Part 16

16 1 0
                                    

Terima kasih yang sudah mampir ke ceritaku ya....jangan lupa Vote dan comment.

Mohon untuk tidak copy paste!!! Hargai sesama penulis!!!!

Mohon untuk tidak copy paste!!! Hargai sesama penulis!!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Arfaaz POV

Menjelang sore, kuhidupkan mesin sepeda motor. Setelah menghangatkan mesin, aku bersiap melajukan sepeda motor secara perlahan keluar dari kos.

Semenjak ibuku tidak menyetujui hubungan kami (hubungan aku dan Inara) maka ku putuskan untuk keluar dari rumah. Aku akui, ibuku memiliki niat baik untuk tidak membiarkan fokusku terpecah. Beliau menginginkan aku menamatkan pendidikannya dulu. Namun, aku sudah beranjak dewasa dan bebas menentukan jalanku sendiri. Setidaknya, aku masih bisa ditahap wajar dan tidak salah jalan hingga tersesat dalam kenakalan remaja. Aku masih bisa mengontrol diriku sendiri, jadi alasan itu sangat tidak masuk akal. Meskipun aku dan Inara berpacaran, aku masih bisa belajar tiap hari. Masih aktif ikut kegiatan eskul disekolah dan semua kegiatan pembelajaran.

Aku sampai didepan sebuah rumah sederhana ber cat hijau. Aku mematikan mesin  dan membuka helm. Segera aku turun dari sepeda motor, dan melangkah mengetuk pintu.

Pintu dibuka dan memperlihatkan seorang cowok yang seumuran denganku tengah berdiri dan menatapku.

"Ngapain kesini terus, nyet!" kesal Yafi, aku sering mampir ke rumahnya hanya untuk menghilangkan rasa sepiku dikosan yang tidak memiliki teman untuk bicara. Yafi dan aku sudah lama kenal, Yafi adalah teman terdekatku ketika SD. Kami sering main bersama dan nongkrong, keakraban aku dan Yafi bukan saja terjalin disekolah tapi juga dikehidupan sehari-hari.

"Baru aja kemarin ke sini," Yafi duduk dikursi dan menatapku jengah.

"Bosan gak punya temen," aku ikut duduk dikursi disebelah Yafi.

"Main futsal yuk," ajakku, Yafi tampak enggan ku ajak.

"Lu tau gak, sekarang gue ada jadwal ngajak si Adeeva ngedate hari ini?!! Ganggu aja lu," keluh Yafi. Tentu saja aku tertawa.

"Gue ikut," ucapku, Yafi tampak frustasi. Menahan kesal, aku lihat itu.

"Lah! Ngapain? Mau jadi obat nyamuk lu!!!?" Yafi mencak-mencak.

"Dari pada gue kesepian, Mending ikut aja," ucapku menatap Yafi. Fokusku beralih ketika ada langkah kaki medekat.

"Eh, nak Arfaaz,"  sapa seorang perempuan setengah baya tersenyum menyapa ke arahku. Ibu Yafi habis dari ladang, itu bisa dilihat dari barang-barang yang tengah ia bawa.

"Sudah lama disini?" Tanya ibunya Yafi. Menaruh cangkul yang dibawanya ke pojok ruangan.

"Barusan sampe tante," sahutku langsung salim.

"Yafi, temennya di ajak makan," ujar ibunya Yafi menoel bahu anaknya. Aku merasa tidak enak harus merepotkan keluarga ini.

"Ngapain ngajak dia makan, entar makin betah dia gak mau pulang," sahut Yafi, aku menahan tawa mendengar perkataannya. Mungkin dia kesal karena jadwal ngedate_nya terganggu karenaku.

"Gak boleh gitu," tegur ibu Yafi menggeplak tangan anaknya.

"Tidak usah tante,  saya sudah makan," tolakku halus.

Ibu Yafi perlahan masuk ke dalam rumah. sementara aku dan Yafi masih duduk diteras. Aku melirik Yafi, tampaknya dia mengetik sesuatu diponselnya. Lantas menatapku sekilas, lalu sibuk lagi dengan ponsel ditangannya.

"Ayo kalau main futsal!" ajaknya kemudian.

"Gak jadi emangnya? Katanya mau ngedate," sahutku.

"Adeeva gak bisa hari ini, katanya harus nemenin nyokapnya ke arisan," Yafi menaruh ponselnya. Lantas berlalu ke dalam, mengganti pakaiannya.

Kami lanjut pergi, setelah Yafi sudah berganti pakaian.

_
_
_

Yafi duduk disebelahku, tangannya sibuk mengelap keringat yang mengucur didahinya. Setelah kami selesai bermain futsal,  kami duduk di tribun penonton.

"Kalau gini, bawaannya laper dan haus," ujar Yafi melirikku.

"Lu gak haus?" Tanya Yafi.

"Ya haus lah," sahutku sambil mengusap peluh yang menetes dipelipis.

"Yuk, ah! Pergi ke warung bok Inem," ajaknya, Yafi berdiri lebih dulu lalu diikuti olehku.

Kami berjalan bersama keluar dari gedung futsal dan keluar mencari makanan terdekat. Jujur saja, energiku terkuras dan aku sangat lapar sekali.

Kami sampai diwarung tenda tepat didepan gedung futsal, Yafi duduk didepanku.

"Es teh, dan nasi uduk dua ya mbok," ujarnya santai kepada perempuan matang yang bernama mbok Inem. Perempuan itu mengangguk, lantas pergi dari hadapan kami untuk menyiapkan hidangan pesanan kami.

Aku lantas melirik Yafi yang tengah sibuk memakan kerupuk diatas meja.

"Tumben lu sekarang main ke rumah gue terus?!" Tanya Yafi menatapku. Aku menghela nafas dan memandang Yafi.

"Sumpek dikosan," sahutku.

"Ada masalah dirumah? Kenapa?" Yafi menyodorkan sebungkus rokok untukku. Dia sahabatku yang paling peka rupanya.

"Ada masalah sama nyokap," sahutku singkat tanpa ingin bercerita lebih jauh, Yafi manggut-manggut dan seperti paham akan maksudku yang tidak ingin mengetahui lebih dalam lagi. Aku percaya padanya, tapi aku tak ingin bercerita apapun tentang keadaanku sekarang. Permasalahan internal aku dan mama cukup aku saja yang tahu.

"O," singkatnya, tatapan Yafi langsung teralihkan ketika pesanan kami sudah datang. Yafi mendorong  pelan piring makanan ke arahku dan segelas es teh tepat didepanku.

"Makan biar punya tenaga, gue lihat muka lu kek orang pucat," canda Yafi, aku terkekeh mendengar perkataanya.

"Sip," ujarku menyesap es teh didepanku sebentar lantas lanjut menyantap nasi uduk setelah membaca doa makan.

Setelah beberapa menit akhirnya kami selesai makan, setelah selesai ku bayar pesanan kami. Aku perlahan keluar dari warung tenda diikuti Yafi dibelakangku, kami melangkah bersama menuju parkiran gedung karena setelah ini kami akan pulang ke rumah.

Tbc

Dipublikasikan oleh TansahElingdd pada tanggal 18 Januari 2024

Semoga kalian suka dengan cerita yg aku buat ini, jika ada kalimat atau kata yang kurang tepat kalian bisa memberi krisar dengan bahasa yg baik ya. Terima kasih sudah tetap stay disini🤗

Barisan Para MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang