• Act 2 Part 4

12 2 0
                                    

Bau ini .... Aku terbangun dengan bau getir yang sepertinya tidak asing. Tapi, apa? Sebab itulah aku lekas membuka mata.

Pandanganku buram sekali, dan lampu tepat di langit-langit itu membantu untuk fokus kembali. Kepalaku pening menerima cahaya yang masuk, hingga terpaksa mata ini berkedip-kedip untuk beradaptasi cepat.

Ah iya, aku tadi tertidur di gendongan Jeno saat kami berjalan mencari tempat yang aman digunakan untuk beristirahat dan bersembunyi.

Setelahnya suara Jeno terdengar dari arah kiri. "Sudah bangun, Na?" Aku ingin sekali bertanya-tanya di mana ini dan apa yang terjadi, tapi salah satu objek membuatku terkejut setengah mati.

Di kursi panjang depan sana ada Miss Jung. Keadaannya-lah yang membuatku membelalakkan mata. Leher beliau mungkin sudah tertutupi oleh kain kasa, tapi setebal apapun lapisannya, darah masih merembes. Nampaknya lukanya belum mengering.

"Kamu tidak apa-apa, Jaemin?" Miss Jung bertanya kepadaku dengan suara tenang, kebiasaan yang dilakukannya padaku akhir-akhir ini. Aku masih linglung, hanya mengangguk sebagai respon dan mataku teralih pada Jeno yang masih mengobati Miss Jung.

Dia sadar atas perhatianku, lalu mengangkat kepala dan tersenyum lucu seperti Jeno yang biasanya. "Maaf, ya. Gak ada kasur di rumah lain, di mana-mana cuma ada bambu itu." Jeno terlihat menyesal. Kemudian ia melanjutkan saat mengganti kain kasa Miss Jung, "Tapi udah aku bersihin, kok. Jangan khawatir."

"Orang sunda menyebutnya 'resbang'." Lantas kami terpaku mendengarkan Miss Jung berceletuk. Bagaimana bisa dia tahu? Resbang? Aku bahkan baru pertama kali mendengarnya.

"Miss Jung tahu dari mana?" aku menyahut. Lalu bangun dari tempat ini dan menciptakan suara derik memecah keheningan. Kepalaku berangsur membaik, walau di beberapa tubuhku terasa pegal.

Beliau mengaduh sebentar sebelum menjawab pertanyaanku. Kain kasa yang ditekan oleh Jeno untuk mengehentikan pendarahan mungkin mengundang rasa sakit. Jelas, aku sekilas melihat betapa ngeri koyakan yang ada pada leher Miss Jung. Melihat dia bertahan sampai saat ini tanpa kekurangan darah adalah keberuntungan tiada tara.

"Saya pernah belajar tentang kebudayaan suku di Indonesia saat pertukaran pelajar dulu. Tidak saya kira bahwa akan kembali ke negara ini, walau keadaannya buruk dan malah membawa kalian semua ke situasi bahaya ini."

Aku menyetujui ucapannya diam-diam. Tidak ada yang salah, beliau memang membawa bahaya kepada kami, muridnya yang tidak tahu apa-apa.

Kembali pada kesadaranku, aku melihat Miss Jung tersenyum sembari berterima kasih pada Jeno atas pengobatannya. Beliau lantas berujar, "Kalian anak pintar, membawa obat-obatan bahkan hanya untuk liburan saja." Lagi Miss Jung menoleh pada Jeno dengan senyumannya. "Jeno juga pintar memberikan pertolongan pertama."

"Terima kasih, Miss."

Aku masih penasaran bagaimana Miss Jung terluka sebegitu parah. Pasti ada sesuatu nan lebih berbahaya dari berbagai makhluk halus yang sempat mengejar kami tadi. Lihat saja, mungkin mereka semua bisa membunuh kami jika tidak cepat-cepat pulang ke tempat asal.

"Miss," aku memanggil, "Kenapa anda bisa terluka?"

Beliau menyentuh lehernya, sekilas dapat kulihat wanita itu menahan napas ketika menerima pertanyaanku. Wanita itu nampak tengah menyembunyikan sesuatu dan aku kini malah sedikit terganggu dengan hawa keberadannya. "Ceritanya panjang."

"Ceritakan." Oh, tidak sopankah aku telah lancang menitahkan seorang guru sendiri? Aku tidak peduli, seakan semua sopan santun yang diajarkan Ayah menghilang begitu saja di tempat asing ini. Aku hanya takut untuk mempercayai seseorang, juga ragu harus berada di sisi mana.

Keepers of The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang