17; would you love me more

897 132 50
                                    

Kozume Kenma mendecih pelan, saat kakinya menapak pada rumah besar bak istana yang merupakan rumah keluarga besar Hao. Ia membenarkan jas hitam yang baru saja diberikan oleh Louisa Hao. Sebab sudah tradisi jika akan makan bersama harus memakai baju sopan.

Seorang gadis berjalan sedikit pincang menyamakan langkahnya dengan Kenma. Pria itu melirik sang gadis, dengan paham ia menyodorkan lengannya. Louisa tersenyum sumringah dan langsung menautkan lengannya pada lengan Kenma.

"Kenma-kun..aku rindu." Ujar Louisa dengan wajah memerah tersipu.

"Meskipun aku tidak?" Balas Kenma yang langsung membuat Louisa bungkam di tempat. Melihat ekspresi Louisa, Kenma terkekeh pelan.

"Bercanda." Ujarnya membenarkan, Louisa langsung menghela napas panjang dan memukul lengan Kenma manja. Mereka berjalan berdampingan saat menuju ke ruang utama keluarga Hao.

"Gadis itu berada di tangan anak buah bos mafia itu, dalam keadaan tidak diketahui tempatnya, sepertinya anak buahnya membangkang." Bisik Louisa, pria yang mendengar itu menghela napas lega. Louisa tersenyum melihat ekspresi itu.

"Bagaimana bisa ia mengambil kalung [name]?" Tanya Kenma mengerutkan dahi, ia berjalan pelan, karena kaki Louisa tak memungkinkan berjalan cepat.

"Anak buahnya yang menyerahkan, didapat dari pria bermata sipit bernama Suna Rintarou."

Kenma menggertakkan gigi dan menghela napas kasar.

Mereka berdua akhirnya sampai di ruang makan. Kenma menarikkan kursi untuk Louisa duduk, gadis itu duduk di sebelah Kenma, tersenyum semanis mungkin pada pria itu. Direktur Hao yang menyaksikan itu tersenyum sinis.

"Bawakan hidangan pembuka!" Seru ayah Louisa. Berbondong pelayan langsung membawakan bernampan-nampan makanan pembuka, dan meletakkan pada masing-masing piring mereka.

"Silahkan dinikmati, ini adalah hidangan yang bahkan bahan2nya sulit didapat." Ujar Direktur Hao.

Kenma memakan makanannya dengan tidak nafsu. Sedangkan Louisa nampak begitu menikmati hidangan.

Beberapa menit setelahnya, direktur Hao menampilkan senyum jahat kearah Kenma. Pria berambut pudding itu mengernyit tak suka, curiga.

"Hidangan utamanya mungkin akan membuatmu sangat senang, Kenma."

Sang lawan bicara hanya menatap kosong piringnya, sampai-sampai tak sadar Louisa menatapnya dengan sedih.

"Bawakan hidangan utama!"

Pintu ruang makan yang megah itu terbuka lebar, menampilkan banyak pria berjas rapi, dan beberapa dengan jas mencolok yang sedikit mewah. Kenma berdiri dengan kasar, kala melihat seorang gadis dengan borgol pada tangannya. Keadaannya sungguh menyedihkan. Muka pucat, tatapan kosong, memar di sekujur tubuh, napasnya tersengal, seperti orang demam.

Kenma benar-benar murka.

"[Name]..." Lirihnya. Namun ia tak bisa melakukan apapun, apalagi dengan banyak pistol ditodongkan kearahnya.

"Lihatlah gadis itu, Kenma. Ia jadi menderita gara-gara kau bukan?" Desis Direktur Hao, menatap bangga pada anak buahnya yang bermata sipit, Suna Rintarou, yang menjaga di sebelah [name]. Emosi Kenma menggebu tatkala ia melihat Suna Rintarou, pria bermata sipit yang diceritakan Louisa.

Gadis yang nampak lusuh itu menatap Kenma Kozume dengan tatapan lembut, tersenyum kecil. Ah, pria itu baik-baik saja, syukurlah. Itulah yang ia pikirkan sedari tadi, berbeda dengan Kenma yang bukan kepalang panik dan marahmya.

"Apa yang harus kami lakukan lagi pada gadis ini, tuan besar?"

Atsumu Miya menyunggingkan senyum sinis pada Direktur Hao. [Name] yang mendengar itu hanya dapat menghela napas, berbicara pun ia tak mampu. Kakinya bergetar, rasanya tak kuat berdiri, kepalanya juga berputar. Suna yang melirik gadis itu sepersekian kalinya mendecih pelan.

"Masa melibatkan sandera sudah selesai, kami izin mengundurkan diri." Ujar Suna dengan lantang, memerintah agar membawa [name] pergi dari hadapan orang-orang disana. Direktur Hao yang mendengar itu merubah wajahnya masam.

"Kalian pergi tanpa seperintahku?" Direktur Hao melontarkan pertanyaan itu bak raja penguasa, sedangkan ia sendiri tak sadar berhadapan dengan siapa.

"Hei tuan besar pemaksa dan tak tahu diri, kalau bukan karena bos besar kami, mungkin rumah besarmu ini sudah hangus terbakar." Tekan Atsumu Miya, yang langsung membuat direktur Hao mendengus kasar. Kenma sedikit melihat celah, mereka -pihak direktur Hao- tidak seakur itu dengan para mafia, ini sebuah kesempatan.

"Aku bisa saja melaporkan atas ketidak sopanan ini!" Ujar direktur Hao dengan nada tinggi.

"Kami membuat kesepakatan, mata dibalas mata, jantung dibalas jantung. Jika kesepakatanmu adalah mata, maka kau tak boleh meminta jantung, sialan."

Jawab Atsumu enteng. Direktur hanya bisa membatu bak patung. Para mafia itu akhirnya pergi dari sana.

***

"[Name], kau haus?" Tanya Suna. Gadis itu hanya menggeleng, kepalanya bersender pada bahu pria itu sedari tadi. Tubuhnya melemah, yang memposisikan seperti itu juga si Suna Rintarou, tenang saja.


Atsumu yang menyetir mobil terkekeh pelan, melihat kelakuan dua orang yang duduk di belakang itu lewat kaca mobil. Sudah 30 menit perjalanan dari rumah besar si direktur itu. Jalanan melewati hutan, sunyi dan juga gelap. Seakan monster bisa muncul dari rimbun pohon kapan saja. [Name] bergidik, memejamkan matanya.

Sampai kapan aku menjadi mainan kalian semua?

Tanpa disadari, air mata gadis itu bergelimang. Terjun melewati pipi halusnya. Bersedih pun percuma, siapa yang akan mengkhawatirkannya? Kenma? Miura dan Haku? Ah ya, kemana mereka berdua? Banyak pertanyaan di benaknya.

"[Name]." Panggil Suna. Membuyarkan segala lamunan gadis itu. Ia menatap Suna dengan beribu pertanyaan di matanya.

"Apa kau sudah tau?" Tanya pria bermata sipit itu.

"Tentang apa?" Jawab [name] penasaran. Atsumu melirik Suna dengan khawatir, dengan tatapan 'apa kau yakin?'. Pria bermata sipit yang sadar akan itu mengangguk canggung, seakan tak punya pilihan lain.

"Yang jahat dan gila bukanlah kami, [name]. Bukan kami maupun direktur itu." Ujar Atsumu dengan suara berat.

[Name] masih tak paham arah pembicaraan ini. Ia menatap Suna. Berharap pria itu menjelaskan padanya seperti biasanya. Suna kali ini mau tak mau harus mengatakannya.





"Apa kau tahu, bahwa di dalam Kalung berhargamu itu terdapat pelacak?"


CKIIIITTTTT-!!

Tubuh [name] bergetar hebat. Tepat setelah itu, ban mobil tergelincir hebat. Mobil berputar seakan tak ada harapan lagi. Ia memeluk Suna yang terserang syok dengan erat. Sedangkan Atsumu yang panik tak karuan sudah kehilangan kendali.

BRAKKKKK!

Mobil terbentur hebat pada sebuah pohon. Atsumu yang berada di depan langsung mengalami pingsan serta luka parah. Darah mengalir dari kepalanya. Sementara Suna, kepalanya juga terbentur kaca. Bahkan hingga kaca itu pecah. Darah dimana-mana.

[Name], ia luka. Namun tak separah mereka berdua yang hingga mengalami pingsan. Ia masih sadar, meskipun penglihatannya memburam. Dari kejauhan di bawah sinar lampu jalan yang remang. Ia melihat seorang pria berdiri disana, sangat tak jelas dilihat, hanya siluet hitam yang bisa dipandang. Pria itu mendekat. Tatapan [name] semakin memburam. Sampai terakhir kata-kata yang bisa ia dengar adalah,










"Ah, [name]. Untunglah kau tak separah mereka. Aku bisa membunuh diriku sendiri jika itu terjadi."











©Ounanami

Siapa ya itu? Wkwk

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

the best for you; Kozume KenmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang