BAB 16

48 6 3
                                    

Rosie terus mengedarkan pandangannya, mencari si kakak yang tiba-tiba menghilang. Matanya terus berkeliling lalu membulat ketika melihat kakaknya keluar dari dalam mansion. Rosie memasang wajah masam ketika melihat kakaknya dengan santai berjalan menghampirinya. “Kakak dari mana aja? Kok tiba-tiba ngilang,” rajuk Rosie kepada Rangga.

“Kakak tadi ada urusan dulu sama Kak Coni,” jelas Rangga dengan lengan yang bergerak mengelus kepala Rosie. "Maaf, ya."

Rosie awalnya ingin melanjutkan rajukan memutuskan untuk mengangguk. Jarang sekali kakaknya mau meminta maaf seperti ini.

Alula menepuk bahu Leslie, wajahnya terlukis senyuman manis ketika melihat Leslie yang menatapnya datar. Leslie melepaskan gandengan di lengan Rangga lalu membiarkan Alula menariknya menuju meja yang berisi berbagai macam makanan. Alula mengambil sepotong kue lalu menyuapkannya ke Leslie, gadis bersurai coklat itu tersenyum ketika Leslie menguyah dengan lahap. Alula mulai membuka pembicaraan mengenai pesta ulang tahun Rosie yang hanya dibalas anggukan oleh Leslie dengan mulut yang sibuk mengunyah kue.

Malam semakin larut membuat angin menghembuskan udara dingin, para undangan mulai berdatangan ketika acara semakin mendekati inti acara. Rosie berada ditengah panggung dengan kedua orang tuanya dan Rangga yang berada disampingnya, Rosie meniup lilin di kuenya yang disambut tepuk tangan meriah oleh para tamu. Acara sambutan dan pemontongan kue berlangsung hingga mereka sampai di penghujung acara.

Pesta perayaan ulang tahun Rosie berakhir meriah, pesta ditutup dengan pertunjukkan kembang api yang indah ditambah penampilan dari penyanyi-penyanyi ternama yang sengaja di undang oleh orang tuanya. Tengah malam menyambut mereka dengan pemandangan gerlap bintang yang bersinar, tamu yang menghadiri pesta mulai meninggalkan halaman mansion. Semua kado di bawa ke kamar kosong agar Rosie bisa membuka kadonya dengan leluasa.

Teman-teman Rosie mengucapkan perpisahan kepadanya lalu pergi meninggalkan mansion ketika jemputan mereka sudah datang. Alula dan Leslie yang sudah mengganti gaun mereka dengan pakaian kasual lalu pamit undur diri kepada Tuan dan Nyonya Joash.

“Ini sudah malem, loh. Daripada pulang malem-malem gini, mending kalian nginep aja,” tawar Nyonya Joash merasa khawatir.

“Gapapa, Tante. Leslie katanya ada urusan terus aku juga gak enak ngerepotin tante,” jawab Alula dengan senyuman menghiasi bibirnya. 

“Duh, kalian ini gak ngerepotin, kok.”

“Hehe, gapapa, Tante. Aku bareng sama Leslie, kok.”

Nyonya Joash pun dengan berat hati mengiyakan kepergian mereka. Alula sekali lagi melambaikan tangannya lalu dia menaiki motor dan melaju kencang membelah jalanan menuju apartemen Lesley.

Sekitar satu jam mereka habiskan diperjalanan hingga akhirnya motor berhenti di basement gedung apartemen Leslie. Suasana basement terlihat kosong seperti biasa, bahkan ketika mereka menaiki lift pun sama, tidak orang satu pun. Angka tujuh belas menyala di atas pintu lift, lalu pintu terbuka.

Leslie mengulurkan tangannya untuk membuka kode pintunya. Ketika pintu sudah terbuka, Alula lebih dahulu masuk dengan malas dan merebahkan dirinya di sofa. Dia menghela napas dan memejamkan matanya, merasa semua rasa lelahnya tiba-tiba berkumpul di tubuhnya. Leslie pergi menuju kamarnya, lalu kembali lagi menghampiri Alula dengan satu container kecil dan tas laptopnya.

“Nih.”

Alula menyipitkan matanya lalu mengambil container tersebut dan menemukan pembersih make-up miliknya. Dia mengeluarkan peralatannya dan sebuah kaca yang berada di container tersebut lalu mulai membersihkan make-upnya. Leslie yang menunggu memutuskan untuk membuka laptopnya dan mulai mengetik sesuatu dengan cepat.

“Gimana kesan pertama sama Rosie?” tanya Leslie untuk mengisi keheningan diantara mereka.

“Rosie? Gak gimana-gimana, sih. Anaknya baik, supel juga, sama … apa ya, sometime she gives me some bad vibes. Mungkin karena dia tipikal anak orang kaya yang pengen pamer terus kali, ya?”

Alula meletakkan kapasnya yang sudah kotor lalu mengambil kapas yang lainnya sambil berujar, “Tapi, dia sama sekali gak mirip sama orang tuanya, ya? Apalagi sama kakaknya," ujarnya dengan lengan yang sibuk mengusap wajahnya dengan kapas yang sudah dibasahi dengan cairan make-up remover.

Leslie menghentikan ketikannya sejenak lalu melirik Alula. “Yang bener?”

“Loh? Masa gak notice? Iya, tau. Dia sama sekali gak mirip sama orang tuanya. Mungkin karena Rosie ngambil gen resesif orang tuanya kali, ya? Jadi, dia sama sekali gak mirip sama siapapun di keluarganya. Cuman, sifatnya juga gak ada kemiripan sama keluarganya, jadi agak aneh gitu. Ya, anak bungsu emang suka beda sendiri, tapi ini bener-bener beda banget.”

Alula yang sudah mengeluarkan komentarnya terdiam lalu menatap bingung kepada Leslie yang masih sibuk dengan laptopnya. “Tapi, kok kamu bisa-bisanya gak notice? I mean, it's you we talking about."

“Aku gak pernah merhatiin Rosie sedetail itu.”

Alula terdiam lalu membulatkan mulutnya, kepalanya mengangguk paham dengan perkataan Leslie. Lengannya kembali fokus membersihkan make-upnya, memastikan wajahnya benar-benar bersih.

“Tuan Nicholas gak ngasih tau apa-apa sama kamu? Kayak mungkin putri bungsunya yang nyetrik atau gimana gitu?”

“Di surat wasiatnya cuman tercantum harus melindungi.”

Ketika Nicholas dikabarkan tewas, di hari itu pula sebuah surat datang kepadanya, berisi wasiat mengenai aset yang dimiliki Nicholas dan juga permohonan terakhirnya, di mana dia harus menjaga keluarga Samuel sampai Samuel bisa pensiun dengan tenang.

Bagi Leslie, Nicholas merupakan sesosok ayah baginya di dunia ini, dia yang mengajarinya bagaimana bertahan hidup dengan cara apapun, dia yang mengajarinya untuk tidak pernah menjadi sesosok naif di dunia ini, dan dia juga sesosok pahlawan baginya ketika dia dijual oleh ibu tirinya sendiri. Bahkan ayah kandungnya tidak pernah mempercayai semua perkataanya.

Sebenarnya, Leslie bisa belum percaya bahwa Nicholas sudah tewas. Namun, dia juga tidak ingin mencari informasi yang sebenarnya mengenai Nicholas. Bisa saja Nicholas sengaja menyebarkan kabar bahwa dia sudah tewas karena dia ingin merasakan ketenangan yang tidak pernah dia rasakan selama dia hidup. Nicholas selalu mengatakan bahwa suatu hari nanti dia ingin hidup sederhana sebagai seorang kakek tua di perkebunan dengan tujuh anjing menemaninya. Rumahnya harus memiliki lahan yang luas sehingga dia bisa berkebun dengan leluasa dan mempunyai peternakan agar dia tidak perlu selalu pergi ke kota untuk membeli makanan.

Alula melepaskan satu softlens yang berwarna coklat yang dia gunakan untuk menyembunyikan iris birunya, tungkainya dia gerakkan menuju kamar mandi untuk mencuci mukanya. Beberapa menit kemudian Alula selesai dengan wajahnya, dia menghampiri Leslie dan membantunya untuk membersihkan make-up di wajah gadis bersurai silver itu. Leslie yang tidak terganggu tetap menggerakkan jemarinya di keyboard laptop miliknya, mencari beberapa informasi yang dia inginkan.

"Mata kamu masih nyaman?" tanya Leslie tiba-tiba.

"Hah? Nyaman, kok. Aneh banget pertanyaannya." Alula menggerutu dengan lengan yang mengusap wajah Leslie dengan kapas.

"Gak butuh mata baru?"

"Enggak! Mata aku udah biasa aja," tegas Alula. "Cuman sebulan pertama aja gak nyaman, sisanya aman-aman aja, kok. Lagian, orang gak bakal tau aku operasi bola mata. Rosie aja ngiranya aku pake softlancenya sebelah."

Leslie terdiam dan mengangguk pelan. Alula kembali mengusap wajah Leslie hingga bersih lalu menepuk pundaknya. "Sana, pergi cuci muka sama mandi dulu sebelum ke laptop lagi. Sama buka sekalian kulit palsunya."

Leslie hanya mengangguk langsung mengikuti perintah Alula, Alula hanya menggelengkan wajahnya lalu mengumpulkan kapas kotor untuk dia buang. Gerakan tangannya terhenti lalu dia terdiam sejenak menatap kapas kotornya.

"Masa Leslie tidak memperhatikan Rosie?"

To be continue

TARGETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang