Melihat keuwu-an orang lain

48 8 1
                                    

Maka tersenyumlah,agar kamu bisa pergi tanpa perlu lagi menyiksa hati. Bahagia untuk segala hal yang terjadi dan tetap kuat atas segala yang akan terjadi pada hidup ini.

Sheila menutup buku diary-nya. Matanya yang tadinya tertuju pada buku berwarna pink itu kini beralih memandang sepasang kaki yang masih mengenakan sepatu sekolah.

Sheila menatap malas pada sepatu yang menempel di kakinya. Tali sepatunya sudah dia lepas namun Sheila begitu mager untuk mencopot sepatunya. Sebenarnya, bisa saja Sheila memakai sepatunya di dalam rumah tapi Sheila kasihan dengan pembantunya, apa yang Sheila lakukan pasti akan menambah pekerjaan pembantunya itu apalagi baru saja hujan deras dan sudah pasti sepatu yang Sheila kenakan lumayan mengotori lantai.

"Yuhu, Sheila ku" panggil seseorang dari balik gerbang rumah Sheila.

Dengan malas Sheila berjalan menuju gerbang rumahnya. Membukakan gerbang berwarna abu-abu yang lumayan berat untuk dia dorong seorang diri, tapi Sheila tetap bersikeras membukanya sendiri dan berkat usahanya gerbang rumahnya terbuka.

Sheila menghela nafasnya sambil menghusap wajahnya gusar melihat kedua sahabatnya yang sudah berdiri didepan gerbang rumahnya dengan tangan Revan merangkul bahu Miska.

Apakah mereka kerumah Sheila cuma untuk pamer ke uwu-an?

"Lemes amat neng" goda Revan sambil mencolek dagu Sheila. Sheila berdecak lalu melayangkan tatapan mautnya.

"Ampun mbak jago" kata Revan menyatukan kedua tangannya meminta maaf lalu bersembunyi di belakang tubuh Miska. Miska terkekeh dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah Sheila tanpa seizin Sheila.

"Sebenarnya yang punya rumah gue atau kalian sih?" tanya Sheila sewot kepada kedua sahabatnya yang not have akhlak itu.

"Rumah sahabat sama dengan rumah sendiri Shei" ujar Miska sambil memakan makanan yang tersaji di atas meja Sheila tanpa malu,  emang mereka punya urat malu?

"Ck, jadi kalian para bucin ngapain kemari, hah?" ucap Sheila didepan wajah Miska dan Revan secara bergantian.

"Emangnya enggak boleh ya, main kerumah sahabat sendiri" ujar Miska dengan raut sedih di buat-buat.

"Ck. Iya-iya tapi gue enggak mau ya kalian disini untuk pamer keuwuan" jelas Sheila.

Revan menggeleng"Kalau itu enggak bisa Shei. Bawaanya gue pengen ngelakuin yang terbaik aja buat perempuan yang ada disebelah gue ini" ucap Revan sambil melirik ke arah Miska lalu mengacak-acak rambut Miska.

Sheila bergedik jijik mendengar perkataan Revan. Ayolah perkataan Revan terlalu berlebihan membuat Sheila iri.

Dan Miska, dia tersedak mendengar perkataan Revan, terkejut sekaligus baper dengan perkataan kekasihnya itu.

Dengan sigap Revan mengambil air yang ada di depannya dan memberikannya kepada Miska, Miska langsung menegak minuman itu hingga tandas.

Revan menggerakkan badannya kesamping melihat wajah Miska yang memerah akibat tersedak, membuat Revan menyunggingkan senyumnya.

"Cantik" batin Revan

Miska pun ikut membalikan badannya menghadap Revan saat dia merasa Revan sedang memperhatikannya secara diam-diam.

"Makasih udah jadi pacar yang siap siaga untuk aku" ujar Miska. Revan mengangguk dan tersenyum lembut sambil tangan kirinya memegang lembut pipi Miska dan tangan kanannya mengelap ujung bibir Miska yang basah dengan tissu.

Sheila mendudukkan bokongnya di depan sofa Miska dan Revan. Menghela nafas dan memejamkan kedua matanya, berharap dia diberikan kesabaran untuk melihat keuwu-an kedua sahabatnya itu.

Sheila melotot dan menahan nafasnya kala Revan semakin mendekatkan wajahnya ke Miska, Sheila sudah tidak bisa menahan lagi, bagaimana pun Sheila masih dibawah umur untuk menyaksikan tontonan ini.

"Revan anjrit apa yang mau lo lakuin ke Miska, lo ya emang anjrit lo!" teriak Sheila sambil melempar bantal ke wajah Revan.

Revan meringis saat bantal yang Sheila lempar benar-benar mengenai wajah tampannya. Aduh bagaimana jika Revan tidak tampan lagi apakah Miska akan tetap mencintainya atau tidak. Ottoke

"Eh maaf Shei. Si Revan kadang gila" ujar Miska malu-malu kucing.

Sheila menatap nyalang kearah Miska dan Revan secara bergantian membuat kedua sahabatnya itu tidak bergeming dan ketakutan, wajah Sheila saat ini benar benar sangat menakutkan seperti ingin memakan Miska dan Revan.

Sheila kedapur meninggalkan kedua sahabatnya yang sedari tadi menahan nafas mereka ketakutan.

"Lo sih" ujar Miska menyenggol lengan Revan, Revan yang tidak terima di salahkan lalu menyalahkan kembali Miska.

"Kok lo, kamu sayang kamu, harus di ubah cara ngomongnya kalau engg--"

"Iya-iya kamu sih Sheila marah tu"

"Kok aku sih sayang, yang aku lakuin mengalir sendiri dalam diri aku kalau aku deket-deket sama orang yang aku sayang" kata-kata Revan benar-benar membuat pipi Miska memanas.

"Gombal lo samsul" ujar Sheila saat dirinya kembali dari dapur dengan tangan memegang pisau dan buah apel.

Revan dan Miska meneguk ludak mereka. Semakin mendekatkan diri mereka satu sama lain. Bergedik ngeri melihat sahabatnya itu.

Apakah sahabatnya itu seorang psikampret eh psikopat. Aish hanya tuhanlah yang tau.

"Revan lo geser, gue mau di tengah" Revan menggeser dirinya menjauh dari Miska membiarkan Sheila berada di tengah mereka berdua. Lebih baik dia mengalah dari pada dicincang jadi sate kambing kan payah urusannya.

"Jadi kalian berdua ada maksud apa kerumah ini" ujar Sheila. Sheila menancapkan pisau yang tadi dia pegang ke buah apel hijau yang tadi dia bawa dari dapur. Hal yang sederhana tapi mengundang semburat ketakutan dari kedua sahabatnya itu.

"Eum jadi gini Shei, jadi sebenarnya kita berdua mau ngajak lo holiday"

Sheila mencipitkan matanya "Mau holiday?" ulang Sheila.

Miska dan Revan mengangguk

"Anggap aja sebagai pajak jadian kita berdua"

Sheila tampak menimang perkataan Miska. Baiklah sepertinya Sheila butuh refreshing.

"Okedeh, gue mau" ucap Sheila.

Miska dan Revan mencungkan kedua jempol mereka serempak membuat Sheila kembali berdehem keras.

****


DREAM IS FUTURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang