16; days in the sun

621 117 25
                                    

this special chapter in collaboration with
weatherheal  ]

Kala itu cahaya lembayung berpendar, enggan memudar, dapat dirasa sinarnya hampir menembus kulit kepala. Musim panas yang dinanti sudah tiba, dimana kelak nanti akan dituliskan momentum menyayat nan indah di buku ceritanya.

Gadis itu perlahan membuka kelopak matanya, menyipit sedikit karena ulah sinar mentari yang seakan menusuk indera penglihatannya. Pertanyaan yang kuat dan tak kusut. Ia ada dimana?
Gadis itu mengedipkan matanya berkali-kali, kala sadar ia berada di tempat yang damai dan sunyi.

Satu sosok bertubuh bongsor menatapnya dari sudut kamar. Pria berambut hitam dengan mata sipit yang sedang menatapnya nanar.

"Sudah bangun?"

Mizuru [Name] mengerutkan dahinya, mendelik tak suka pada si pria. Sedangkan yang ditatap membuang muka, entah ia merasa iba atau sungkan.

"Aku tak bisa bergerak."

Ia merasa tangan, dan kakinya seperti tertindih batu besar. Ingin bergerak namun tak ada sesuatu yang menahan. Tubuhnya lemas.

"Kalau aku memberitahu padamu, mungkin saja kau akan menangis-nangis seperti orang gila." Ujar si pria, Suna Rintarou, tanpa menatap sang gadis.

Gadis itu menatap tubuhnya. Di lengannya terdapat memar-memar, kepalanya pening luar biasa, keringat di tubuhnya seakan mengalir deras. Entaf efek musim panas atau yang lainnya.

"Kau apakan tubuhku?! Jawab dasar orang sinting!" Geram [name]. Suna hanya bisa menundukkan wajahnya, matanya memanas.

"Seharusnya kau sedikit tahu diri." Desis Suna dan beranjak meninggalkan ruangan. [Name] hanya dapat menangis dalam tidurnya, ia sepertinya mengalami demam tinggi.

Tak lama dari situ Suna kembali membawa senampan makanan untuk sarapan sang gadis. Ditatapnya lembut Mizuru [name], setelahnya ia meletakkan nampan diatas nakas.

"Padahal tiga hari yang lalu sebelum kau tak sadarkan diri, kau sempat baik padaku, bukan?" Gumam Suna.

Tiga hari yang lalu, di toko bunga milik nenek Suna. Tepat setelah [name] membiarkan Suna tertidur, gadis itu ambruk. Dari hidungnya keluar darah yang tak karuan. Suna yang mendengar suara jatuh itu langsung terbangun dan menangani [name]. Alhasil gadis itu tetap baik-baik saja meskipun tak sadarkan diri selama 3 hari.

Ia mendudukkan tubuh ringkih [name], gadis itu tetap memandangnya tak suka, walau tak bisa memberontak. Ia menatap Suna yang dengan telaten menyuapinya bubur hingga suapan terakhir, lalu memberi [Name] teh hangat serta pil obat tanpa bungkus.

"Obat apa ini?" Tanya [Name] lemah setelah menelan obat yang dirasa sangat pahit itu.

"Kau tak perlu tahu, istirahatlah." Titah Suna lalu hendak beranjak keluar.

"Kenapa tempat ini berbeda dengan yang waktu itu?" Tanya gadis itu lagi, karena di tempat yang sekarang terlihat lebih mewah dibanding toko bunga saat itu.

"Ini apartemenku. Aku menyelamatkan nyawamu 2 kali, jika saja aku tak membawamu, mungkin kau akan mati." Jawab Suna. [Name] mengernyit.

"Mati?" Gadis itu memastikan.

"Ada dua kemungkinan jika aku meninggalkanmu. Pertama, mati karena penyakit. Kedua, mati karena dibunuh."

***

"Kuroo."

Pria berambut pudding mengenakan Hoodie merah itu menatap sang teman dengan rambut acak-acakan yang berjalan kearahnya sambil menunduk.

Suasa ramai di rumah sakit membuatnya tak mendengar panggilan dari sang kawan. Ia berhenti tepat di depan Kenma Kozume, tanpa menatapnya barang sedikitpun.

"Kau tahu, sepertinya otakku dicuci oleh para mafia sialan itu."

Kenma mengernyitkan dahinya tak mengerti. Kuroo tertawa sendiri bagai orang gila, sebelum akhirnya menunjuk Kenma dengan telunjuknya, serta menatap temannya dengan tajam.

"Aku tak akan membantumu mencari gadis itu, carilah saja sendiri. Lagian ia tak punya hubungan apa-apa denganku." Desisnya, ia menautkan alisnya. Sepertinya benar-benar serius dengan ucapannya.

"Kuroo, jangan bercanda. Ada apa?" Kenma bertanya dengan suara bergetar.

"Kenapa kau di rumah sakit?" Tanya kuroo tak menghiraukan Kenma. Begitu pula dengan pria berambut pudding itu, hanya bisa terdiam.

Kuroo lagi-lagi tertawa, lalu memejamkan matanya sejenak.

"Seharusnya [name] sudah tak ada, jadi lebih baik jangan mencarinya." Ujar Kuroo enteng, lalu meninggalkan Kenma yang membatu mendengar ucapan temannya itu.

Setelah 3 hari berlalu, dan kuroo baru muncul di depannya, itu pun tanpa kehadiran [name]. Ia merasa frustasi, tapi ia tak menyerah. Ia akan mencari bala bantuan lagi, lebih banyak.

Apa aku juga harus menyewa preman?

Kenma menggertakan giginya geram, setelah itu ia segera pergi dari rumah sakit. Menyetir mobil dalam keadaan penuh emosi dan bingung.

***

"[Name], tak kan kubiarkan kau berada di tangan orang lain."

Batinnya, dalam perjalanan ia terus saja menggumam. Bahkan sepertinya tak peduli jika ia harus menabrak orang lain. Sampai akhirnya dimana ia benar-benar mengerem mendadak. Melihat mobil keluarga Hao mencegatnya di jalan. Keadaan malam ini sungguh panas, bahkan Louisa, anak keluarga Hao pun ikut keluar dari mobilnya. Tidak hanya dengan ayahnya.

Kenma pun keluar dari mobil dengan berantakan, karena sudah diselimuti emosi yang tak terkontrol. Tambah meluap saat ia melihat ayah Louisa.

"Akhirnya ketemu ya, Kozume Kenma."

Kepala keluarga Hao itu tersenyum sinis. Lalu mengambil sesuatu dari kantung celananya. Kalung. Ia mengambil kalung dari sana, dan memperlihatkan terang-terangan kearah Kozume Kenma yang semakin terbakar api amarah.


"Mari bicarakan tentang pernikahanmu dengan putriku yang hampir cacat ini. Atau kuhancurkan ini agar kau tidak bisa bertemu dengan pacarmu?"

Musim panas dan hari yang cerah, terlalu cerah sampai ada celah yang tertutup cahaya.





[TBFY:16✓]
©Ounanami

sengaja di sedikitin xixi, biar pada paham teka-tekinya.

the best for you; Kozume KenmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang