14. Di Pasar Malam

17 2 6
                                    

Malam minggu menjadi malam teramai di Amerika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam minggu menjadi malam teramai di Amerika. Semua orang begadang karena besoknya tidak bekerja. Cuaca begitu dingin, membuat mereka memakai mantel tebal yang membuat tubuh mereka dua kali terlihat lebih besar.

Di dalam mobil van yang kini Dinda ketahui memakai plat resmi, Dervin menyetir. Karena hidup di Amerika bertahun-tahun bersama Agatha, Dervin tahu caranya mengendarai mobil. Dia bahkan mempunyai SIM dari instansi resmi Amerika. Itu baik, Dinda tidak perlu mengajarinya dan membuatkan SIM di Indonesia.

"Kakak bisa mengemudikan mobil?" tanya Dervin setelah hening. Mereka mulai memasuki kota setelah beberapa meter menjalani jalanan perhutanan yang jauh dari gemerlap lampu kota New York.

"Bisa, tapi aku tidak mau menyetir," jawab Dinda. Sebelumnya, dia tidak tahu apa-apa tentang kendaraan, tetapi karena dipaksa saat di akademi militer, dia pun bisa, walaupun sempat menabrak tiang listrik. Dan karena itulah dia tidak menyetir lagi.

"Mau menggantikanku mengemudi?" tawar Dervin sambil menepikan mobilnya.

Dinda mengernyit. "A-Apa? Aku? Tidak, tidak. Aku tidak mau," tolaknya, "Kau mau cari mati?"

Dervin keluar dari mobil, tak menghiraukan perkataan Dinda.

"Dervin, masuk ke mobil! Aku bilang aku tidak mau mengemudi!" teriak Dinda dari dalam mobil.

Dervin menghampiri pintu di samping Dinda, lalu mengetuk kacanya, minta dibuka.

Setelah dibuka, Dervin mengernyit. "Aku tahu kau tidak mau mengemudi. Aku hanya ingin mengambil uang dari tabungan," katanya. Dinda mengerjapkan mata, lalu melirik ke belakangnya, ke sebuah ruangan persegi panjang tegak kecil, mirip dengan tempat menelepon di London, tetapi itu untuk menarik tunai dan berada di samping pos sekuriti bank di sebelahnya.

"Oh, begitu ya?" Dinda terkekeh malu. "Kukira kau sudah membawa uang," sambungnya.

Dervin menggeleng. "Ketinggalan, tapi aku tidak mau pulang lagi ke rumah."

"Baiklah, kalau begitu ambillah dulu! Aku akan menunggu di sini."

Dervin mengangguk. Ia menegakkan badannya yang sempat membungkuk dan masuk ke sana.

Beberapa saat kemudian, dia keluar. Saku bajunya yang tadinya kempes, berisi.

"Mengambil uang yang banyak, huh?" goda Dinda, tersenyum kecil setelah Dervin masuk kembali ke dalam mobil.

"Kok, tahu?" Dervin menyipitkan mata. Dinda terkekeh kecil, lalu menunjuk ke saku bajunya.

Dervin menurunkan pandangan. Dia mendongak lagi dan menatap Dinda yang tersenyum.

"Dasar mata duitan!" katanya sambil meraih setir dan menginjak gasnya. Dinda tertawa kencang, lalu mendorong kepalanya pelan, sambil menyahut karena tidak terima; "Aku hanya menebak!"

UndercoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang