"Gege."
"Hmm?"
Renjun menjatuhkan dirinya pada rumput sambil terengah. Dia luruskan kedua kaki pelan-pelan sambil meringis. "Aku capek."
Mendengarnya membuat Junkai jadi tidak enak hati. Mungkin ia terlalu memaksakan Renjun untuk terus berjalan tanpa sadar bahwa mereka punya tenaga yang berbeda. Orang dengan badan semungil itu mana bisa kuat kalau melangkah sampai berkilo-kilo jauhnya.
"Ya, udah kita istirahat dulu."
Bukan duduk seperti yang Renjun lakukan, pemuda itu justru membaringkan dirinya, menutup kedua mata dengan punggung tangan, kemudian berkata, "Kamu ikut tiduran juga." Lantas salah satu tangan yang bebas menarik ujung baju milik Renjun.
Perlahan dia peluk Renjun yang ikut berbaring setelah dia menarik tubuh mungil itu dan mendekapnya. "Kalau ada makhluk kayak tadi lagi?"
"Aku jagain. Aku gak bakal tidur."
Mau tidak mau Renjun turuti. Dia juga kelewat lelah, hingga kaki saja seperti sudah mati rasa. Tidak tahu bagaimana keadaan Junkai, kekasihnya. Takut kalau sewaktu-waktu pemuda itu lengah dan justru mencelakakan diri sendiri. Walau begitu, Renjun percaya sepenuhnya pada Junkai. Apalagi mereka sudah saling mengenal dan memahami sifat satu sama lain.
"Gege?"
"Apa?"
"Anak-anak ke mana, ya?"
Alih-alih menjawab, Junkai menutup mata Renjun dengan tangannya. "Udah, tidur aja." Ia tidak tahu harus menjawab apa. Tidak ada alat komunikasi yang berarti untuk saat ini, bahkan keberadaan mereka saja tidak dapat terbaca.
Junkai tahu, mereka tengah tersesat. Namun, tidak berani mengatakannya pada Renjun. Di lain sisi, Renjun juga tahu jika mereka memang tersesat, namun Renjun sangat menghargai sang kekasih yang tak ingin dirinya menjadi tambah panik karena hal ini.
Junkai memang orang yang sangat peka meskipun dirinya bukan seorang cenayang seperti Renjun.
"Gege ...."
"Hmmm ...," Junkai menyahuti Renjun.
"Xièxiè." Renjun Tersenyum manis pada Junkai, yang membuat Junkai terkesima melihat senyuman tulus sang kekasih kepadanya.
Renjun pun mengulurkan kedua tangan mungilnya menangkup rahang tegas Junkai, lalu mendekatkan wajahnya kemudian mencium bibir yang lebih tua begitu lembut. Junkai yang nampaknya mengerti pun ikut memejamkan matanya. Mengalungkan tangan si mungil di lehernya. Bukan ciuman panas, hanya sebuah ciuman yang menyalurkan rasa cinta dari masing-masing pihak.
Renjun yang mula merasa kehabisan nafas pun, perlahan menjauhkan wajahnya perlahan sembari tetap mempertahankan senyumnya.
"Xiexie ni wei wo zuo de yiqie ...." Renjun tulus mengatakannya kepada Junkai.
Junkai pun membalasnya dengan senyuman yang tak kalah hangat. Entahlah, dia merasa sangat beruntung bisa mengenal pria mungil yang ada di hadapannya ini, padahal awal pertemuan mereka hanya di awali dengan sebuah kata 'kebetulan' saja. Tapi siapa sangka karena hal tersebut membuat mereka kini sudah menjalin hubungan seserius ini.
"Bù kèqì, wǒ de ài, xièxiè nǐ ài wǒ." Junkai membalas perkataan Renjun dengan tulus juga. Terlalu asyik tenggelam pada paras masing-masing membuat Renjun teringat akan sesuatu. Tunggu! Mereka tersesat, lalu mereka terpisah dengan teman mereka yang lain. Kemudian tersadar akan sesuatu, dia, Renjun adalah seorang Cenayang sama seperti Donghyuck dan Jaemin. Itu berarti ... ada kemungkinan dirinya bisa menemukan yang lain. Astaga!! Huang Renjun bisa-bisanya kau lupa akan jati dirimu sendiri! Batin Renjun nelangsa karena mendadak teringat akan dirinya yang sebenarnya. Renjun pun memutuskan untuk bangkit dan ikut menarik si kekasih agar berdiri juga. "Gege.... Aku lupa akan suatu hal ...." Junkai mengerutkan keningnya tanda dirinya tak mengerti maksud perkataan Renjun barusan. "Maksudmu?" Junkai pun menyahutnya. "Ge, kau lupa yah tentang diriku?" Lama Junkai memikirkan kalimat yang di lontarkan Renjun hingga akhirnya dia pun menepuk dahinya. Dia ingat! "Astaga, Injun aku lupa!! Kita sedang berada di tempat yang aneh ini dan kita terjebak bersama yang lain." "Itulah kenapa!" Renjun bersorak gembira. Tangannya menunjuk-nunjuk wajahnya sendiri. "Dan tahu apa? Aku cenayang, ge. Gege tahu kan selama ini aku bisa membaca posisi sesuatu lewat radarku?" Kalimat Renjun cukup untuk membuat Junkai memukul dahi sendiri. Benar saja. Kenapa harus lelah-lelah berjalan kalau kekasihnya sendiri punya semacam radar. "Astaga bisa-bisanya aku lupa pada kekasihku sendiri kalau kamu ternyata adalah seorang cenayang." Junkai pun menyuarakan isi hatinya kepada Renjun. "Baiklah, sudah lama aku tak menggunakan kekuatan ini. Gege berikan sedikit energimu padaku." Junkai menurut pada Renjun, memberikan sedikit energi nya pada Renjun. Astaga .... Jika saja mereka berdua menyadari diri mereka ini adalah manusia spesial pasti dari tadi mereka sudah menemukan jalan keluar. Setelah menyalurkan energi pada Renjun, Junkai pun tersenyum menatap kekasihnya itu dan membiarkan Renjun untuk kembali menggunakan ilmu putihnya. Perlahan kedua mata Renjun terpejam lalu kedua tangannya kembali menggenggam tangan Junkai agar Renjun tetap stabil menelusuri tempat ini dikarenakan energinya yang belum pulih sepenuhnya. Perlahan dirinya mulai melihat apa yang ada disekitar berdasarkan penglihatan batin. Dia terkejut, ternyata mereka berada di sebuah tempat yang dilindungi dinding aura nan kuat dan menjulang tinggi menyelimuti. Pantas saja mereka selalu tersesat! Inilah alasannya, jalan keluar mereka diblokade oleh sesuatu kekuatan yang jauh diatas pemahaman nalar manusia. Renjun yakin sekali, dinding aura ini bukan tanpa sebab tercipta dengan sendirinya, pasti ada seseorang atau sebuah eksistensi yang sangat kuat yang mampu menciptakan dinding aura sekuat ini. Masih tetap memejamkan mata, Renjun menjelaskan semua yang dia lihat melalui penglihatan batinnya kepada sang kekasih secara perlahan agar Junkai bisa mengerti semua yang dirinya ucapkan. Tapi, tunggu .... Tiba-tiba dinding aura yang terlihat disekitar tempat ini sedikit melemah bahkan kini penglihatan Renjun kini bisa menelisik lebih jauh lagi. Dia merasakan eksistensi sekelompok orang, namun begitu lemah sekali energinya. Renjun perlu berjalan lebih jauh lagi mendekati energi ini. "Gege, ayo.... Kita berjalan ke depan." Dikarenakan Renjun yang sedang malas berbicara , dia lantas menggunakan kekuatan membaca pikirannya untuk berbicara dengan Junkai lewat batin. Junkai mengangguk mengiyakan dan menggendong tubuh renjun pada punggungnya. Tidak mereka sadari bahwa sedari tadi nampak dikejauhan, sesosok anak kecil memperhatikan mereka dengan sebuah tatapan yang sulit diartikan. Di lain tempat Mark bersama Donghyuck dan Jeno Jaemin kini berjalan bersama untuk mencari dan menemukan keberadaan dua teman mereka lainnya yang bahkan belum diketahui keberadaannya. "Duh, Mark hyung, bisakah kita istirahat sejenak? Kakiku capek sekali berjalan sedari tadi. Seperinya kita hanya berputar-putar terus." Donghyuck mengeluh karena memang mereka terhitung sudah berjalan selama beberapa jam tanpa henti hanya untuk mencari keberadaan Junkai dan Renjun. Bahkan sepertinya Donghyuck-lah orang pertama yang menyadari jika mereka memang tersesat. Jaemin dan Jeno yang awalnya diam pun kini juga mengangguk mengiyakan, tapi tidak berani membuka mulut. Yah, mereka memang sangat meghormati Mark dan Junkai di kelompok mereka, sebagai pihak yang lebih muda. Berasal dari klan cenayang yang menganut ilmu putih seperti mereka tentu kesopanan dan adab sangat dijunjung tinggi dalam ajaran mereka. "Iya, hyung, sejujurnya aku juga merasa kalau kita hanya berputar-putar saja seperti yang kata Donghyuck barusan. Bagaimana kalau kita istirahat dulu? Lalu kita berdiskusi tentang rencana selanjutnya mencari Junkai dan Renjun," usul Jaemin yang akhirnya bersuara agar mereka istirahat sejenak setelah berjalan kali menyusuri tempat ini cukup lama. Jeno juga ikut menyuarakan isi hatinya mendukung usulan Jaemin. "Hyung, turuti saja Nana dan Donghyuck lagipula ada betulnya juga saran Nana, percuma kita berjalan terus tanpa arah." Mark yang melihat adiknya ini hanya terkekeh pelan lalu mengangguk mengiyakan permintaan dari adik dan kekasihnya. "Baiklah kita istirahat dulu disini." Donghyuck pun menghela napas lega karena Mark yang menyetujui usulan mereka. Jaemin duduk menyandar pada Haechan sedangkan Jeno dan Mark tetap bersiap dan selalu waspada jikalau ada bahaya yang mengintai, ini sudah menjadi tugas seorang Guardianpsychic dimana mereka memang harus mempertaruhkan nyawa dan melayani mereka demi melindungi cenayang yang berasal dari klan terpandang. Haechan dan Jaemin kini malah tenggelam pada dunia sendiri hingga tiba-tiba .... Dukk!
KAMU SEDANG MEMBACA
Keepers of The Dark
Fiksi PenggemarJangan berharap ada suara derum mesin yang bergetar, juga derap langkah, terlebih dengung manusia bergumul. Kota ini sungguh sunyi, lumut pun debu menempel membantu identifikasi. Kami tidak tahu apakah salah melangkah atau salah menyadari tentang ap...