BAB 12

156 31 3
                                    

10 tahun yang lalu.

Hujan mengguyur dengan deras, rintikan air hujan turun membasahi jalanan membuat para pejalan kaki mempercepat langkah kaki mereka untuk mencari tempat teduh. Pejalan kaki yang sudah siap siaga membuka payung mereka dan terus melanjutkan perjalanan mereka.

Pria berusia tiga puluh tujuh tahun itu membuka payungnya. Dengan sebelah tangan yang bebas tidak memegang gagang payung, dia menggendong gadis kecil yang melangkah bersamanya agar tidak terkena cipratan air hujan, memastikan gadis bersurai hitam legam itu tidak terkena cipratan air hujan. Akan sangat merepotkan jika gadis ini jatuh sakit.

Gadis itu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher pria bersurai coklat itu, menggesek hidungnya lalu menutup mata hingga dengkuran halus terdengar. Pria itu berjalan dengan langkah lebar menuju sebuah limosin yang terparkir. Seorang pria dengan jas formal langsung sigap membuka pintu ketika melihat Pria itu mendekat.

"Selamat sore, Tuan Nicholas."

Nicholas hanya menggangguk lalu masuk ke dalam limosin, memastikan kepala gadis kecilnya tidak terbentur. Gadis itu melenguh sedikit, merasa terganggu dengan pergerakan Nicholas yang tiba-tiba.

Nicholas mengusap kepalanya, membuat si gadis kecil kembali tertidur dengan kedua tangan memeluk erat leher Nicholas. Limosin melaju dengan cepat menuju sebuah mansion. Supir memarkirkan mobil di depan pintu mansion. Si supir berjalan dengan cepat keluar dari mobil agar bisa membuka pintu untuk Nicholas.

Nicholas turun dari mobil dan langsung masuk ke mansion, disambut dengan sepasang suami istri. Suami istri itu langsung menyuruh seorang pelayan untuk menyiapkan kamar untuk gadis yang tertidur di pelukan Nicholas.

"Nicholas, senang sekali bisa bertemu denganmu."

Pria itu mengangguk. "Kau tidak berubah sama sekali, Samuel. Seperti biasa tersenyum seperti orang bodoh."

Samuel Joash meringis. "Kawan, lidahmu masih tetap berulah, ya?"

"Nicholas, aku tidak tahu kau sudah menikah? Kenapa kau tidak mengundang kami?" tanya Fanny melihat gadis kecil yng berada dalam pelukan Nicholas.

Samuel yang sadar langsung menatap Nicholas dengan sengit. "Kawan? Kau masih menganggapku, bukan?"

"Aku memang belum menikah dan tidak akan menikah, bocah ini aku pungut 2 bulan yang lalu dari tempat perbudakan manusia. Dia berada di sana ketika aku menghabisi semua orang." Nicholas mengelus pelan kepala gadis kecil itu ketika si kecil mulai menggesekkan hidungnya diceruk lehernya.

Fanny terkesiap, dia langsung menutup mulutnya dengan ekspresi terkejut lalu menatap gadis kecil dipelukan Nicholas. "Pe-perbudakan? Maksudmu, anak ini diculik lalu dijual?"

"Sepertinya dia tidak diculik, terlihat dia sengaja dijual ke tempat perbudakan itu. Gadis ini jelas bukan berasal dari keluarga biasa melihat responnya yang tenang ketika melihat pembantaian di depan matanya."

"Dia bahkan tidak menangis atau terlihat ketakutan?" tanya Fanny dengan lengan rampingnya mengelus lembut rambut kusut gadis itu.

"Tidak, dia bahkan tidak banyak tanya ketika aku mengajaknya ikut bersamaku."

"Tunggu, kau mau mengajari gadis kecil ini membunuh Nicho? Kau sudah gila?!" tanya Samuel sedikit terpicu emosi mendengar maksud lain dari Nicholas ketika mengajak gadis ini untung mengikutinya.

"Aku tidak akan memaksannya untuk menjadi pembunuh, tapi jika dia ingin hidup bersamaku, mau tidak mau dia harus mengikuti jejakku, bukan?"

Fanny mengelus bahu Samuel, berusaha meredakan emosi suaminya. Sebagai seorang Ibu, tentu saja dia ingin mengatakan protesnya kepada Nicholas. Mau bagaimanapun, dia memiliki putri bungsu yang terlihat seumuran dengan gadis itu.

TARGETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang