Part 7

18 6 0
                                    

Mohon untuk tidak copy paste! Hargai sesama penulis!

Mohon untuk tidak copy paste! Hargai sesama penulis!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kami pun selesai makan di kantin. Waktu istirahat pun telah habis, kami sudah kembali ke kelas dan sekarang waktunya kembali ke pelajaran di kelas

Tanpa terasa waktu berputar begitu cepat, bel pulang berdering begitu kerasnya. Aku segera menyambar tas di laci bangku dan berjalan keluar kelas di temani Kania.

Kami sampai di depan gerbang sekolah, aku dan Kania menunggu jemputan masing-masing, Kania di jemput oleh sopirnya dan aku menunggu Arfaaz, karena aku akan di antar pulang olehnya.

"Ayuk! Pulang bareng aku aja Nara," ujar Kania saat mobil jemputannya telah datang. Aku menggeleng karena menunggu Arfaaz.

"Gak usah Kania, aku tunggu Arfaaz aja," sahutku. Kania mendesah kecewa namun tetap tersenyum ke arahku.

"Ya udah, hati-hati ya," Kania menutup pintu mobil, perlahan mobil yang di tumpangi Kania menjauh dari pandanganku.

Kania  termasuk anak orang kaya, ayahnya mempunyai perusahaan tekstil terbesar di kotaku, sementara aku hanyalah anak yang terlahir dari keluarga sederhana. Ayahku bekerja sebagai buruh pabrik rokok,   sementara ibuku hanyalah ibu rumah tangga biasa yang setiap harinya mengurus pekerjaan rumah tangga. Meskipun begitu Kania memiliki sikap rendah hati dan tidak sombong, dia tidak memilih-milih teman. Aku bersyukur mempunyai sahabat sepertinya. Walaupun persabatan kita kadang di bumbui pertengkaran kecil, namun sampai kini kita tetap menjadi sahabat.

Arfaaz datang membawa sepeda motornya.

"Inara, ayo naik! Malah bengong," tegur Arfaaz, aku seketika menoleh.

"Lama banget," keluhku, namun aku tetap membonceng di belakangnya.

"Tadi ada urusan," sahut Arfaaz, sepeda motor pun melaju.

"Kamu sibuk gak, besok?" tanya Arfaaz melirikku melalui kaca spion.

"Nggak," singkatku. Kami harus berbicara nyaring, karena suara bising yang di timbulkan oleh kendaraan lain.

"Ayuk kerumahku, mamaku kebetulan ada di rumah. Aku ingin kenalin kamu sama mama," ucap Arfaaz.

Besok adalah hari minggu.

"Okey, mau jemput jam berapa?" tanyaku memeluk pinggang Arfaaz.

"Jam delapan, aku stand by," sahut Arfaaz tanpa menoleh karena sibuk menyetir.

"Sip, aku tunggu, sebelum jam delapan aku udah siap-siap," ujarku.

"Okey," sahut Arfaaz.

Akhirnya aku sampai di depan rumah, Arfaaz melirikku intens, membuatku tak nyaman.

"Kamu kok makin hari makin cantik aja Inara," ujarnya tersenyum menatapku. Aku segera turun dari sepeda motornya.

"Gombal," aku mencubit pipi mulusnya.

Barisan Para MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang