BAB 11

500 89 15
                                    

"Coni, sudah lama sekali tidak bertemu atau mungkin sekarang aku harus memanggilmu Tuan Elwood?" Rangga menjabat lengan pria di depannya yang menjadi kliennya sekaligus teman ketika dia masih kuliah.

"Kupukul kau kalau berani memanggilku dengan sebutan Tuan."

Rangga hanya tertawa sebagai balasan. Setelah melepaskan jabat tangan, mereka berdua langsung duduk. Beberapa pelayan mengantarkan makanan menuju meja mereka. Begitu selesai menata makanan yang mereka bawa, pelayan itu undur diri.

"Tapi, ini benar-benar tidak disangka. Aku tidak akan mengira kau pada akhirnya akan menggantikan posisi ayahmu," ujar Rangga.

Coni hanya tersenyum mendengarnya. Setahun kebelakang ini sudah terjadi banyak hal. Coni yang menjabat sebagai CEO perusahaan cabang mau tidak mau harus mengurus perusahaan utama, yang artinya tugasnya semakin banyak.

Ketika mereka masih kuliah, Coni sama sekali tidak memiliki niat untuk menggantikan posisi ayahnya. Menjadi CEO utama bukan keinginannya sejak kecil, terlalu merepotkan karena tanggung jawab yang di pegang sangat besar.

Coni juga sebenarnya tidak memiliki keinginan untuk menjadi apapun, dia hanya ingin mengurus perusahaan cabang, setidaknya cukup untuk menghidupi dirinya dan keluarganya kelak. Tapi, tampaknya takdir ingin ia melakukan hal lain.

"Ayah jatuh sakit, kanker darah stadium II, karena ayah juga sering membicarakan kematian, akhirnya mau tidak mau aku harus naik tingkat." Coni mengambil gelas minumnya, menyesap sedikit untuk membersihkan tenggorakannya. Entah kenapa tenggorakannya terasa sakit ketika sudah membicarakan mengenai keluarganya.

Rasa bersalah menyeludup ke dalam hati Rangga. "Maaf," lirihnya pelan.

"Tidak apa-apa. Tidak perlu dipikirkan. Mungkin memang sudah waktunya aku menggantikan ayah." Coni menyimpan gelasnya. "Ditambah bukan hanya itu alasan kenapa aku mau menggantikan ayah."

"Oh, benarkah? Tapi, apa tidak apa-apa membahas hal ini bersamaku? Ya, terlepas dari aku temanmu, bisa saja aku menggunakan informasi untuk 'menjatuhkan'-mu'kan?" tanya Rangga penasaran.

Coni tertawa. "Kamu mungkin ambisius, tapi aku tahu kau tidak sekejam itu. ditambah, ini bukan informasi serius. Hanya alasan yang ingin aku ungkapkan sendiri."

Coni terdiam sejenak, Rangga yang melihatnya hanya bisa menunggu. Dulu, Coni bisa dibilang sangat supel. Orang periang yang pernah ia temui saat kuliah. Ketika dalam pertemuan, dia seakan-akan menjadi pusat perhatian karena candaannya yang akan membuat orang-orang di sekitar tertawa. Senyuman lebar akan selalu menghiasi wajah tampannya, tawa juga sering keluar dari bibir itu.

Sekarang, Rangga seperti melihat orang asing, bukan Coni yang ia kenal dulu ketika ia kuliah. Mungkin setahun kebelakang ini, dia memang mengalami banyak hal hingga bisa sependiam ini.

"Aku sedang mencari adik perempuanku."

Rangga berkedip, mencoba mencerna omongan Coni. "Eh? Apa?! Maksudmu Nara diculik?!"

"Tidak-tidak, aku tidak sedang membicarakan Nara. Aku sedang membicarakan adikku yang lain, anak kedua keluarga Elwood, Cana."

"Cana? Aku tidak tahu kau punya dua adik."

Coni tersenyum kecil. "Memang tidak ada yang pernah membicarakannya, perintah ayahku."

"Ayahku memiliki tiga istri, ibuku, ibu Cana dan ibu Nara. Kejadiannya sudah lama, singkatnya istri kedua ayahku meninggal dan Cana entah dibawa kemana oleh ayah dan istri ketiganya. Kami hanya tahu kalau kami tidak boleh membicarakan Cana dan ibunya dengan orang lain," ujar Coni dengan pikiran yang mulai berkelana.

"Tentu saja aku kesal, aku dan adikku baru saja pulang bersama ibuku untuk pergi berlibur dan ketika baru sampai rumah, aku malah disuguhi berita bahwa aku tidak boleh membicarakan mereka."

TARGETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang