Bab 13 : Orang-Orang Biasa Bersatu Untuk Asa

252 47 20
                                    

Original Story
©  Ashimanur

Happy Reading

Pagi ini rupanya cukup berat untuk Merisa pikirkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini rupanya cukup berat untuk Merisa pikirkan. Tak seperti biasa, gadis itu sudah terduduk dengan gaun tidur berlengan tipis dengan warna krem pudar yang longgar tak membentuk tubuhnya. Menghadap ke jendela menjadi saksi bisu matahari bersinar hari ini. Cerahnya tidak sanggup membuat kebimbangan di hatinya memudar. Sejak semalam, dia hanya mampu termenung bertemankan lilin saja, tidak bisa tidur.

Sejak pertemuan dengan Putra Mahkota, Merisa banyak memikirkan hal penting. Seperti jika dia tidak menikahi Marcus maka itu adalah berkat dewa, namun dia harus berkata rela jika nanti Ratu akan melakukan agresi ke negerinya. Menghancurkan negeri-negeri kecil dan menjadikannya boneka.

Sejak awal Merisa sudah bisa menerka jika memang niatan Ratu memberikan undangan padanya hanya untuk mempermudah Ratu menghancurkan negerinya nanti. Bahkan kini menurut laporan beberapa pasukannya di sana, ada prajurit berseragam aneh di sekitaran sungai yang ada di Yorthendon. Merisa tahu, itu pasti serdadu rahasia Ratu.

"Kenapa kau sangat ingin menghancurkan Ratu dan aliansinya?"

Marcus menghela, mengubah posisi duduknya menatap jendela yang terbuka, cicip burung terdengar sebelum matahari tenggelam, di ujung sana bulat mirip cincin hampir tertidur dan diganti bulan. Namun mereka masih terjebak atas topik yang sama.

"Karena Xavier yang membunuh Ibuku. Ratu Diana."

Merisa tercekat. "Kau-"

"Aku tahu karena malam itu aku melihat secara langsung kejadiannya."

Merisa mengernyit. "Kau lihat?"

Marcus tanpa sadar mengepalkan kedua tangan di pahanya, membayangkan malam itu sungguh pedih, tidak habis pikir jika sesungguhnya dia adalah saksi hidup apa yang terjadi.

"Malam itu aku harusnya tidur di dalam pelukannya seperti biasa, kami akan bernyanyi sebentar sebelum Ibuku mendongengkan sebuah kisah. Tetapi malam itu, Ibu bilang jika dia tidak bisa menemaniku tanpa alasan berarti. Usiaku terlalu muda untuk mencerna apa yang terjadi, tetapi sialnya kakiku mengikuti langkah Ibu menuju paviliun khusus para selir.

"Di sana, di dekat danau buatan yang Raja suka, Ibu berdiri berbicara dengan Xavier. Aku tidak bisa memahami maksud pembicaraannya, namun aku sadar jika itu mungkin saja menjadi akhir segala yang telah terjadi. Ibuku dibunuh dengan dicekik oleh pasukan rahasianya dari belakang dengan seutas tali, namun dengan sangat baik Xavier meminta pasukan rahasianya untuk menaruh Ibu di kamar dan meletakan dupa beracun seolah Ibu keracunan.

[END] Fiction : The Crown Prince and His ServantsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang