BAB 03

819 139 9
                                    

Leslie memakan mie instannya sambil menikmati acara di televisi. Sesekali komentar keluar dari bibir Leslie ketika melihat adegan aneh di acara tersebut. Leslie yang mulai bosan mengganti saluran tv. Layar terus menampilkan adegan yang berbeda hingga layar terhenti di saluran berita.

Telah ditemukan jasad seorang pria yang diduga merupakan salah satu narapidana yang berhasil kabur dari penjara daerah B. Narapidana itu di duga sudah kabur sejak 3 minggu yang lalu dan kemudian ditemukan tewas dalam keadaan tertembak di 3 tempat yang berbeda.

Layar mulai memperlihatkan seorang wartawan yang tampaknya sedang mewawancarai seorang polisi. Leslie menyimpan mangkuknya di meja dan memperhatikan berita itu dengan serius.

"Apakah ditemukan sesuatu di sekitar jasad?"

Polisi itu terlihat enggan untuk mengatakannya. "Di dekat jasad itu ditemukan pin Thanato, pin milik si penembak itu."

"Thanato? Penembak? Aku?" gumam Leslie masih terlihat bingung.

"Sebenarnya kami enggan mengatakan ini, tetapi berkat penembak itu, dia sudah membuat para warga sudah mulai tenang karena narapidana itu sudah mati." Polisi itu benar-benar terlihat enggan untuk mengatakannya.

Pip!

Leslie mengerjap pelan, dia mengambil ponselnya lalu membuka berkas yang dikirim oleh Devian. Leslie menggaruk tengkuknya ketika melihat bahwa target yang harus ia bunuh ternyata narapidana yang ada di tv.

Ternyata aku sudah membunuhnya.

Dering notifikasi terus terdengar dari ponsel khususnya. Leslie membuka notifikasi tersebut dan mendapati pesan dari Devian.

Devian Borik

KAU PEMALAS SIALAN!

KAU BILANG AKAN TIDUR, TAPI TERNYATA KAU MEMBUNUHNYA!

Setidaknya kalau sudah kabari aku, Bodoh!

Dan minta maaflah padaku, kau sudah memarahiku kemarin :")

Aku langsung tidur, jadi, aku lupa.

:)

Kenapa aku harus menjadi partner mu? :")

Oh, Tuhan! Berikan aku stok kesabaran yang banyak T^T

Leslie menyimpan ponselnya tanpa membalas pesan dari Devian. Baru saja dia pergi untuk berganti baju, ponselnya kembali berdering. Leslie mengambil ponselnya dan membaca pesan yang ia dapatkan.

Leslie mengigit bibirnya, dia membalas pesan itu dengan cepat lalu mematikan ponsel. Dia bergerak menuju kamarnya untuk berganti baju. Hari ini, dia harus melakukan sesuatu.

-TARGET-

Rangga membuka berkas, membacanya dengan teliti, tangannya tidak berhenti untuk mencoret-coret berkas itu ketika mendapati hal yang tidak dia inginkan.

Tok tok!

"Masuk!"

Pintu terbuka dan menampilkan Leslie dengan baju serba hitam dengan sebuah topi. Dia menghampiri Rangga yang terlihat masih fokus dengan berkasnya.

Leslie yang sudah tepat di depan Rangga mengetuk pelan meja Rangga, agar bisa mendapatkan perhatian Rangga. Rangga yang sedari tadi membaca berkas di tangannya mulai menatap gadis di depannya.

"Kau membawa yang aku inginkan?"

Leslie memberikan sebuah map tebal berwarna coklat kepada Rangga. Rangga mengeluarkan isi map tersebut dan mulai membacanya.

Menunggu Rangga selesai dengan mapnya, Leslie memperhatikan ruangan Rangga untuk mengusir rasa bosannya. Rangga menyimpan isi berkas dan menatap Leslie. Seperti biasa, pekerjaan Leslie akan selalu membuat Rangga puas. Rangga mulai mengeluarkan sebuah kuintasi lalu menulis nominal uang disana.

Selain menjadi seorang pembunuh bayaran, Leslie memilih informan sebagai pekerjaan sampingannya. Leslie hanya bisa bekerja untuk satu orang jika bayarannya sesuai dengan keinginannya.

Untuk sejauh ini, belum ada orang yang bisa membayarnya melebihi harga yang ditawarkan oleh Rangga.

"Aku harap kau mempertahakan cara kerjamu, Leslie." Rangga memberikan kertas itu kepadanya. Leslie melihat sejenak kertas itu lalu menyimpannya di saku jaketnya. Dia mengangguk lalu berjalan keluar dari ruangan Rangga.

"Leslie."

Leslie yang hampir memegang kenop pintu berbalik, menatap Rangga dengan tatapan bertanya.

"Kerja bagus." Rangga mengeluarkan seringainya. "Terimakasih sudah menjaga adikku."

Leslie terdiam, lalu kembali tersadar bahwa Rangga tahu pekerjaan utamanya, Leslie hanya mengangguk. Pintu terbuka dan terlihat Rilli memegang buku catatannya.

"Tuan, sudah waktunya untuk rapat bersama perusahaan Farmon Company."

Rangga berdiri lalu menatap Leslie dengan tatapan ramah, "Terima kasih, aku harap aku bisa mengandalkanmu."

Leslie hanya mengangguk lalu ikut keluar bersama Rangga. Leslie berjalan menuju lift, sedangkan Rangga dan Rilli berjalan menuju ruang rapat. Leslie yang baru setengah jalan memutar badannya lalu menatap punggung Rangga yang menjauh.

"Bukannya itu perusahaan Ramon dan Alex? Untuk apa Ramon melakukan rapat dengan perusahaan ini? Apa yang dia inginkan?"

Leslie mendengus, dia menggelengkan kepalanya lalu kembali berjalan. "Aku tidak akan pernah mengerti bagaimana isi otak tunangan si bodoh itu." Leslie memutar kedua matanya lalu menekan tombol lift.

Dia memasuki lift lalu menekan tombol paling bawah. Tidak lama kemudian, pintu lift terbuka. Leslie berjalan keluar dari perusahaan itu dan bergerak menuju apartemennya.

Leslie menghela napas, "Pekerjaanku semakin bertambah saja," gumamnya dengan pelan.

-TARGET-

Rosie yang sedang menikmati makan malamnya terkejut ketika mendapati bahwa kakaknya sudah berada didepannya. Rosie mengerjap matanya lalu kembali melanjutkan makan malamnya.

"Kak, ganti baju dulu sana."

"Nanti aja, Dek. Malas."

Rosie berdecih pelan, dia melanjutkan acara makannya dengan Rangga yang mulai mengikuti. Suasana hening menyeliputi acara makan mereka hingga Rangga membuka suaranya.

"Yang hampir membunuhmu itu sudah mati."

Rosie tiba-tiba terdiam. Dia menatap kakaknya dengan raut terkejut dan juga curiga, "Apa yang kakak lakukan padanya?"

"Kau tidak melihat berita, Rosie?" tanya Rangga ketika melihat raut wajah Rosie yang terlihat sangat terkejut, membuat Rangga mengambil kesimpulan bahwa adiknya tidak melihat berita yang sedang heboh di TV (atau mungkin bahkan dia sama sekali tidak membuka berita di ponselnya)

Rosie menggeleng, "Aku tidak pernah melihat berita, itu membosankan. Jadi, apa yang kakak lakukan padanya?"

"Dia dibunuh oleh si penembak itu."

"Penembak? Maksud kakak yang menggunakan pin Thanato?!"

Rangga menatap adiknya dengan jengah, "Siapa lagi kalau bukan dia? Apa ada pembunuh yang sedang popular dengan selain dia?"

Rosie membuka dan menutup mulutnya, terlihat tidak tahu harus berkata seperti apa. Rangga melihat adiknya meremat jaket yang ia yakini milik Leslie.

"Tapi, dia tidak terlihat seperti seorang pembunuh." Rosie memeluk jaket yang sering ia bawa. "Ia bahkan mau menolongku," gumamnya lirih.

Rangga hanya terdiam, lalu mengeluarkan napasnya. "Kakak harap kau tidak melakukan sesuatu yang membuatmu dalam bahaya." Dia berdiri, melangkahkan kakinya menuju kamar untuk berganti baju. "Kakak mau mandi dulu."

Cukup lama ia terdiam, Rosie segeramenghabiskan makan malamnya. Dia memakai jaket hitam dari Leslie lalu pergi keluar rumah. 

To be continued

TARGETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang