ke arah sang ayah yang masih sibuk menarik ibunya agar tak lari kesana. Takut nanti tindakan gegabahnya akan membawa hal buruk untuk Rosie dan Chan.

Dua anak manusia yang masih saling berhadapan itu, masih belum mengeluarkan suara apapun. Kedua rahang Rosie mengeras menahan emosi. Nafasnya terdengar tak teratur. Dihadapannya masih ada Chan yang menampilkan raut lembutnya dengan tangan yang masih menyodorkan pada Rosie.

"Belum mau sekarang ya? Dengar pengakuan ku dulu mau ya?" Entah mengapa nada lembut itu terdengar memuakkan di telinga Rosie. Kedua tangannya mengepal di samping tubuhnya. "Pengakuan apa yang mau kau katakan, hah?! Aku sudah muak dengan dengan ingatan ku yang tak kunjung kembali dan semua orang membohongiku dengan tidak memberitahuku yang sebenarnya, bukankah itu bagus? Aku menjadi seseorang yang paling bodoh di antara kalian semua!" Jerit Rosie geram. Telunjuknya mengarah pada Chan dan keluarganya saat berkata 'kalian semua'.

Chan mendesah lemah. "Maafkan aku, Rosie-ya. Seharusnya aku tak menutup ingatan itu dan membunuh diriku sendiri saja karena sudah membuatmu kehilangan sosok ibu." Sejenak Chan melihat sorot mata tajam Rosie. "Aku bersumpah itu tidak sengaja, Rosie-ya. Aku benar-benar minta maaf, Al."

Aku benar-benar mengkhwatirkan mu, Al.

Maafkan aku. Tapi aku mencintaimu, Al.

Al, aku benar-

"ARGH!" Sekelebat bayangan melintas di mata Rosie. Membuat kepalanya langsung berdenyut dan ia reflek menyentuh kepalanya. Chan langsung melayangkan pandangan khawatir dan buru-buru ingin mendekat. Tapi tangannya langsung ditepis kasar oleh gadis itu.

"JANGAN SENTUH AKU!" Teriak nya dengan ringisan. "Siapa kau sebenarnya? Hah?! Kau siapa?!" Teriak Rosie sambil sedikit memundurkan tubuhnya karena Chan yang terus bergerak maju.

"Aku Chan. Frederic Chan Cadmon. Yang mencintaimu, Roseanne Callista Thomson. Ini aku, Al." Jawab Chan tegas. Rencananya berhasil dengan memanggil Rosie dengan panggilan 'Al' pasti membuatnya bereaksi. Itu adalah apa yang dibisikkan di telinganya oleh Arvind sebelum ia menghampiri gadis ini.

Rosie meringis kesakitan tapi tatapan tajam itu tak luntur. "Jangan panggil aku dengan sebutan itu!" Raung nya marah.

Tapi Chan menggeleng tegas. "Itu adalah panggilanku untukmu. Orang yang kucintai, Al."

"ARGH! Kau siapa sebenarnya?!" Rosie sampai memejamkan mata menahan sakit di kepalanya.

"Ini aku, Al-

Rosie buru-buru merebut pistol di tangan Chan dan menodongnya tepat di hadapan Chan setelah terdengar bunyi 'klik'. Tindakannya itu spontan mendapat teriakan histeris dari Caelin dan Ara dari tempat mereka berdiri.

"Sekali lagi kau memanggilku seperti itu-

"Mengapa? Aku yakin kau mengingat sesuatu, Al. Ayo lakukan." Tantang Chan kemudian. Selanjutnya ia sedikit memundurkan posisinya agar memudahkan Rosie menembaknya nanti.

"TIDAK! ROSIE, JANGAN!" Caelin berteriak histeris dalam pelukan Arvind. Tubuhnya terus meronta untuk di lepaskan. Tapi teriakan itu tak di hiraukan oleh Rosie. Justru Rosie semakin membidik pistol di genggamannya itu pada pria tinggi dihadapannya.

"ROSIE-YA! HENTIKAN!" Suara itu tak asing. Bukan, bukan suara Ara ataupun Caelin. Rosie memutar tubuhnya dan mendapati ayahnya, kakak dan adiknya serta Jennie berdiri tak jauh di belakangnya dengan raut terkejut. Teriakan Jennie tadi sukses menghentikan Rosie sesaat. Perlahan gadis bermata kucing itu mendekat padanya. Tapi tindakan Rosie selanjutnya membuat semua orang disana menyerukan namanya.

"Jangan mendekat padaku atau peluru ini akan bersarang di otakku." Ucap Rosie rendah. Satu tangannya memegang pistol dan mengarahkannya tepat di pelipisnya. Tak ada rasa takut di kedua matanya, tapi sirat amarah begitu kentara di sana.

"Al, jangan seperti itu." Bisik Chan lirih dengan raut sedih dan takutnya. "Jangan, Al." Rosie yang semula membelakanginya, memutar dan menghadap Chan yang sudah jatuh terduduk padanya.

"Tembak saja aku. Itu lebih baik." Kepala Chan menunduk disana. Teriakan nama 'Chan' berseru dari ibu dan adiknya. Bahkan keluarga Rosie pun juga ikut berseru. Respon itu mendapat tawaan sarkas dari Rosie.

"Orang-orang tak ingin kau mati, Chan." Kedua mata gadis itu kembali meneteskan air mata. Rautnya berubah menjadi sendu. "Kalau aku yang mati, aku tak perlu menyalahkan kalian semua yang sudah membohongiku kan? Dan aku bisa bertemu ibuku, bukankah itu lebih baik?" Ia tertawa miris kemudian. Mendengar ucapan Rosie, membuat Chan mendongak melihat gadis yang lebih tinggi darinya sekarang. Dilihatnya Rosie yang sudah menangis sesenggukkan tapi pistol itu masih bertengger di kepalanya.

Rasa bersalah tiba-tiba merasuk ke dalam hati Rosie. Membuatnya semakin menangis terisak. Ia memejamkan matanya mencoba untuk menghentikan laju air matanya. Tapi itu tak berhasil karena mereka terus menerobos kedua matanya yang tertutup. Perlahan ia merasakan sepasang tangan melingkar di perutnya membuatnya merasa hangat. Dibukanya pelan kedua matanya yang sudah basah dan mendapati Chan yang tengah memeluknya disana. Membuat hatinya semakin teriris.

Kedua kakinya terasa lemas karena menangis bahkan sejak bangun tidur tadi pagi. Chan yang merasakan tubuh Rosie yang mulai oleng, ditariknya pelan agar ikut terduduk bersamanya. Tanpa ragu ia membuang pistol di genggaman Rosie dan memeluknya erat. Tangisannya semakin meraung saat Chan semakin mendekapnya erat.

Melihat pemandangan itu, Caelin berterima kasih dalam hatinya karena tuhan mengabulkan doanya agar kedua anak yang disayanginya itu tetap aman. Arvind ikut merasakan lega di dalam dada sedangkan Ara masih terisak tapi perasaannya lebih tenang sekarang.

Disisi lain, Alden dan Younghoon tersenyum melihatnya sedangkan Jennie mengucap syukur dalam hati. Gerald pun tersenyum sambil berucap dalam hati.

Kau berhasil, Arabelle.

-YOU AND I-

Hai semuanyaa!

Sorry banget aku harus unpub chapter kemaren. Entah apa yang merasuki aku waktu itu, bikin part yang melenceng banget dari alur yang udah aku bikin. Anggap aja itu bonus buat kalian yang udah baca, hehe~

Makasih buat yang masih setia nunggu, dan juga tetep kasih semangat ke aku. Sayang kalian banyak-banyaaaaak.

Minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin semuanyaa~

See ya in the next chapter, luvluv ❤

YOU AND ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang