BAB 01

2.5K 207 20
                                    

Kamar luas dengan barang-barang mewah yang memenuhinya menunjukkan kesan glamor dan mewah. Menandakan si pemilik kamar merupakan sesosok yang sangat kaya. Seorang pria bertubuh tambun dengan kepala botak berada di kasur kamar itu sedang tertidur pulas.

Kejadian berlangsung dengan cepat, sebuah peluru menghancurkan kaca jendela dan menembus kepala si pria tambun. Si botak itu tewas seketika, tanpa ada teriakan berarti. Suara pecahan kaca itu membuat bodyguard yang berjaga langsung berlari menghampiri kamar majikan mereka.

Si bodyguard mengetuk pintu sekaligus meminta persetujuan untuk masuk, mendengar tidak ada yang bersuara, bodyguard mendobrak pintu dan mendapati majikannya sudah terkapar dengan kepala yang terus mengeluarkan darah.

Di sisi ranjang terdapat sebuah pin dengan gambar sebuah senapan dan pedang yang saling bersilangan dengan warna emas dan latar berwarna hitam yang dilingkari oleh akar-akar berduri sehingga sisa dari pin itu berwarna putih.

Bodyguard itu langsung menelpon ambulans dan kepolisian. Para pelayan yang terbangun karena suara ribut di kamar majikan mereka mulai menangis histeris, memikirkan bagaimana nasib mereka karena kehilangan pekerjaan.

Di lain tempat, Leslie hanya bisa memperhatikan dari teropong senapan yang mengarah ke kamar targetnya.

Leslie berdecak malas, "Membosankan." Dia mengeluarkan ponselnya lalu mengirimkan beberapa pesan kepada asistennya bahwa permintaan kliennya sudah terpenuhi.

Leslie memasukkan kembali ponselnya lalu melihat beberapa mobil polisi dan ambulan sudah berada di depan rumah mewah itu. Leslie berdiri dan pergi dari lokasinya dengan senapannya yang berada di pundaknya.

"Aku lapar."

-TARGET-

TING TONG, TING TONG

Suara bel membuat Leslie terbangun dari tidurnya. Dia menggeram, lalu dengan tergesa-gesa dia turun dari ranjang dan keluar dari kamar, berjalan untuk membukakan pintu.

Leslie membuka pintu dan mendapati seorang tukang pos menatapnya dengan wajah yang merona. Penampilannya memang berantakan karena baru bangun tidur jadi wajar kalau mungkin sekarang dia terlihat seksi.

Tukang pos itu memberikan Leslie sebuah surat. Setelah Leslie mendapatkan suratnya, Leslie berterima kasih lalu langsung menutup pintu apartemennya. Dia menguap lalu berjalan menuju kamarnya.

Leslie membuka surat itu lalu mendapati sebuah cek dengan jumlah uang yang tidak bisa di bilang sedikit. Leslie menghela napas, dia mengacak-acak rambut peraknya dengan pelan. Setelah sampai di kamarnya, cek yang ia pegang ia simpan di sebuah kotak yang penuh dengan cek-cek lainnya. Dia kembali menuju kasurnya dan melanjutkan tidurnya.

-TARGET-

"Tuan, hari ini anda mempunyai pertemuan dengan Farmon Company. Lalu setelah pertemuan, ada jadwal makan siang dengan CEO Benazir," ujar seorang wanita telah selesai membaca jadwal tuannya.  Jadwal tuannya ini padat bukan main.

"Apa makan siang itu tidak bisa aku batalkan, Rilli?" Terlihat sekali bahwa dia tidak ingin menghadiri acara makan siang itu.

Rilli tertawa pelan. "Maaf Tuan Rangga, itu tidak bisa dibatalkan. Mohon bersabar menghadapi putri Tuan Benazir."

Rangga menghela napas. Jika dia tidak ingat bahwa perusahaan Benazir merupakan teman ayahnya, dia akan membatalkan acara makan siang itu.

"Ah, Nona Rosie juga ingin bertemu dengan Anda setelah melaksanakan pertemuan."

"Biarkan saja dia datang, mungkin dia ingin merengek meminta sesuatu." Rangga mengusap pelipisnya, dia membuka pintunya, sebelum dia masuk, Rangga berbalik menatap Rilli.

"Tahan siapapun yang tidak memiliki urusan penting untuk bertemu dengan saya."

"Baik, Tuan."

Rangga memasuki ruangannya lalu menutup pintu ruangannya. Rilli kembali duduk di mejanya lalu mulai membereskan pekerjaannya yang tertunda. Rangga melonggarkan dasinya.

Rangga duduk di kursinya, memijat pelipisnya untuk mencoba menghilangkan rasa pusing di kepalanya. Rangga mulai mengambil berkas untuk pertemuan dengan Farmon Company. Di tengah seriusnya saat dia sedang membaca, pintu ruangan Rangga terbuka dengan keras.

Rangga terkejut. Dia hampir saja memarahi orang yang membuka pintu ruangannya, tapi berhenti karena melihat Rosie yang terlihat gembira berada di depan ruangannya.

"Kak Rangga!"

"Masuklah, Rosie. Jangan lupa untuk menutup pintunya!"

"Iya-iya."

Rosie menutup pintunya lalu menghampiri Rangga yang terlihat menutup berkasnya. Rosie memeluk tangan kakaknya dengan girang. "Kakak, boleh aku minta sesuatu?"

"Apa?"

"Minggu depan sekolahku ngadain acara terus dari pihak keluarga harus dateng, Kakak dateng, ya?"

Rangga menghela napas pelan. "Gak bisa, Dek. Kakak lagi sibuk."

Rosie mengerucutkan bibirnya. "Harus bisa! Sebentar doang kok, Kak."

"Gak bisa, Kakak sibuk."

"Ih, Kakak! Sebentar doang, kok!"

"Gak bisa ya gak bisa, Dek!"

Rosie langsung terdiam. Dia terkejut saat Rangga tiba-tiba membentaknya. Rosie menunduk lalu mengangguk. Dia mengigit bibirnya dengan keras, menahan tangisnya yang hampir keluar.

"Kakak gak perlu bentak aku, aku tau aku ganggu Kakak kerja. Maaf."

Rosie melepaskan pelukannya lalu berlari keluar meninggalkan Rangga. Rangga menghela napasnya dengan kasar lalu mengacak rambutnya. Dia lupa kalau adiknya tidak suka dibentak.

-TARGET-

Rosie duduk di kursi taman. Dia hanya sedang menenangkan diri. Dia tahu, dia seharusnya tidak egois seperti itu. Hanya saja, Rosie iri. Kedua orang tuanya sibuk dengan bisnis yang berada di luar negri, sedangkan Kakaknya tidak ada bedanya dengan kedua orang tuanya.

Rosie hanya merasa kesepian dan iri kepada teman-temannya. Dia memang tidak dikucilkan oleh teman-temannya, tetapi dia ingin sesekali keluarganya datang ke sekolahnya.

Rosie menghela napas, dia berdiri lalu berjalan keluar dari taman. Dia berjalan sambal melihat sekitar. Keluarganya terlalu sibuk dengan pekerjaan, tidak pernah mau untuk meluangkan waktu agar bisa bersama.

Rosie juga terus menerus dipaksa agar bisa menjadi yang terbaik di kelasnya. Dipaksa menjadi orang lain, saat dia protes, keluarganya hanya bilang bahwa ini semua demi kebaikannya di masa depan.

"Bohong, ini semua bukan demi kebaikanku, ini semua demi kebaikan kalian."  Rosie hanya bisa meluapkan rasa kesalnya pada hati kecilnya. Dia tidak punya tempat pelampiasan. Keluarganya mendidik agar Rosie tidak terlalu mengeluarkan emosinya.

Itu lah kenapa Rosie paling berbeda di keluarganya.

Rosie menghela napas, dia mengeluarkan ponselnya lalu berniat menghubungi supirnya. Saat dia ingin menyalakan ponselnya, dia melihat bayangan orang yang berada di belakangnya.

Penampilannya serba tertutup. Rosie berbalik dan melihat orang yang berada di ponselnya tidak ada. Rosie langsung panik. Rosie tahu orang itu, dia salah satu yang mengincar nyawanya.

Rosie langsung berlari sambal mengotak atik ponselnya. Saat dia sudah bisa menelpon, tangannya ditarik oleh seseorang. Orang itu menariknya hingga memasuki gang kecil, mereka memasuki gang itu hingga ujung.

Orang itu melemparnya ke sana. Rosie langsung jatuh terduduk. Dia menatap orang yang melemparnya dan melihat penampilannya sama persis seperti yang berada di ponselnya.

Rosie mundur secara perlahan saat melihat orang itu megeluarkan pisau dari tangannya. Rosie menutup matanya saat melihat orang itu berniat menyerangnya. Bersiap menerima rasa sakit yang akan ia dapatkan.

Dor!

To be continued

TARGETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang