"Hei, hei. Sebelum berangkat jangan lupa bawa payung!" seru Gempa mengingatkan semua saudaranya.
Ini musim hujan. Cuacanya juga tidak menentu. Menurut perkiraan cuaca, akan ada hujan lebat sore ini. Gempa khawatir kalau saudara-saudaranya malah hujan-hujanan saat pulang nanti.
"Udah kok tenang ajaa!" balas Blaze tidak peduli. Sejujurnya dia ingin cepat ke sekolah dan bermain sepak bola. "Aku duluaan! Assalamualaikum!"
Ice mengekor dibelakang Blaze dengan langkah yang lebih pelan.
"Haduh, pasti belum bawa," gumam Gempa khawatir.
"Biarin aja Kak Gempa. Ntar juga sakit baru tau rasa," Solar berdengus. Di sebelahnya Thorn menaruh payung di tasnya.
"Kalau dia yang sakit, aku yang repot," balas Gempa ikutan berdengus. "Haah... sudahlah. Kalian juga segera berangkat ya? Aku, Kak Hali, sama Kak Fan mau berangkat juga nih."
Thorn menangguk. "Ayo Solar! Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam!"
.
Kekhawatiran Gempa terjadi. Hujan lebat turun jam tiga sore.
Sekolah memastikan semua murid segera pulang. Gempa bahkan rela menunda rapat OSIS demi keselamatan teman-temannya, juga dirinya sendiri. Kalau pulang malam hujan lebat tentu saja mengerikan.
Gempa meminta Taufan dan Halilintar untuk pulang bersama.
"Gempa, aku nebeng payung ya? Payungku ternyata rusak," Taufan nyengir.
"Ck, bilang aja payungmu dipakai Gopal kan," Halilintar mengejek.
Taufan semakin nyengir. "Hehe."
Gempa mengangguk. "Yaudah. Ayo pulang, kasian Solar sama Thorn berdua doang di rumah."
Ketiga anak kembar itu dengan cepat membuka payung dan berjalan. Sesekali mereka mengobrol dan berdebat sedikit mengenai makan malam. Taufan mau yang tidak pedas dan Halilintar mau yang pedas.
"Tunggu," ujar Gempa tiba-tiba. Saat ini mereka berada di depan sekolah Blaze dan Ice. "Itu... Blaze sama Ice?"
"Hah?"
Tampak dua anak sedang berlari dari gerbang sekolah, menuju arah yang dituju si trio kembar. Dari topi yang dipakai, itu memang Blaze dan Ice.
"Mereka beneran nggak bawa payung kan... haduh," Gempa menepuk dahinya.
Taufan malah tertawa. "Nggak papa kali ah. Mereka kan jarang hujan-hujanan."
"Ayo kita juga cepetan. Mereka harus mandi pakai air hangat!" tegas Gempa menarik tangan Taufan dan Halilintar.
Sesampainya dirumah, trio kembar malah dikagetkan dengan empat orang anak--Thorn, Solar, Blaze, dan Ice--bermain air di halaman rumah.
"HEH!! KOK MALAH MAIN AIR!?" teriak Gempa marah.
Keempat anak itu membeku mendengar suara Gempa.
Taufan menyeringai. Dia mengambil tangan Gempa, memberikannya payung dan tasnya. Lantas ikutan bermain hujan dengan adik-adiknya. "AYO LANJUT YEYY!"
"Kak Fan!" teriak Gempa sambil menepuk jidat. "Haduh..."
"Gempa, aku ikutan ya."
Belum sempat Gempa merespon, Halilintar memberikan payung dan tasnya juga pada Gempa, lalu ikut bermain air dengan yang lain.
Gempa memutar bola matanya sambil menghela nafas. "LIMA BELAS MENIT!! LIMA BELAS MENIT DOANG YA!!"
Keenam orang saudaranya berseru, "Iyaa~!"
Gempa memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Dia segera memanaskan air untuk semua saudaranya. Tentu saja mereka harus mandi dengan air hangat biar nggak masuk angin.
Gempa kemudian mandi dengan cepat karena dingin. Setelah mengganti bajunya, dia memakai jas hujan, membawa sapu dan keluar rumah.
"UDAH LIMA BELAS MENIT LEWAT!! AYO CEPETAN MASUK!!" teriak Gempa sambil menghentakkan sapu.
"Yaah, lima menit lagi dong Kak Gempa?" Thorn memelas imut.
Gempa nyaris mengiyakan. Tapi dengan tegas menggeleng. "Nggak! Nanti kalian sakit! Langsung masuk kamar mandi! Cepetan! Mandinya barengan biar nggak ada yang tunggu-tungguan."
"Eh masa gi--"
Gempa memelototi Halilintar. "Mau sakit?"
Halilintar menelan ludah. "Nggak..."
Keenam saudara itu segera masuk ke kamar mandi. Untungnya kamar mandi di rumah ini cukup besar sehingga nggak sesak-sesak amat.
Gempa menaruh handuk para saudaranya di luar kamar mandi. Lalu gadis itu pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
Semoga setelah ini nggak ada yang sakit....
.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Sister [ Hiatus ]
FanfictionPerkenalkan, Gempa namanya. Gadis cantik ini tinggal bertujuh bersama saudara-saudara lelakinya yang punya sifat berbeda, dan diawasi oleh kakeknya. Orang tua mereka asyik berpetualang dan hanya mengirimkan banyak uang sesekali. Bersama enam sauda...