Chapter 43

186 23 7
                                    

Kau itu tak lebih dari sampah yang tak berguna, lebih baik kau turuti perkataanku supaya hidupmu lebih berguna. Kau bukan apa-apa tanpaku, Aileen. Ingat itu.

Kata-kata itu terus berputar di kepala gadis itu. Bagaikan kaset rusak yang tak berhenti memutarnya. Dalam lamunannya sesekali ia meneguk sedikit minuman keras yang sudah tak terasa asing di lidahnya itu. Entah sudah berapa lama ia seperti itu, bahkan keadaan sekitar nya yang berantakan tak ia pedulikan.

"Fu*k you, Ed." Umpatnya dengan tatapan kosong lalu kembali meneguk isi gelasnya yang terakhir. "Aku kehabisan minum lagi." Kesalnya begitu tak merasakan cairan itu di kerongkongannya. Karena kesal, ia melempar gelas kaca itu ke sembarang arah sampai terdengar suara pecahan kaca.

"Kau lemah, Aileen. Kau membiarkan dirimu di injak laki-laki keparat itu." Ucapnya menyesal. Aileen mengacak-acak rambutnya marah. "HAAAH! MENGAPA HARUS SEPERTI INIII???!!!"

Ekspresinya yang semula kosong mulai berubah menjadi sendu. Satu tetes, dua tetes, hingga menjadi banyak air mata yang keluar hingga kedua pipinya basah. Belum lagi keadaan make up nya yang sudah tak karuan. Benar-benar definisi seseorang yang sedang di ambang ke putus-asaan.

"Mengapa harus dirimu yang pergi, Ibu? Mengapa tidak aku saja?" Aileen mengusap kedua pipinya yang basah. "Aku menyesal, Ibu. Seharusnya aku tidak mengganggu mereka. Mereka tidak bersalah, Ibu. Bagaimana caranya aku untuk berhenti?" Rengeknya.

Ditengah penyeselannya itu tiba-tiba Aileen berhenti menangis. Mendadak raut wajahnya berubah marah, masih dengan keadaan wajahnya yang basah karena air mata. Ia mengambil bantal sofa yang tak jauh darinya dan di pukulinya membabi buta. "Keparat. Kau. Ed. Enyah kau!"

Aileen berhenti memukuli bantal itu dan mengangkatnya sejajar dengan wajahnya yang masih bereskpresi marah. "Aku akan membuat kau menderita dan menghancurkan semua rencanamu, Ed. Camkan itu." Ancam Aileen sembari menunjuk-nunjuk bantal itu dan kembali memukulinya dengan brutal. Ia menganggap seolah bantal itu benar-benar Ed dan melampiaskan seluruh emosinya.

Sementara di sisi lain sepasang sepatu pantofel terlihat berjalan melewati lorong yang di dominasi warna putih. Terlihat beberapa orang berpakaian biru muda juga berlalu lalang disana. Beberapa dari mereka juga di temani para petugas berpakaian putih. Sampai akhirnya langkah sepatu itu berhenti di depan sebuah ruangan. Tak lupa si pemilik sepatu mengetuk pintu ruangan itu sebelum masuk.

"Bagaimana, Alden?" Tanya Gerald begitu mengetahui sosok itu adalah putra sulungnya.

Bukannya menjawab pertanyaan sang ayah, Alden malah melangkah menuju brankar. "Bagaimana, Bibi Moon? Lebih baik?"

Caelin yang agak terkejut di tanyai seperti itu spontan mengangguk di posisi duduknya. "Baik, Alden. Tak perlu khawatir. Bagaimana keadaanmu?" Tanya Caelin baik sembari menyentuh lengan bawah Alden yang tak tertutupi kemeja hitamnya karena bagian lengannya di gulung hingga siku.

Sejenak Alden terdiam dan menatap Caelin lamat. Alden membisu. Caelin tak menanyakan apapun dan seolah naluri seorang ibu ia langsung merentangkan kedua tangannya seperti hendak memeluk. Dan benar saja, Alden segera memeluknya erat sambil membungkuk karena posisi Caelin yang lebih rendah darinya.

"Tak apa. Semua akan baik-baik saja, Alden. Rose pasti baik-baik saja." Ucap Caelin menenangkan sembari mengusap lembut punggung tegap Alden. Melihat pemandangan itu, Gerald hanya bisa terdiam antara haru dan sedih. Haru karena bersyukur ada Caelin yang bisa menenangkan Alden di saat ia tak bisa melakukan itu, dan sedih saat mengingat situasi yang terjadi saat ini, putri satu-satunya menghilang.

Tok! Tok!

"Ooh, maaf, Ibu. Aku mencari Alden Hyung."

Caelin mengangguk. "Masuklah, Sam. Duduklah."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 15, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

YOU AND ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang