part 4

32 9 3
                                        

No copy paste! Hargai sesama penulis!

Tepat pukul empat sore, aku duduk di teras rumah, bersantai ria di waktu senja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tepat pukul empat sore, aku duduk di teras rumah, bersantai ria di waktu senja. Tatapanku melihat lalu lalang kendaraan roda dua yang melintas di depan rumah. Sambil memangku Axel, kucing kesayanganku. Suara deruman sepeda motor berhenti di depanku, namun aku terlalu fokus dengan pikiranku. Begitu tak menyadari kehadiran Arfaaz di depan mataku.

"Nara," Panggil Arfaaz.

"Nara!" suara Arfaaz meninggi satu oktaf karena aku tidak mendengarnya. Aku tersentak, lamunanku langsung buyar. Netraku langsung menatap ke arahnya. Arfaaz terlihat tampan sekali hari ini, dengan memakai atasan kemeja lengan pendek warna coklat serta celana jeans selutut warna hitam. Juga sneaker yang membungkus kakinya.

Aku memang akui Arfaaz sangat tampan, wajahnya putih mulus serta alis yang tebal, dan juga hidung mancung serta senyumnya yang menawan.

"Nara, aku minta maaf ya?!" ujarnya memegang tanganku. Aku segera menepis tangannya, ku lihat raut kecewa dari wajah tampannya.

"Kamu masih marah? Ok! Aku emang salah, seharusnya aku anterin kamu pulang dulu. Baru aku latihan basket," ujar Arfaaz menunduk.

"Siapa yang gak marah coba? Semua cewek kalau di gituin pasti marah dan jengkel," sahutku, Arfaaz menatapku. Kami saling menatap satu sama lain. Ku lihat ada penyesalan di manik matanya.

"Aku minta maaf Nara, aku janji gak bakal kayak gitu lagi," ucap Arfaaz memandangku. Aku meliriknya sekilas seraya mengelus-ngelus kepala Axel di pangkuanku. Arfaaz duduk di kursi tepat di sampingku.

"Kamu maafin aku kan?" Arfaaz tak berhenti mencari cara agar aku memaafkannya, kali ini dia sengaja membawa coklat kesukaanku. Aku terdiam menatap coklat yang di taruhnya di meja. Jujur aku masih enggan memaafkannya, tapi melihat coklat yang ku suka tepat di depan mataku, aku tak berhenti menelan ludah. Tapi dengan harga diriku yang cukup tinggi, aku sengaja tak menampakkan rasa suka sama sekali. Padahal kalau boleh jujur, aku sangat menyukai apa-apa yang berhubungan dengan coklat, entah itu kue, es krim, bronis dan berbagai macam olahan yang berbahan coklat lainnya. Pasti aku suka.

Arfaaz terlihat frustasi, dia berdiri dan melangkah gontai menuju sepeda motor yang di parkir di depan rumah. Aku meliriknya sekilas lalu menatap ke hal lain.

"Di makan ya, coklatnya," ujar Arfaaz mencoba tersenyum. Aku terdiam menatapnya, sebenarnya bukan aku tidak ingin memaafkannya. Tapi, aku hanya ingin memberikan pelajaran kepada Arfaaz supaya tidak mengulanginya lagi.

Arfaaz sekali lagi menatapku. Sebelum pergi, dia melambaikan tangan kepadaku. Memberi kode bahwa ia akan pergi.

Sepeda motor matic hitam perlahan pergi dari hadapanku. Aku menatap coklat pemberian Arfaaz dengan nanar. Aku segera menaruh Axel di kursi, lantas segera mencuci tangan di kran air di depan rumah. Selesai mencuci, aku kembali. Menatap coklat di hadapanku dengan mata berbinar.

"Orangnya kan sudah pergi, jadi tidak apa-apa kan jika aku memakannya?  Daripada mubazir," Pikirku. Dengan santainya aku membuka kardus warna merah yang berisi coklat batangan dan aneka macam olahan berbahan coklat lainnya.

Aku terkejut, bagaimana tidak. Di dalamnya ternyata ada berbagai macam olahan coklat seperti: bronis kering, roti coklat, dessert coklat, dan olahan kacang mente yang di balut coklat dan di bentuk seperti batangan.

Tanganku tergerak mengambil sepotong bronis kering, dengan cepat memasukkannya ke dalam mulut. Aku di buat melongo, rasanya sungguh enak sekali.

Tringg

Sebuah pesan masuk ke ponselku, aku meraih ponsel di meja. Tanganku dengan cekatan membuka layar kunci menggunakan tangan kiri, karena tangan kananku sedang memegang bronis coklat. Sambil memakan bronis coklat, aku membuka pesan yang masuk.

Sayangku😍
Wah, ternyata pacarku doyan banget ya, makannya😁

Aku tersentak kaget. Mataku langsung melotot. Apa????

"Uhuk...uhuk...uhuk," aku tersedak. Darimana Arfaaz tahu kalau aku memakan coklat pemberiannya? Bukankah dia sudah pergi?

Aku segera mengedarkan pandangan ke setiap sudut rumah, kiri dan kanan jalan tak luput dari tatapanku. Aku terlonjak kaget, ketika di kejauhan sana ku lihat Arfaaz tersenyum ke arahku. Aku jadi salah tingkah, aku tidak memaafkan orangnya, tapi memakan makanan pemberiannya? Sungguh memalukan.

Arfaaz perlahan pergi setelah melambaikan tangan. Kini perasaan malu tiba-tiba hinggap dalam diriku. Aku hanya memikirkan hari esok ketika aku berjumpa dengannya.

"Mau taruh di mana wajahku ini? Oh Tuhan," aku merutuki diri ini. Bertindak tanpa berpikir. Seharusnya aku memasukkan coklat itu ke dalam rumah terlebih dahulu. Baru aku memakannya. Bodoh! Aku menepuk jidatku.

"Ehem!" Aku menoleh, kini Zea berdiri tepat di belakangku.

"Lagi liatin apa sih?" Zea mengikuti arah pandanganku, dan tatapannya bingung tatkala tak menemukan siapapun di sana.

Aku tak menjawab pertanyaannya, aku segera melangkah kembali dan memakan makananku. Tak peduli tatapan mata Zea yang terlihat sebal kepadaku.

Zea duduk di sampingku, tangannya segera meraih coklat di dalam kardus. Ikut memakannya.

"Paling gak bisa liatin makanan nganggur!" ujarnya. Nyengir tak bersalah di hadapanku.

Tanganku segera menjitak kepalanya.

"Awas, jangan di habisin," ujarku menatap sebal ke arahnya.

Ibu yang lewat di depan kami, hanya geleng-geleng kepala melihat aku dan Zea.

Akhirnya, dengan kekuatan ekstra. Kardus yang berisi olahan coklat itu telah tandas. Aku dan Zea sepertinya kekenyangan. Aku merosotkan badan, kepalaku menyandar pada badan kursi, sementara kakiku entah sejak kapan sudah berada di atas meja dengan posisi seperti sedang berselonjor. Tak jauh beda dengan keadaanku, Zea juga terlihat sama.

"Makanya, kalau makan itu jangan rakus!" tegur ibu tersenyum geli melihat keadaan kami.

"Eeeerrrrkkkk," Zea bersendawa sangat keras sekali, membuat aku dan ibu tak bisa menahan tawa.

Tbc

Dipublikasikan pada tanggal : 18 Januari 2021

@tansahelingdd

Barisan Para MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang