9 - Sakit

1.8K 154 2
                                    

"Gem? Pusing?" Taufan bertanya saat bertemu Gempa di kantin sekolah.

Gempa mengangguk. "Ini- uh, aku lagi nungguin Yaya beli makanan," ujar Gempa tidak menjawab pertanyaan. Sadar karena hal itu, dia langsung berkata, "Emang keliatan sakit?"

"Keliatanlah," Halilintar entah muncul darimana langsung menjawab. Dia menaruh tangannya di dahi Gempa. "Demam."

"UKS aja yuk, Gem?" ajak Taufan lembut. "Udah makan bekal belum?"

"Nanti surat izinnya gimana?" tanya Gempa lagi-lagi tidak menjawab pertanyaan.

"Aku yang urus," ujar Yaya, mengikuti jejak Halilintar, tiba-tiba muncul. "Aku yang panggil Halilintar dan Taufan. Kalo aku doang yang minta kamu ke UKS, kamu pasti nggak mau kan?"

Gempa meringis. Diam-diam setuju dengan hal itu.

Dituntun Yaya, dan ditemani kedua kembarannya, Gempa dibawa ke UKS dan beristirahat seharian penuh disana.

Saat pulang pun, Halilintar dan Taufan kembali ke UKS dan membawa Gempa kembali ke rumah.

"Loh, Kak Gempa sakit?" Ice yang kebetulan juga baru pulang terkejut. Kebetulan SMP dan SMA Pulau Rintis berdekatan dan arah pulang mereka sama. Tentu saja bisa ketemu.

"Yang buat makan malem hari ini Kak Hali deh," Taufan memutar bola matanya. "Jangan pedes-pedes ya Kak."

Halilintar mendengus. "Nggak janji."

"GemGem nggak mau yang pedes-pedes kan? Loh GemGem mana?" Sadar adik kembarnya tidak mengikuti, Taufan panik.

"Kak Gempa!" Ice panik saat melihat Gempa bersender ditembok pagar rumah orang. Keliatan dia sudah hampir roboh.

Ice memegang dahi Gempa. Sudah lebih panas. Gempa juga keringat dingin.

"Apa perlu dibawa ke klinik?" Ice menyarankan.

Taufan membantu memindahkan Gempa ke punggung Halilintar agar bisa digendong lebih mudah.

Halilintar mengangguk. "Taufan, telepon Tok Aba. Kita langsung ke klinik sekarang."

Untunglah kliniknya dekat. Halilintar tidak perlu menggendong Gempa terlalu jauh.

Taufan setelah menelepon Tok Aba segera mengisi administrasi dan menunggu giliran dipanggil. Beberapa menit kemudian, nama Gempa dipanggil dan keempat bersaudara itu masuk ke ruangan pemeriksaan.

Gempa diperiksa oleh dokter selama beberapa saat.

"Bagaimana Dok?" Tanya Taufan cemas.

"Ini gejala tipes," ujar sang dokter sambil menyoret-nyoret kertas. Tulisannya tidak terbaca. "Saudari kamu ini juga kelelahan. Harus banyak-banyak istirahat dan makan makanan sehat.

"Jangan minum kopi, soda, makan mie, yang pedas-pedas—" Taufan melirik Halilintar—"dan cokelat."

"Bisa sembuh dalam berapa hari, Dok?" Gempa susah payah bertanya.

"Kalo kamu benar-benar niat sembuh, tiga sampai tujuh hari juga sembuh," jawab sang dokter. "Tapi kalo kamu malah bandel, makin lama sembuhnya."

Gempa langsung berniat sembuh cepat. Tentu saja dia tidak nyaman dengan tubuh sakit. Apalagi harus menyusahkan saudara-saudaranya.

"Siap deh, Dok!" Taufan memberi hormat.

Mereka keluar dari ruang periksa dan menebus obatnya segera. Saat keluar klinik, mobil Tok Aba sudah terlihat. Begitu melihat mereka, Tok Aba segera keluar dari mobil dan dengan panik menanyakan kabar Gempa.

Halilintar menjelaskan situasi dengan singkat. Lalu mereka segera pulang dengan mobil Tok Aba.

"Gempa tinggal sama Tok dan Ochobot dulu ya? Tok khawatir saudara-saudaramu malah ngebuat kamu tambah sakit," ujar Tok Aba.

Gempa menggeram tidak jelas.

"Yah, masa gitu...," Protes Taufan.

"Kak Gempa capek nanti ngeladenin Kak Fan," Ice menyindirnya.

Oke pertarungan Taufan dan Ice segera dimulai. Tapi keburu dihentikan Halilintar.

Sesampainya dirumah, Gempa langsung dipindah ke rumah Tok Aba untuk istirahat yang berkualitas.

Kalo dirumah sendiri, tidak menjamin Gempa bisa istirahat dengan baik karena keributan yang ada. Lagipula saudara-saudaranya perlu sekolah dan tidak ada yang bisa menjaganya. Lebih baik Tok Aba menutup tokonya sampai Gempa sembuh. Tok Aba lebih sayang cucunya daripada tokonya kok <3

Gempa juga senang bisa berdekatan dengan Ochobot. Hehe.

Sister [ Hiatus ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang