•Ilustrasi by Pinterest•
《《tokoh fiksi itu nyata?》》
[15+ Fantasy Story]
Percayakah kau tokoh fiksi itu sebenarnya ada?
Aku juga tidak percaya, sungguh. Aku pikir mereka hanya khayalan yang dibuat oleh orang cerdas untuk mengisi waktu luang.
Tidak be...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dentingan sendok yang berputar di dalam gelas berisi sebuah teh tersebut semakin lama akan semakin berirama. Meski tanganya bergerak, dia tak bisa sedikitpun memusatkan otaknya pada tehnya. Paula, yang berdiri di sebelah Xavier hanya berusaha meraba apa ada yang tengah dipikirkan sang Ratu.
"Putri Minerva."
"Anda masih memikirkan ucapan peramal tua itu, Yang Mulia?"
Xavier tak mengindahkan ucapan Paula, dia masih sibuk dengan pikirannya. Sejak malam seribu cahaya, dia terus saja memikirkan perkataan Lady Moor yang memang terdengar konyol. Dia sendiri tak mempercayai kehidupan kembali, tapi jika memang benar, maka semuanya hancur.
"Paula, bagaimana akhir dongeng Putri Minerva?"
Paula terkejut. "Ya? Anda tanya itu?"
"Jawab saja! Apa yang terjadi pada gadis itu?"
"Ng--dia mati, Yang Mulia."
Alis Xaviee bertaut, namun dia gelengkan kepalanya. "Hanya mati?"
"Ah! Sebelumnya dia memberikan sebagian kehidupannya pada Pangeran Logan yang saat itu akan jadi raja, Yang Mulia."
"Lalu?"
"Setelah Pangeran Logan diberikan kehidupan oleh Putri Minerva, dia mampu mengusir peperangan dan menjadi raja selama hampir 60 tahun hidupnya."
"Jadi Putri Minerva memang punya kekuatan ya."
Paula mendekat. "Kenapa--Anda tanya itu?"
Xavier gigit kukunya dengan gugup. Jika Putri Minerva memang lahir kembali, maka hanya gadis itu yang jadi kunci kegagalan perangnya nanti. Tidak bisa. Dia sudah habiskan sebagian hidupnya untuk mendapatkan tahta ini, merebutnya dari Raja Louis yang payah dan tidak sama sekali melakukan dengan kekuatan.
"Kita harus bisa singkirkan keturunan Putri Minerva, Paula."
"Ya? Anda percaya itu?"
"Jadi kau mau rencanaku gagal, hah?"
Paula menggeleng. "Tapi, Anda mencurigai siapa?"
Xavier menarik napasnya gugup. "Hanya ada satu nama. Gadis itu. Merisa."