Bab 18

16 1 0
                                    

Terima kasih yang sudah mampir ke ceritaku ya....jangan lupa Vote dan comment

Mohon untuk tidak copy paste!!! Hargai sesama penulis!!!!

Suasana sekolah tampak ramai saat jam pulang, aku berdiri disamping sepeda motor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana sekolah tampak ramai saat jam pulang, aku berdiri disamping sepeda motor. Tatapanku mengedar mencari sosok Inara diantara beberapa kumpulan siswi perempuan yang tengah berjalan keluar gerbang. Aku tanpa sadar melihat Inara diantara kerumunan siswa dan siswi, kulihat Inara tampak berjalan santai. Tatapan kami bertemu, namun Inara segera mengalihkan pandangan ke arah lain. Mungkin masih kesal karena ulahku tadi pagi.

"Ehem," Inara menoleh sekilas ketika mendengar suaraku.

"Yuk, pulang bareng," ajakku, aku siap-siap mau memakai helm.

"Aku mau naik bus," tolaknya halus tanpa menoleh ke arahku.

"Oh gitu," aku manggut-manggut.

"Tapi boleh kan aku mampir ke rumah kamu?" Tanyaku melirik Inara, Inara lantas menatapku dengan bingung.

"Ada perlu apa?" Tanyanya mengerutkan dahi, bertanya tentang keperluanku yg akan datang ke rumahnya.

"Ketemu Axel, aku kangen sekali. Pengen aku ajak jalan-jalan," ujarku sambil cengangas cengenges sendiri karena SALTING ditatap Inara.

"Oh, ok," singkat Inara akan beranjak pergi namun segera kutangkap pergelangan tangannya.

Inara menghembuskan nafas perlahan, Inara menoleh ke arahku dan melepaskan genggaman tanganku.

"Ada lagi yang perlu dibicarakan?" Ujarnya bersikap sok cuek, padahal dulu sangat BUCIN kepadaku.

"Gak ada sih," sahutku garuk-garuk kepala karena bingung harus berbicara apa lagi.

"Huft, buang-buang waktu saja," ucap Inara beranjak pergi dari hadapanku.

Aku menatap kepergian Inara dengan lekat sampai bayangan gadis itu menghilang dari pandanganku.

_
_
_

Aku merapikan rambut dengan menyisirnya menggunakan tangan. Setelah puas menatap bayangan dikaca spion, dan melihat penampilanku yang sudah sangat kece. Aku berjalan perlahan ke arah rumah sederhana, aku membuka pintu pagar dan mengucapkan salam.

Aku melihat wanita paruh baya tergopoh-gopoh membuka pintu.

"Eh nak Arfaaz," ujarnya mempersilahkanku masuk ke dalam rumah.

"Silahkan duduk nak," Tante Tarmi menyodorkan toples cemilan ke arahku namun ku tolak secara halus.

"Gak usah repot-repot tante," ucapku merasa tak enak hati.

"Gak repot kok, jangan sungkan-sungkan nak Arfaaz," ujar tante Tarmi ramah.

"Ya udah, tunggu disini saja ya. Biar tante panggilkan dulu Inara, kebiasaan anak itu jam segini masih tidur aja," ucap tante Tarmi berlalu ke dalam.

Tatapanku langsung tertuju ke arah Inara yang keluar dari kamarnya dengan wajah bantalnya. Ku perhatikan penampilan Inara yang tampak sederhana tanpa polesan make up, bahkan rambutnya berantakan.

Inara duduk dikursi dan menguap dengan lebarnya, untuk pertama kalinya dalam hidup aku melihatnya berpenampilan seberantakan ini didepanku. Padahal yang ku tahu Inara adalah sosok yang memperhatikan penampilan dan perfeksionis. Ini adalah sisi lain yang baru aku lihat, karena selama aku menjalin hubungan dengannya. Inara selalu rapi dan terlihat fresh ketika bertemu denganku.

"Hoam," sekali lagi Inara menguap dengan lebarnya tanpa JAIM dihadapanku.

"Sana kalau mau main sama Axel," Inara menunjukkan melalui sorot mata ke arah Axel yang tengah melintas didepan kami, tangan kanannya merapikan rambutnya yang berantakan dan menguncirnya.

"Aku pengen ketemu sama kamu, bukan sama Axel," Aku menggeleng dengan cepat dan berkata dengan  jujur.

"Tadi katanya mau ngajak Axel jalan-jalan," Inara mendengkus menatap ke arahku.

Aku terkekeh, jujur saja aku tadi berkata seperti itu hanya beralasan saja supaya bisa berdekatan dengan Inara, Axel lah yang menjadi tameng.

"Hehehe," aku nyengir melihat ekpresi Inara yang tampak kesal.

"Ganggu tidurku aja," keluh Inara membuang muka ketika tatapan kami tanpa sengaja bersitatap.

"Uluh...uluh...gitu doang langsung sensi, sabar dong," ujarku menaruh bungkusan yang kubawa sejak tadi ke atas meja.

"Apa itu?" Tanyanya menunjuk bungkusan plastik yang kutaruh diatas meja.

"Kesukaan kamu," sahutku. Sebulan sebelum hubungan kami kandas aku baru mengetahui makanan kesukaan Inara yaitu coklat dan bronis.

Inara tampak berbinar menatap bungkusan itu namun masih menjaga imej didepanku.

"Makasih ya sudah repot-repot membelikan makanan kesukaanku," ujarnya memandangku sekilas.

"Untuk orang yang aku sayang, apa yang gak aku bisa sih!" balasku spontan. Aku jadi merasa gugup karena sudah keceplosan, kulihat Inara jadi salah tingkah mendengar ucapanku.

Inara mengalihkan pandangan ke arahku, tatapan dinginnya berubah sendu. Entah apa yang ada dipikirannya.

"Aku bukain ya," aku merasa tak enak hati ketika melihat perubahan wajahnya, aku bertanya-tanya dalam hati ketika melihat raut wajah Inara yang mendadak sendu. Entah, aku tidak tahu karena apa. Aku mengerti posisi kami serba sulit, jujur saja aku masih mencintai Inara. Tapi, hubungan kami terpaksa kandas karena sesuatu hal.

"Gak usah, biar aku buka sendiri," Inara menggeser kardus bronis ke arahnya, tangannya dengan lincah membuka plastik kardus itu.

"Kamu mau?" Inara menggoyang-goyang bronis ditangannya ke arahku, tatapan matanya menunggu jawaban dariku.

"Mau-mau aja sih, asal disuapin," ujarku mesem-mesem didepan Inara, gerakan tangan Inara terhenti, Inara tampak mencibir.

"Dasar, modus!" umpat Inara memandangku dengan galak.

Tawaku langsung menyembur mendengar umpatannya, jujur saja aku menikmati suasana seperti ini. Melihatnya seperti itu membuatku terasa bahagia, aku tahu Inara tidak benar-benar marah padaku. Kalau memang dia membenciku, dia tidak akan pernah menemuiku. Jadi kusimpulkan, Inara masih mencintaiku tapi rasa gengsinya lebih besar sehingga menutupi perasaannya terhadapku.

Aku memandang Inara yang tengah makan, pemandangan didepanku ini seakan tak ingin kulewati. Melihat Inara sangat menyukai pemberianku membuatku  merasa senang dan bahagia.

"Uhuk...uhuk...," kulihat Inara tersedak tatkala bola matanya melirikku, tentu saja dia salting ditatapku sedemikian rupa.

"Makanya kalau makan pelan-pelan, buru-buru banget," ujarku menyodorkan air kemasan gelas plastik ke arahnya. Inara  meraih air kemasan yg ku sodorkan lantas meminumnya.

"Makasih," singkat Inara terlihat canggung.

Aku mendekat, tanganku menyampirkan rambut inara ke belakang telinganya, menatapnya dalam dan mengelus-ngelus kepalanya dengan gemas. Ku perhatikan Inara terkesan dengan aksiku, bisa kulihat pipinya mulai memerah.

"Cie baper," aku sengaja meledek Inara, Inara langsung memperlihatkan ekpresi masam.

"Apaan sih!" Inara langsung melengos dan memakan bronis ditangannya dengan ekpresi dibuat sejutek mungkin.

Tbc
Dipubklikasikan oleh TansahElingdd di wattpad pada tanggal 22 Februari 2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Barisan Para MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang