50. Dinda dan Hidupnya

10 1 0
                                    

Diberitahu kalau Dinda berhasil diselamatkan membuat teman-teman Dinda senang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Diberitahu kalau Dinda berhasil diselamatkan membuat teman-teman Dinda senang.

Mereka ingin masuk ke dalam, tetapi para medis yang memberitahu mereka tidak mengizinkan. Dinda memang sadar, tetapi dia butuh istirahat, serta psikolog untuk menyelidiki mentalnya.

Franklin manyun. Ia pun menatap rekan-rekannya yang juga memasang wajah sama.

Diliriknya Dinda yang ada di dalam karena pintunya terbuka sedikit. Benar kata orang itu, Dinda harus beristirahat.

"Baiklah. Kumohon lakukan yang terbaik untuknya," pinta Franjlin yang disambut anggukan oleh orang berbaju biru itu. Ia pun kembali masuk ke dalam, meninggalkan mereka yang masih tersenyum bahagia.

"Aku senang mendengar kabar itu," ujar Kimberly, "Puji Tuhan."

"Aku juga," sahut Leo, "Namun, aku sedih karenanya."

Semua orang menoleh kepada Leo. "Gadis itu berusaha membunuh dirinya. Itu pasti karena dia kehilangan Dervin, lalu mengingat kejadian yang kita lakukan itu, dan depresi berat."

"Kalian tahu? Dinda pernah mengatakan kalau bunuh diri itu tidak baik. Namun, malam ini, dia melakukannya, yang berarti dia benar-benar sudah berada di titik terendah hidupnya," sambungnya.

"Gadis itu depresi, sangat depresi. Aku merasa bersalah karena memulai semua ini." Leo menunduk, lalu bersandar di tembok koridor.

"Tidak hanya kau, Leo. Kami juga," Xin menyahut, "Ini kesalahan kita. Kita yang memulainya."

Franklin memurungkan wajah melihat mereka. "Tidak, ini salah Bella. Dia memulai dengan merakit bom, menyuruh Gordon untuk meletakkan di masjid, dan kebetulan ada Dervin." Perkataannya terjeda. "Dinda pasti akan memaafkan kalian. Dia tipe pemaaf, bukan?"

Berniat menenangkan, ucapannya itu hanya disahut dengusan. "Tidak. Kurasa Dinda enggan untuk memaafkan kami."

Franklin membuang napas. Tatapannya beralih ke pintu, di mana Dinda masih diperiksa kondisi fisik dan mentalnya.

~~~

"Gadis itu mengejutkanku."

Seorang psikolog tua, berumur di atas 30 tahun dengan rambut memutih, melepas kacamata bacanya dan menatap Franklin. Ia menyerahkan sebuah kertas berisikan tulisan tangannya hasil dari memeriksa mental Dinda yang berubah.

"Trauma batin. Dia menderita itu." Franklin mengambil kertas tersebut, lalu mendongak.

Wanita paruh baya itu mendengus. "Setelah berhasil memancingnya, aku menemukan jawaban kenapa dia mencoba untuk bunuh diri. Katanya, dia kehilangan orang tuanya sejak kecil, bahkan ayah angkatnya, karena adiknya diculik."

"Gadis itu bilang kalau ia dan ibunya diusir dari sebuah desa. Saat itu, semua warga menyorakinya dengan panggilan "Anak Jalang" karena ibunya dihamili dan ia adalah benih dari lelaki tak bertanggungjawab itu."

UndercoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang