Bagi siapapun yang mengcopy paste isi seluruhnya atau sebagian dari cerita ini. Demi Allah aku gak ikhlas dunia akhirat, jadilah penulis yang hebat dengan mengarang sendiri, bukan dari hasil mencuri!
Inara, gadis cantik idaman semua pria. Tak pelak...
Assalamualaikum semua. Masih adakah yang tetep stay di cerita ini?
Jangan lupa beri tanda bintang dan juga komennya juga ya🤭
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tanpa terasa waktu berjalan begitu cepat, aku melirik jam di pergelangan tanganku, harus berapa lama lagi aku menunggu kedatangan Arfaaz.
Sekarang aku sudah berdiri di depan gerbang sekolah, sudah lima menit aku menunggu kedatangannya. Dia tadi mengirimiku sebuah pesan singkat, yang mengharuskan aku menunggunya saat pulang sekolah. Arfaaz bilang akan mengantarku pulang ke rumah.
Tapi, setelah lima menit menunggu. Sosok yang ku tunggu tidak menampakkan batang hidungnya. Aku mulai kesal, marah dan lelah. Perasaan itu campur lebur menjadi satu.
Ku buka tasku, mencari ponsel di sana. Setelah kunci keypad ponsel telah di buka. Aku segera menekan gambar telepon, mencari kontak Arfaaz dan menghubunginya lewat panggilan telepon.
Tuuuuuttttttt
Akhirnya dia menjawab teleponku.
"Halo," ucap suara di seberang sana.
"Halo Ar, kamu kemana sih? Aku udah capek nih nungguin kamu?" ujarku kesal.
"Ya ampun Nara, sabar dong. Bentar lagi aku selesai nih," sahutnya. Terdengar nada kesal di sana.
"Emangnya kamu lagi ngapain sih di dalem sana?" tanyaku.
"Latihan basket lah," sahutnya lagi.
"Bilang kek dari tadi, kalau udah tau gitu aku gak bakal nunggu!" aku mulai kesal.
"Jadi cewek gak sabaran banget," ucap Arfaaz.
"Bukan gak sabaran, tapi kayaknya kamu gak ngehargain aku. Kalau kamu ada latihan basket, mending gak usah nyuruh aku nunggu kayak gini! Aku capek!" kesalku.
"Kamu egois banget jadi cewek," lagi dan lagi jawaban Arfaaz bikin aku jengkel. Dia yang salah, malah tidak mau di salahkan. Ku akhiri sambungan telepon, aku segera memasukkan benda pipih yang tadi ku pegang ke dalam tas.
Bis berhenti tepat di hadapanku setelah tanganku memberi kode untuk berhenti. Segera aku menaiki bis, pulang tanpa menunggunya. Perubahan sikap Arfaaz terjadi pada hubungan kami yang menginjak tiga tahun. Sedikit demi sedikit aku mulai mengetahui tentang sifatnya.
Dalam kegundahan hati yang tiada usai, aku menumpahkan kekesalanku dengan meremas tas yang di pegangku. Nafasku turun naik, betapa sakit di dada ini mengingat perkataannya barusan.
Bis berjalan dengan cepat melewati gedung-gedung bertingkat. Sorot mataku memandang ke luar jendela, tapi pikiranku melayang entah kemana. Otakku berpikir keras, mencari sebab dari perubahan sikap Arfaaz yang kurasakan hari ini. Apakah dia sudah mulai bosan denganku? Apakah sudah tidak ada cinta lagi di matanya untukku? Ataukah ada perempuan lain yang telah mengisi relung hatinya selain diriku?
Berjuta-juta tanya ada dalam benakku, entah yang benar itu yang mana. Aku juga bingung dengan perubahannya.
💞💞💞
Bis pun berhenti di depan gang rumahku, namun aku masih belum menyadarinya.
"Neng, udah sampai," bapak setengah baya yang menjadi kernet bus menghampiriku. Aku tersentak, dan merogoh saku di depan tasku, mencari ongkos. Lalu ku serahkan uang sepuluh ribuan lusuh kepadanya.
Aku turun dari bis, berjalan memasuki gang untuk sampai di depan rumah. Pikiranku lagi-lagi mengingat perkataan Arfaaz tadi. Aku kecewa, jujur. Tak pernah ku sangka Arfaaz akan berkata demikian. Kalimat-kalimat Arfaaz masih terngiang di telingaku. Berputar-putar terus di ingatanku, seakan putaran kaset yang tiada henti. Aku masih ingat bagaimana dia mengatakan aku wanita yang egois. Apakah benar aku yang egois?
Sampai di rumah, aku segera berganti baju. Lalu berjalan menuju meja makan. Hari ini ibu memasak Cumi pedas dan sayur labu siam. Aku menyendok nasi dan lauk pauk dan menaruhnya di piringku. Tapi, lagi-lagi aku mengingat kejadian hari ini. Nafsu makanku langsung buyar, aku jadi tak bersemangat lagi. Ketika hendak meninggalkan meja makan, ibu menghampiriku.
"Inara mau kemana? Habiskan dulu makanannya nak, gak baik buang-buang makanan. Sama saja buang rezeki," tegur ibu. Aku kembali, diam tanpa kata lalu segera menyendok nasi serta lauk ke dalam mulut, meski rasanya perutku mulai tak nyaman di buatnya. Mungkin karena aku terlalu memikirkan kejadian tadi.
Selesai makan, aku membantu ibu mencuci piring kotor. Meski moodku kurang baik, aku usahakan untuk membantu ibu dalam pekerjaan rumah.
"Kamu kenapa sih Inara? Ada masalah?" tanya ibu di sela kebersamaan kami. Aku melirik ibu sekilas seraya melanjutkan membilas piring yang telah di beri sabun pencuci piring.
"Nggak kok bu," singkatku. Ibu tersenyum ke arahku. Senyum hangatnya tak pernah pudar, meski terkadang aku dan Zea sering ribut dan bertengkar. Namun ibu tak pernah sedikitpun marah pada kami. Ibu malah sering memberi nasehat daripada memarahi. Ibu adalah sosok yang sangat lembut dan penyayang.
"Kalau ada masalah lebih baik di ceritakan saja, hal yang dipendam itu akan membuat perasaanmu tak nyaman. Tidak ada salahnya kan bercerita?! Meski tidak mengurangi beban masalah yang kita rasa, namun menceritakannya akan membuat hati kita plong atau lega loh, Inara," ujar ibu menatapku, aku menghentikan gerakan mencuci piringku, ku tatap manik mata ibu. Kulihat ada kedamaian di sana. Aku terdiam mencerna ucapannya, akhirnya dengan pasti aku bertanya.
"Ibu, boleh Nara bertanya?" ujarku kemudian, ibu menoleh sekilas. Lalu mengangguk, memberi isyarat lewat tatapan mata kepadaku. Seakan menyuruhku cepat mengatakannya.
"Gimana caranya kita bisa mengetahui kalau laki-laki itu mencintai kita?" aku bertanya takut-takut, karena untuk pertama kalinya aku bertanya tentang hal ini pada ibu. Ibu menatapku, menghentikan gerakan mencuci piringnya.
"Laki-laki yang mencintaimu tidak akan pernah menyakiti perasaanmu, dia senantiasa menjagamu, setia kepadamu, dan menjaga kehormatanmu. Kamu tahu Inara? Laki-laki yang mencintai seorang perempuan tidak akan merusak harga diri seorang perempuan yang di cintainya. Sekalipun nafsu menguasai diri, namun dia bisa menahan hasratnya. Pertahankan laki-laki yang pantas untuk di pertahankan, dan tinggalkan laki-laki yang tidak baik," aku manggut-manggut mendengar penjelasan ibu.
TBC
Jangan lupa vote dan komennya.
Trims yang sudah mampir ke karya author yang gaje ini... Salam sayang😍