Suara tapak sepatu terdengar mengetuk-ngetuk lantai hingga menggema. Miss Jung tidak lagi sesantai seperti saat ia bertarung dengan muridnya. Itu terlihat dari raut muka yang kusut, terlebih ketika matanya menangkap makhluk berbadan besar mendekati dirinya.
Tangan yang semula mengusap dagu itu kini terkepal. Darah naik pada kepalanya, Miss Jung berteriak keras. Ia mengeluarkan amarah yang terpendam, ekspresi kusut itu berubah menjadi geram.
"Dasar bodoh, genderuwo sialan!"
Ia melempar batu yang diambilnya dari tanah pada makhluk yang disebut genderuwo tersebut. "Tidak berguna. Kukira kau pengabdi sekaligus makhluk halus terkuat yang aku punya. Ternyata lemah sekali! Kau bahkan ditaklukkan oleh seorang Bocah penjaga kegelapan itu?! Dimana harga dirimu sebagai makhluk kegelapan!" Tidak ada balasan berarti darinya, melainkan hanya geraman lemah.
Miss Jung bersedekap, wajahnya kini berubah jengkel. Dia bergumam, "Tidak ada gunanya meratapi kekalahan sementara ini. Kita harus tetap maju."
Lantas wanita itu berjalan kembali dan menciptakan gema, menyeruak kesunyian. Tatapannya menerawang pada langit yang telah pudar warna pekat merah, tergantikan biru terang seperti hal normal biasanya. Ia kembali mengusap dagu, "Anak-anak itu ...."
Miss Jung terlihat memejamkan matanya sejenak melihat napak tilas kejadian yang lalu saat dia hampir bisa dikalahkan oleh seorang bocah cenayang dan seorang Guardianpsychic yang malah dibantu oleh salah satu penjaga kegelapan di tanah Jawa dan dunia.
"Bagaimana menurutmu, Huang Renjun dan Wang Junkai?" Miss Jung melontarkan pertanyaan, yang kemudian diulangi kembali dengan memberikan kepastian di akhir kalimat. "Apakah mereka kuat seperti Mark dan Donghyuck?"
Secara samar lewat mata tajamnya, genderuwo tersebut menggeleng pelan. Itu berarti pertanda bagus. Ditemukannya sebuah celah untuk mendapatkan tujuan utama. Diam-diam Miss Jung tersenyum licik dibuatnya.
"Taruh mereka berdua di posisi pertama sebagai daftar orang yang harus paling pertama diselesaikan lebih dulu." Sejenak ekspresi itu berubah menjadi jengkel lagi. "Aku tidak akan membiarkanmu menyerang mereka sendirian lagi. Kau tidak bisa dipercaya. Kau bahkan kalah dan lari dari pertempuran." Kalimat menusuk itu hanya dibalas geraman lemah dari si genderuwo, layaknya mengakui bahwa ia gagal mendapat kepercayaan.
"Mereka berdua memang terlihat lemah. Senjata utamanya hanya otak. Mana mungkin bisa digunakan di waktu seperti ini," tutur Miss Jung. Dia tertawa remeh setelahnya, membayangkan serangan apa yang akan diberikan nanti. Padahal keadaan sekarang sudah berubah total.
Tatapan itu kembali menerawang. "Junkai, pengawal. Dia sepertinya tidak bisa apa-apa. Cukup tumbangkan pertahanan dan blokade jalan untuk kabur. Orang lemah seperti mereka hanya bisa lari, sembunyi, dan lari lagi." Lagi-lagi geraman terdengar dari mulut genderuwo, mengiringi tawa dari Miss Jung.
"Dan ... Mark Lee juga Lee Donghyuck." Mengucapkan kata-kata itu membuatnya mengusap luka terbalut kain kasa di leher. Rasanya masih perih, bahkan bayangan koyakan itu masih teringat di benak Miss Jung. Saat tubuh Donghyuck seperti kehilangan kesadaran lalu menyerangnya secara brutal. Membuat harga dirinya sebagai kaum cenayang yang menganut aliran hitam merasa terhina!
Ia mendesis, "Sialan memang. Bagaimana bisa bocah seperti Mark dan Donghyuck punya kekuatan besar untuk melawanku? Padahal Ilmu hitamku jauh diatas mereka." Usapannya berpindah pada rahang yang juga memar. Jangan tanya, ia juga masih ingat bogem mentah dari anak laki-laki itu. Terlebih teriakan cempreng dari Donghyuck yang membuatnya menerima pukulan untuk kedua kali.
"Mereka kompak. Mark memang kuat, tapi jika kau melawannya mungkin dia bisa tumbang. Kita singkirkan dulu Mark, baru Donghyuck. Jangan ulur waktu terlalu banyak, si tengah berengsek itu pasti membantu lagi." Dirinya benar-benar marah sekarang pada 3 bersaudara tersebut yang ia brengsek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keepers of The Dark
FanfictionJangan berharap ada suara derum mesin yang bergetar, juga derap langkah, terlebih dengung manusia bergumul. Kota ini sungguh sunyi, lumut pun debu menempel membantu identifikasi. Kami tidak tahu apakah salah melangkah atau salah menyadari tentang ap...