25. Rumah Lama Franklin

9 2 0
                                    

"Jadi, sekarang di mana kita akan tinggal?" tanya Dinda sambil mengelap air mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi, sekarang di mana kita akan tinggal?" tanya Dinda sambil mengelap air mata. Franklin yang sebelumnya menatapnya yang menangis, tersadar.

Franklin menepuk jidatnya. "Rencanamu?"

"Aku akan menarik uang lewat ATM, lalu menginap satu malam di penginapan pinggir kota," jawab Dinda.

"Itu ... membuang uang," komentar Franklin, "Sebenarnya aku mempunyai rumah, hanya saja rumahku itu sudah tidak layak untuk ditinggali."

Mendengar kata "rumah", Dinda mengangkat kepala. "Rumah? Kau punya rumah?"

Franklin mengangguk. "Hanya saja, sejak Ayah dan Ibu bercerai, rumah itu tak terurus dan aku serta ayahku pindah ke kota."

"Rumah yang di kota sudah menjadi rumah adik angkatku. Dia tidak akan mau aku menginap di sana. Masalah masa lalu pasti akan diungkitnya," sambung lelaki berambut coklat itu sebelum membuang napas.

Dinda ikut-ikutan membuang napas. "Namun, daripada buang-buang uang, lebih baik kita menginap di sana saja," usul Dinda.

"Aku sarankan jangan," saran Franklin, "Kita ke rumahku yang tidak layak tadi saja."

Dinda mengerutkan dahi. "Tadi katamu tidak layak dan sekarang-"

"Dinda, jika aku ke rumah adikku itu, aku akan emosi. Kita juga akan berakhir ke rumahku itu nanti."

Franklin menatap bersalah Dinda. Dinda mengendikkan bahu, ia sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan rumah Franklin yang tak layak itu sebab dulu saat dia masih baru di Amerika saja pernah tidur di jalan.

"Sudahlah. Yang penting kita bisa tidur," sahut Dinda. Franklin sangat kaget mendengar sahutannya. Namun, melihatnya beranjak ke tepi jalan untuk memanggil taksi membuat Franklin yang semulanya termenung tertarik kembali ke dunia nyata.

Dinda mengayunkan tangan saat melihat taksi. Ia masuk ke sana setelah menyimpan kopernya di bagasi, diiringi Franklin yang langsung memberikan alamat rumahnya.

Si supir terlihat bergidik saat tahu alamat yang mereka tuju berada di pinggir kota. Sejenak Dinda dapat membaca ekspresinya yang takut kalau ia dan Franklin adalah penjahat yang akan melucuti uangnya di sana.

Setelah mengetahui alamatnya, si supir menggerakkan mobilnya. Setelah berbaur dengan mobil lain, barulah Leo membuka kembali pintunya dengan tatapan dingin ke arah taksi.

"Dia sudah pergi," gumamnya, "Syukurlah."

"Franklin tak sadar telah membuat keputusan yang salah," sahut Kimberly yang ada di sampingnya. Kimberly bisa menjadi teman yang baik, tetapi jika ia sudah berubah, dia tidak akan bisa menjadi seperti semula.

"Entah kenapa lelaki itu berkorban banyak untuk pembela teroris itu," sambung Xin, memanasi keadaan.

"Sudahlah. Setidaknya kita bisa bekerja dari rumah tanpa Dinda," sahut Leo. Zack dan yang lain mengangguk sambil memperhatikan tikungan tempat taksi yang Dinda dan Franklin tumpangi menghilang. Lalu menutup pintunya, menguncinya, dan duduk di meja makan untuk makan malam.

UndercoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang