BAB 07

531 116 23
                                    

Perjalanan kembali dilanjutkan setelah 'membereskan' jalanan dari orang-orang yang baru saja menyerang mereka. Leslie kembali menaiki motornya daripada ikut bersama Devian menaiki limosin. Devian yang ingin ikut bersama Leslie terpaksa mengurungkan niatnya ketika melihat tatapan Nyonya Joash seakan-akan memaksanya untuk menaiki limosin bersamanya.

Keadaan dalam limosin membuat Devian tidak berkutik, suasana tegang seperti ini benar-benar membuat Devian merasa tidak nyaman. Tuan Joash membersihkan tenggorokannya, berusaha untuk mencairkan suasana.

"Saking paniknya, aku melupakan keberadaan Leslie," ujar Tuan Joash.

"Tapi, aku tidak mengira Leslie tidak membunuh mereka semua." Rosie berkomentar kejadian yang baru saja dia alami. "Padahal aku berharap melihat mereka mati," gumam Rosie sambil mengembungkan pipinya.

Kau kira nyawa orang seremeh itu? ujar Devian dalam batinnya.

"Apa Leslie seperti mempunyai prinsip dalam pekerjaannya?" tanya Nyonya Joash kepada Devian.

"Mungkin punya karena saya belum pernah mendengar langsung darinya, tapi selama saya bekerja bersamanya, saya belum pernah melihat Leslie membunuh selain targetnya," ujar Devian.

"Ditambah lagi, dia bisa menembak dalam keadaan gelap gulita seperti itu, tembakannya pun terlihat tidak ada yang meleset." Rangga ikut berkomentar. Ada rasa kagum yang Rangga rasakan ketika mengingat kembali kejadian tersebut.

"Penglihatan Leslie itu sudah seperti burung hantu. Dia bahkan lebih sering aktif di malam hari," ujar Devian dengan senyuman yang terukir di wajahnya.

"Sudah berapa lama kakak kerja bareng sama Leslie?" tanya Rosie.

"Kurang lebih 7 bulan," jawab Devian. Dia memegang dagunya, seakan-akan sedang mengingat sesuatu. "Dulu, Leslie juga punya orang yang sama kerjaannya seperti saya, hanya saja, Leslie bilang bahwa orang itu ingin mencoba profesi baru. Kira-kira, mereka sudah bekerja kurang lebih selama 5 atau 6 tahun."

"Berarti sudah lama, ya?"

Devian mengangguk. Rosie kembali bertanya kepada Devian tentang banyak hal, mulai dari pekerjaannya sampai hal remeh. Devian hanya menjawab seperlunya, berusaha untuk tidak menimpali secara berlebihan pertanyaan Rosie.

Tidak lama kemudian, limosin memasuki perkarangan rumah yang terlihat sangat besar. Mungkin itu sudah tidak bisa disebut rumah, melainkan mansion. Limosin berhenti di depan mansion. Pintu limosin tiba-tiba di buka oleh salah satu bodyguard, Devian yang paling terakhir turun hanya bisa menganga ketika melihat mansion milik keluarga Joash.

Orang kaya memang tahu cara untuk menghabiskan uang mereka.

"Besar," gumam Devian takjub. Bahkan tanpa dia sadari, mulutnya sudah terbuka saking takjubnya melihat rumah Tuan Joash. Jarak antara gerbang mansion menuju letak mansion mungkin memakan waktu sekitar 8 menit, dengan berbagai tanaman dan patung sebagai hiasan di halaman.

Leslie menstandarkan motor lalu melepaskan helmnya. Dia menghampiri Devian yang masih terkagum melihat mansion rumah keluarga Joash. Leslie menekan bagian bawah dagu Devian dengan lembut sehingga mulut Devian tertutup.

Devian langsung memegang tangan Leslie yang tadi menekan dagunya. "Leslie, apa suatu saat nanti kita bisa punya rumah sebesar ini?" tanya Devian dengan mata penuh harap.

"Mungkin?" jawab Leslie ragu, karena dia tidak memiliki niat untuk membeli mansion serupa yang berada di depannya.

Apartemennya jauh lebih nyaman daripada rumah dengan ukuran sepuluh kali lipat dari rumah biasanya. Dia tidak mau memiliki rumah yang nantinya akan dirumorkan menjadi rumah angker.

TARGETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang