Vena termasuk sebagai pembunuh 'senior', dihormati oleh orang-orang dunia bawah, memiliki koneksi dengan beberapa mafia, banyak rumor mengatakan bahwa sedari kecil Vena sudah menjadi seorang pembunuh bayaran.
Entah itu benar atau tidak, tetapi ketika pertama kali Leslie memasuki dunia bawah, Vena sudah ada di sana. Vena terkenal dengan wanita yang memiliki kepribadian lemah lembut, menyukai binatang, penyayang anak kecil dan tentu saja sangat menjaga juniornya.
Benar-benar penampilan yang akan menipu banyak orang. Mungkin, tidak ada yang akan percaya bahwa Vena adalah seorang pembunuh. Pembunuh yang sangat berani untuk melakukan pekerjaannya di depan banyak orang tanpa merasa takut.
Sesuai dengan julukan yang ia dapat, wanita peracun. Dia membunuh korbannya dengan racun yang ia miliki. Vena membuat racunnya sendiri sehingga hanya dia saja yang mempunyai penawarnya.
Anehnya, racun tersebut akan langsung menghilang begitu saja dari tubuh korban sebelum diindetifikasi oleh polisi. Begitu efeknya selesai bekerja di tubuh korban, racun itu akan langsung menyatu dengan darah dan berubah menjadi sel darah.
Vena adalah salah satu tipe orang yang sangat Leslie benci. Terlalu banyak wajah yang Vena miliki. Dia sering menjebak korbannya dengan mengajak mereka berkencan dan Vena akan dengan sengaja memegang tangan korbannya.
Dia akan memastikan korbannya makan/minum menggunakan tangan dan akhirnya tewas di tempat, Vena hanya akan berpura-pura panik dan menangis. Lalu dia akan membersihkan tangannya selagi tidak ada yang melihat.
Selama ini, Vena belum pernah tercurigai oleh polisi, ditambah dia sering mengganti bentuk wajahnya dengan topeng kulit, make up, dan wig hingga keberadaan Vena semakin tidak terdeteksi.
Leslie kembali menatap Vena dengan tajam, menanti jawaban wanita hampir setengah abad di depannya ini.
"Kau tidak perlu curiga seperti itu, aku sudah berhenti menjadi pembunuh bayaran sejak 3 bulan lalu."
Leslie menaikkan alisnya, tidak percaya dengan alasan yang Vena berikan kepadanya.
Vena yang sadar Leslie tidak mempercayainya hanya menghela napas. Juniornya yang satu ini memang tidak pernah terlihat ramah di depannya dan juga dengan yang lainnya. Biasanya, para juniornya akan berkelakuan baik (tapi mungkin bisa jadi ada yang berpura-pura juga) di depan Vena dan para senior lainnya.
Sayangnya, Leslie bukan tipe orang seperti itu. Dia mengatakan apa yang ada di kepalanya, berkelakuan sesuai dengan kata hatinya. Dia tidak pernah melihat lawan bicaranya, bahkan jika ucapannya dikategorikan sebagai tidak sopan, Leslie akan tetap mengatakan apa yang hatinya inginkan. Munafik tidak bisa disandingkan dengan Leslie, sangat tidak cocok sama sekali.
Pertama kali Leslie memasuki dunia bawah, Vena selalu menyimpan perhatian lebih padanya. Usia Leslie yang masih sangat belia saat itu, membuat Vena merasakan dorongan dari hatinya bahwa dia harus memperhatikan Leslie dari jauh. Ditambah, ada alasan lain mengapa Vena memperhatikan Leslie.
Vena melepaskan apronnya. "Aku sudah tidak muda, usiaku sebentar lagi akan menginjak setengah abad. Aku tidak tau kapan maut akan menjemputku hari ini? Besok? Lusa? Tidak akan ada yang tau kapan neraka memanggilku, jadi mungkin untuk bertobat di usia sekarang tidak terlalu buruk."
"Walaupun sebenarnya, agak sedikit terlambat jika aku ingin bertobat sekarang. Tetapi, selama ada waktu untuk bertobat, kenapa tidak? Toh, aku pernah dengar bahwa tidak ada kata terlambat untuk bertobat"
Vena menatap Leslie yang hanya memperhatikannya dalam diam, senyuman merekah diwajah Vena. "Aku hanya ingin merasakan bagaimana pekerjaan normal dan rasanya menjalani hidup tanpa merengut nyawa."
"Lagian, menjadi pelayan keluarga ini tidak buruk, aku bisa jadi mata keduamu kan untuk menjaga keluarga ini dari dalam," ujar Vena dengan nada 'aku tahu kau ingin memanfaatkan ku'.
Leslie tidak berkomentar dan Vena anggap jawaban itu sebagai ya. Vena memegang kenop pintu hanya saja sebelum keluar, dia kembali melihat Leslie yang sudah berbaring.
"Apa aku boleh tahu keadaan nya?"
Leslie terdiam sejenak, memikirkan jawaban yang pas untuk pertanyaan Vena.
"Dia sudah tenang disana."
Leslie bisa mendengar tarikan napas dari Vena. Lalu Vena langsung menutup pintunya setelah mengucapkan selamat malam pada Leslie. Dia yang masih menatap langit kamar tamu dengan sebuah pemikiran yang baru saja terlintas di kepalanya.
Bertobat, kah?
-TARGET-
"Kalian benar-benar tidak ingin diantar oleh sopir kami?" ini adalah sekian kalinya nyonya Joash menawarkan Devian dan Leslie yang sekarang sudah berada di depan pintu utama mansion Joash.
Devian tersenyum kaku. "Terimakasih nyonya, tapi itu tidak perlu. Kami sudah merepotkan kalian semua karena sudah bermalam disini." Devian melirik Leslie yang tampaknya tidak ada niatan untuk sekedar berbasa-basi, malah tampaknya dia sangat sibuk dengan motor kesayangannya.
"Ya ampun, itu tidak perlu kalian pikirkan, lain kali datanglah untuk bermain ke sini. Kami akan merasa senang jika kalian mau bertamu kembali."
Devian hanya mengangguk, mengiyakan perkataan nyonya Joash. Leslie yang sudah terlihat siap membuat Devian cepat-cepat undur diri. Dia menggendong tas gitar Leslie lalu menaiki motor. Leslie menancap gas dan langsung pergi dari kediaman Joash. Seluruh anggota Joash menatap motor Leslie yang semakin menghilang di pandangan mata.
Vena yang diam-diam di belakang menatap kepergian Leslie hanya tersenyum dan melambaikan tangannya dengan pelan. "Semoga kamu selalu aman."
-TARGET-
Leslie menghentikan motornya di depan café yang berada di dekat apartemennya. Mereka berdua masuk lalu mengambil bangku yang berada di pojok. Seorang pelayan menghampiri mereka dengan sebuah buku di tangannya.
"Jadi, bisa kau jelaskan mengapa Tuan Joash menyuruhmu menjadi bodyguard dadakan? Aku tahu kau sedang menyembunyikan sesuatu dariku, Leslie." Devian membuka percakapan mereka.
Leslie mendengus, tahu bahwa akhirnya Devian akan membahas topik ini. Pelayan datang membawa pesanan mereka, Devian berterimakasih pada pelayan tersebut dan pelayan itu kembali pergi.
Leslie mengambil gelas kopi lalu menyeruputnya sedikit. "Hanya perjanjianku dengan seseorang."
"Seseorang? Yang mengajarimu cara membunuh?" Devian menyuapkan wafflenya, menatap Leslie yang sedang menikmati kopinya.
"Bisa dibilang seperti itu."
Devian mengigit garpunya sejenak. "Aku kira kau belajar sendiri, ternyata kau punya mentor, ya?" dia memotong waffle lalu memasukkannya ke dalam mulutnya.
"Itu hanya masa lalu."
Devian hanya mengangkat bahunya, menghabiskan sarapannya yang tersisa. Sambil menunggu Devian, Leslie meminum kopinya secara perlahan, menikmati pemandangan orang-orang yang berlalu-lalang. Tidak lama kemudian, Devian sudah selesai dengan sarapannya.
"Jadi, bagaimana sekarang? Kau tidak mungkin kan menerima semua permintaan untuk menambah beban dosamu? Ditambah, setahuku keluarga Joash memiliki banyak acara tradisi, pasti mereka akan sering memanggilmu." Devian meminum kopi yang sudah mulai mendingin.
Leslie menyimpan cangkirnya, menatap kopinya sejenak. "Kuserahkan itu padamu."
Devian hanya mengangguk, tahu bahwa akhirnya Leslie akan melimpahkan tugas itu padanya. Dia kembali meminum kopinya, melihat Leslie yang sedang melamun, entah memikirkan apa.
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
TARGET
Action"Senapan, kematian dan darah adalah hal yang pas untuk menggambarkanku." - Leslie. Si penembak jitu, yang dikenal dengan julukan The Silent Nightmare. Si pembawa kematian yang misterius. Dan misterius itu terbongkar dengan fakta yang mengejutkan...