10; you know

992 184 23
                                    

"jika kau terpuruk. Yang kau butuhkan bukanlah teman, melainkan dirimu sendiri."



Mizuru [name] membuka matanya perlahan, hal pertama yang ia lihat adalah ruangan apartemennya yang begitu sunyi. Kicauan burung dapat terdengar langsung oleh telinganya. Saat sadar ini adalah pagi hari, ia mencoba duduk. Namun kepalanya terasa sangat pening, tangannya mulai meraba sekitar kepala yang dirasa sakit. Ternyata kepalanya terbalut sedikit perban. Tubuhnya juga tiba-tiba saja sudah memakai piyama biru kesukaannya.

Tanpa ia sadari, pelupuk matanya sudah basah. Ia menangis, mengingat bagaimana dirinya terjatuh dan ditinggal sendirian di tempat gelap dengan sedikit penerangan rembulan saat itu. Tubuhnya yang sakit waktu itu masih bisa ia rasakan. Ia hanya mampu mengusap wajahnya perlahan, tak mampu marah apalagi mengurai sedih.

Yang ia butuhkan kali ini adalah segelas air, untuk menyegarkan kerongkongan serta pikirannya. Ah, ya dia juga sempat berpikir, siapa yang membawanya kesini. Ia menopang tubuhnya dengan berpegangan pada nakas disebelah ranjangnya. Ia menuju kearah wastafle, dan mengambil segelas air lalu meneguknya.

"Aku lapar." Gumam gadis itu sambil sesekali mengusap perutnya. Ia menghela napas saat sadar kalau ia tak menyetok makanan di apartemen. Gadis itu menyisir rambutnya kebelakang dengan jari-jarinya. Namun baru saja saat ia akan kembali ke ranjang, seseorang menekan bel apartemennya.

Gadis itu bergegas kearah pintu, tak peduli ia memakai piyama. Ia daritadi hanya berharap seseorang menekan bel apartemen, dan itu terjadi. Tanpa pikir panjang, ia membuka pintunya. Nampak pria muda bersurai kehitaman dihadapannya dengan sebuah papper bag ditangannya.

"Hai, Mizuru-san."

"Taneri-kun? Ah, silahkan masuk dulu."

Sabito tersenyum ramah. Namun ia masih diambang pintu dan tak beranjak masuk. [Name] mengernyitkan dahinya.

"Kenapa tidak masuk?"

"Apa tidak apa laki-laki ke rumah perempuan?"

"Tentu saja, memangnya sejak kapan ada larangannya?"

"Baiklah, permisi ya."

Pria itu terkekeh, lalu mulai melangkahkan kakinya. Saat melihat tubuh [name] dari belakang sedikit sempoyongan, ia sedikit khawatir. Dan benar saja [name] tersandung kakinya sendiri dan hampir terjungkal kebelakang jika saja Sabito tak menahannya.

"Kau sepertinya belum pulih. Duduklah, biar aku menyiapkan ini."

Pria itu menuntun [name] sampai ke ranjang gadis itu, dan menyuruh [name] duduk diam disana selama ia menyiapkan makanan. Setelah beberapa menit menunggu, Sabito datang membawa semangkuk bubur serta segelas air.

"Apakah kau habis menangis? Kau tak apa?"

Tanya Sabito sehabis melihat mata [name] yang sedikit sembab.

"Ah, aku tak apa. Kalau boleh tanya, kenapa kau ada disini?"

[Name] mengalihkan pembicaraan bertanya pada Sabito. Pria itu tersenyum hangat, lalu meletakkan makanannya pada nakas dan duduk disebelah [name].

"Ah, tentu saja karena sensei memberi tanggung jawab padaku."

"Begitukah? Maaf jadi merepotkan."

Pria muda itu tersenyum lagi dan berkata tidak apa, lalu mengambil mangkuk berisi bubur diatas nakas. [Name] mengernyit saat Sabito menyendok bubur, lalu mengarahkan pada bibir [name]. Gadis itu menahan gerakan Sabito.

the best for you; Kozume KenmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang