Bab 11 : Jam Saku Untuk Hati Yang Gelisah

317 53 31
                                    

Original Story
© Ashimanur

Happy Reading

Keadaan gelap ditemani cahaya rembulan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keadaan gelap ditemani cahaya rembulan. Gesekan antar ranting berderak seirama pergerakan angin menuju selatan. Pohon yang menjulang tinggi itu seakan berayun-ayun mengiring kepergian tapak kuda yang berderap cepat. Membelah angin dan suramnya hutan.

Gegap kaki hewan berekor itu menampar dedaunan yang melambai, mengabaikan lolongan hewan berbulu yang jauh entah di mana. Sesekali kepala si penunggang mendongak ke atas, bersitatap pada rembulan yang perlahan ditutupi awan hitam. Semakin cepat dia pacu kudanya, bertaruh dengan waktu adalah hal yang sulit dilakukan.

Jalan terjal berliku dan curam dilalui seolah dia telah kenal tempat ini. Awan hitam tadi kembali bergerak, menyingkir dari rembulan yang sontak menjadi penerang langkah kudanya. Si penunggang kembali mendongak, kerlip cahaya terang satu persatu indah di langit.

Ah, malam seribu cahaya sudah dimulai rupanya.

Langkah kudanya melewati aliran sungai di sebelah kanan yang beriak lembut mengilir malam. Tapak suara menyambut penerangan yang semakin besar lewag cahaya obor yang dinyalakan. Perlahan dia hentikan langkah kudanya, dua prajurit berbaju zirah lengkap menunduk dan lantas membukakan pintu gerbang kayu yang besar.

Di dalam sana, luasnya mungkin sama dengan luas taman di istana, bangun bertingkat yang berbahan batu itu nampak mirip sebuah penjara dibandingkan tempat berlatih. Derap langkah terdengar berirama di kiri kanan. Obor-obor menyala menjadi kunci bahwa ada kehidupan jauh di dalam hutan.

Kudanya berhenti dan dia turun dengan sedikit mengibaskan jubah. Seseorang mendekatinya dengan sebuah sapaan khas.

"Selamat datang, Tuan!"

Dia tatap wajah menyebalkan yang tersenyum meski tidak menampakkan kesan ramah. Dia hanya membalas singkat.

"Dimana Perdana Menteri?"

Orang itu terbahak. "Janganlah terburu, Perdana Menteri sedang di jalan saat ini."

"Kau tahu aku tidak punya banyak waktu bukan, Sir Johnsons?"

Menteri pemberdayaan yang hilang saat malam cahaya dan izin seolah tengah diserang alergi berlebih pada makanan berlendir itu nampak bugar. Tertawa merangkul lelaki yang kiranya dikenal sangat kaya.

"Tentu saja, Tuan. Masa kami tidak menghargai waktu pemasok kami?"

Matanya menelisik ke luasnya lapangan tersebut, dia tatap mereka berlatih dengan sebuah tongkat kayu murahan.

[END] Fiction : The Crown Prince and His ServantsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang