49. Bunuh Diri

12 1 0
                                    

Angin berhembus kencang sore ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angin berhembus kencang sore ini. Di lapangan parkir, keenam anggota Peregryne itu menuju ke mobil. Mata Dinda sembab karena menangis. Setelah bangun dari tidurnya beberapa jam yang lalu, ia menangis lagi, bergumam kalau ia merindukan Dervin dan ingin adiknya kembali.

Xin memerhatikan kondisi gadis itu yang selama ini tidak ditunjukkannya. Sempat menempuh pendidikan kuliah dalam bidang psikologi membuatnya bisa menyimpulkan, tetapi kurang yakin. Kesimpulannya adalah Dinda mengalami trauma kehilangan, sejenis tidak mau kehilangan orang yang telah disayanginya yang jika terjadi akan berdampak dengan kondisi fisik dan mentalnya. Karena itulah gadis itu diam, terkadang menangis tanpa ekspresi, dan itu membahayakan karena saat Dinda diam, dia pasti akan mulai berpikir yang bukan-bukan.

Masuk ke mobil, mereka melesat ke apartemen. Memakan waktu beberapa menit, mereka sampai di sana dan masuk.

Dinda melesat ke kamarnya tanpa basa-basi. Franklin ingin membantunya berjalan naik, tetapi Dinda menolak dengan menjauhkan diri dan tongkat kruknya.

Berjalan naik dengan tongkat kruk dan kaki di-pen cukup berbahaya. Namun, Dinda entah bagaimana bisa melakukannya perlahan, membuat Franklin yang harap-harap cemas lega karenanya.

Dinda masuk ke kamarnya dan mengeluarkan kopernya. Ia mengeluarkan foto Dervin, menatapnya tanpa ekspresi, tetapi dengan mata berlinang. Gadis itu lalu mengeluarkan salah satu, foto bergambar dirinya, ibu dan Papanya serta adiknya saat masih kecil. Ia meletakkan ke atas meja, lalu berbalik untuk membuka lemari tempat semua senjata buatannya terletak.

Di dalam sana, ternyata bukan hanya ada senjata api. Ada juga pisau lipat berjumlahkan lima dengan tali tambang kecil yang tak terlalu berat. Dinda meraih tali itu, lalu menatapnya sejenak. Perlahan, genggaman di tali itu menguat bersama air matanya yang jatuh ke atas sana.

Dinda lalu menarik tali itu dan meletakkan ke atas meja. Ia mengambil sebuah buku di rak bukunya dan ikut meletakkan di atas meja juga.

Setelah itu, barulah Dinda duduk. Ia membuka buku tersebut, berisikan tulisan-tulisan entah milik siapa yang dibacanya dengan khusyuk.

Tak tertarik, ia membuka kertas sampai ke halaman terakhir. Di halaman terakhir, terdapat sebuah sketsa cara membuat simpul tali. Dinda menyipitkan mata, simpul itulah yang akan ia tiru hari ini. Dinda meraih tali dan mulai mengikuti instruksi.

Sore mulai beranjak menjadi malam, membuat Franklin pergi ke kamar Dinda karena heran gadis itu tidak keluar dari sana. Belum mengetuk, Dinda sudah membuka pintunya. Franklin sempat melirik ke dalam dan mendapati ruangannya mati, membuatnya penasaran kenapa Dinda mematikan lampunya--atau watt lampunya habis.

Dinda kali ini bersikap lain. Biasanya dia tidak mengunci kamarnya jika ingin keluar. Ia cukup menutupnya, tidak ada yang disembunyikannya. Sekarang, Dinda melakukannya, membuat rasa penasaran Franklin yang sempat tenggelam mencuat kembali ke permukaan.

UndercoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang