9. Franklin Marah

12 2 6
                                    

"BAGAIMANA BISA DIA DISEKAP, HAH!?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"BAGAIMANA BISA DIA DISEKAP, HAH!?"

Franklin menghempaskan kunci mobil ke atas laci kecil depan pintu sambil menatap tajam Zack.

"APA YANG KAULAKUKAN SAAT DIA DISEKAP!?"

Franklin dan lima lainnya baru saja pulang dari IIS, dipanggil Thomas untuk meminta klarifikasi atas laporan Leo yang menyatakan kalau Dinda diculik. Karena Dinda merupakan salah satu intelijen Elite terbaik, Thomas ikut-ikutan panik.

"Franklin, bisakah kau menanyakannya dengan suara rendah?" tanya Kimberly yang sedikit takut melihat Franklin marah. Apartemen mereka dihimpit oleh apartemen lain, memudahkan penghuni lain mendengar percakapan mereka dan sangat tidak mengenakkan jika suara Franklin terdengar.

"Aku tidak bisa merendahkan suaraku sekarang," jawab Franklin sambil menatap lurus Kimberly, "Kau kira mencari Dinda itu mudah? Chip lokasi dan penyadap ponselnya mati. Haruskah aku memelankan suaraku saat aku panik dan khawatir, HAH!?"

"Setidaknya jangan marah-marah, Frank," sahut Leo, menenangkan sahabatnya itu, "Dinda pasti baik-baik saja. Tenang-"

"Aku tidak bisa tenang!" Franklin menepis tangan Leo yang ingin menggapai bahunya. "Aku mengenalnya sejak sekolah menengah. Aku tahu apa yang dia takuti dan aku takut ketakutannya itu sedang dia rasakan sekarang."

"Aku sangat menjaganya agar dia tidak terluka dan menangis, kalian tahu?" Franklin menatap satu-persatu temannya yang menatap ke bawah, tak terkecuali Zack yang menunduk sangat dalam untuk menyembunyikan air matanya.

"Tapi, seandainya kau tidak menyuruh Dinda beristirahat di sini, hanya di klinik kantor, ini tidak akan terjadi," sela Xin, membela Zack yang sekarang menjadi sasaran kemarahan Franklin.

"Menyalahkanku?" Franklin langsung masuk ke inti. "Apa gunanya tangan dan kaki pacarmu itu jika dia bisa menendang, memukul, atau yang lain?"

Xin melotot. "Zack dilatih untuk meretas, tidak sepertimu, aku, Dinda, dan Kim. Wajar jika dia tidak bisa menahan Dinda diculik. Setidaknya dia telah melaporkannya secepat mungkin dan IIS bisa segera bertindak untuk mencarinya."

"Kenapa kau membelanya?"

"Zack bisu, dan aku mengerti dia," jawab Xin penuh penekanan, "Kau sama sekali tidak memikirkan itu."

Franklin menahan mulutnya untuk berucap lagi. Ia tidak ingin dikuasai emosi dan perkataan Xin barusan ada benarnya.

Franklin melangkah gontai ke kamarnya. Ia membanting pintunya saat menutup, membuat semua teman-temannya melompat kaget.

"Aku tahu perasaannya. Tapi, setidaknya jangan menyalahkan Zack." Xin mengelus-elus bahu Zack. "Aku tahu dia memang bersalah, tapi tak bisakah dia memelankan suaranya?"

"Franklin tidak bisa begitu, Xin." Leo melangkah pelan ke sofa ruang keluarga. "Dia sangat melindungi Dinda. Dia akan marah jika ada sesuatu yang terjadi kepadanya." Ia pun duduk di sana.

UndercoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang