part 8

13 3 0
                                    

Mohon untuk tidak copy paste! Hargai sesama penulis!

Assalamualaikum semua, adakah yang masih stay di sini? Oho😁ini cerita gaje aku ya, jadi maaf kalau masih jauh dari kata sempurna. Apalah artinya aku ini, hanyalah author receh🤧

Author masih penulis pemula, jadi mohon bimbingannya. Jangan segan-segan untuk mengkritik karyaku, asal baik dan sopan bisa aku terima kok. Jangan pedes-pedes ya, karena yang pedes dan enak cuma sambel😁✌

 Jangan pedes-pedes ya, karena yang pedes dan enak cuma sambel😁✌

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam harinya, kami biasa berkumpul. Menikmati waktu bersantai setelah menjalani rutinitas harian yang melelahkan.

Kami sedang berada di ruang tengah, menonton televisi bersama.

"Ish! Itu cewek jahat banget," Zea menatap sebal adegan sinetron yang memperlihatkan seorang wanita yang menjambak dan membully sesama teman perempuannya. Bapak yang ikut menonton segera mengganti saluran Tv dengan pertandingan sepak bola. Kak Fariz yang awalnya tidak antusias berubah menjadi semangat dalam mensupport tim kesayangannya.

"Bapak?!" Zea menghentak-hentakkan kakinya kesal, karena acara menonton TVnya di ganggu.

Aku dan ibuk hanya menahan tawa.

"Udahlah Zea, lagian sinetron begitu di liatin. Kalau nonton sinetron itu yang bagus nilai edukasinya," ibu selalu bijak dalam hal apapun.

Zea tak menggubris perkataan ibu, dia segera memasuki kamarnya dan menutup pintu dengan begitu kerasnya. Aku dan ibu saling pandang dalam diam, terkejut dengan perilaku Zea.

Aku segera menuju ke dalam kamarku, merebahkan badanku di kasur. Kejadian tadi pagi masih teringat di pikiranku. Aku menghela nafas berat, aku tak menyangka selama ini  orang tua Arfaaz tidak merestui hubungan kami. Selama kami berpacaran tak pernah ku lihat Arfaaz bercerita tentang keadaan keluarganya. Semua berjalan baik-baik saja sebelum kejadian pagi tadi.

Aku kecewa sebenarnya kepada Arfaaz yang tidak bercerita padaku tentang orang tuanya yang tidak memperbolehkan ia berpacaran. Kenapa Arfaaz tidak pernah bilang padaku tentang hal ini, aku kan bisa saja menolak ajakan Arfaaz berpacaran kalau berakhir seperti ini.

Seandainya aku memilih tidak ikut dengan Arfaaz, mungkin kejadian tadi itu tak kurasakan. Aku jadi menyesal sendiri. Dalam ingatanku, tadi pagi aku seperti seorang wanita yang sangat bahagia. Tapi pada akhirnya hanya perih yang ku rasa. Haruskah aku mengakhiri hubungan ini? Walaupun aku harus memaksa untuk tetap bertahan, apakah akhirnya akan menjamin aku bahagia nantinya?

Aku mencoba memejamkan mata, ingin tidur. Namun adegan- demi adegan tadi pagi terus berputar kembali di otakku. Aku menjadi resah karenanya.

Barisan Para MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang