The Castle 4

246 46 3
                                    

Dua pemuda berparas tampan itu saling tatap. Aura kehitaman menyelimuti dan membuat ruangan itu terasa panas sekaligus dingin. Sifat yang berbeda dan berada pada satu masa yang sama, menjadikan lingkar kastil terlihat lebih gelap dari lingkungan di sekitar. Sakura mulai berubah warna. Pucat dan layu secara bersamaan. Makhluk-makhluk kecil penghuni danau melompat-lompat, seolah ingin keluar dari air karena hawa aneh yang kian merambah.

"Aku menunggu kutukan ini berakhir dan kamu ingin menghalangiku?!" Xiao Yan memelesat dalam hitungan detik dengan posisi jemari mencekik leher Bai Li. Sang pangeran terlihat biasa saja meskipun beberapa tetes darah sudah mulai berlarian. Si pemilik kastil tertawa mengejek, mencengkeram pergelangan tangan Xiao Yan, Lalu melepas cekikan pada leher secara perlahan.

"Dia bukan manusia biasa, Xiao Yan. Seharusnya kamu mengerti bahwa leluhur Ji Chong bisa datang sewaktu-waktu dan menghabisi seluruh penghuni kastil hanya dengan jentikan jari." Xiao Yan melihat ke arah pemuda manis yang masih meringkuk dengan netra terpejam, tidak terganggu sama sekali dengan keadaan di sekitar. Secara perlahan, pendar kehitaman mulai menghilang, menyisakan beberapa titik beku pada kamar dan juga lingkungan kastil seperti baru saja terserang badai salju.

"Jaga dia untukku, Bai Li," Xiao Yan berjalan menjauh dari kedua pemuda itu, "aku ingin semua berjalan dengan benar agar tudak ada satu hal pun yang terlewat." Tubuh pemuda itu samar-samar menghilang dan lenyap ketika sampai pada ujung kamar. Sinar mentari kembali terlihat dan menerobos pada jendela besar kastil yang perlahan terbuka. Bai Li mendekat pada pemuda manis itu lalu duduk si sebelahnya.

"Andai saja aku bisa berbuat lebih banyak untuk menjadikanmu milikku tanpa ada satu orang pun yang mampu mengusik." Bai Li menyingkirkan anak rambut pada wajah Ji Chong dengan lembut. Ia mengusap pipi lalu merambah pada bibir dengan tahi lalat menempel di bawahnya. Sang pangeran tersenyum. Ketertarikan itu kini semakin menguat. Tidak rela jika pemuda yang sedang terlelap tersebut harus menjadi pengantin atas manusia berusia ratusan tahun yang hidup karena sebuah penebusan kesalahan.

"Haruskah aku membawamu pergi dari sini? Apa yang harus aku lakukan, Ji Chong?" Bai Li menunduk seraya mencium pipi pemuda manis itu. Ia merebahkan tubuh di samping sang empunya rupa manis seraya memeluk dengan erat, tidak memedulikan reaksi yang akan diberikan oleh Ji Chong ketika terbangun nanti. Ia hanya ingin mendekap tubuh pemuda itu ke dalam pelukan hangat dengan sisa waktu yang ia miliki dan sesering mungkin jika itu memang diperlukan.

Sebuah seringai terlihat samar dari wajah rupawan yang sedang Bai Li peluk. Tentu saja, Ji Chong tidak benar-benat tertidur. Ia hanya terlalu malas untuk membuka mata, mendengar perdebatan bodoh dan membosankan dari dua bersaudara yang berbeda generasi itu, membuat ia harus mati-matian menahan diri agar tidak menendang dua bersaudara itu keluar dari kastil.

"Aku tidak bisa bernapas dengan benar, Bai Li." Ji Chong memukul dada pemuda yang sedang memeluknya secara berulang hingga dekapan pemuda tersebut perlahan melonggar. Ia menendang kaki Bai Li, mendorong tubuh yang lebih besar dari Ji Chong itu seraya mengomel sana sini.

"Jangan sembarang menyentuh orang!" Ji Chong terlihat kesal, tetapi ada senyuman tertahan yang sedang ia sembunyikan. Bai Li bangun dari pembaringan seraya meminta maaf. Ia menarik lengan pemuda manis yang sedang dalam mode galak itu ke arah luar.

"Pegang tubuhku dengan erat!" Dalam hitungan detik, sang pengeran melompat dari balkon dan meluncur dari ketinggian lalu bertengger pada batang pohon sakura dengan begitu mudah. Pijakan kaki menempel begitu saja, tidak takut jika patah atau lebih parahnya, terlihat oleh beberapa orang yang melintas.

"Tsk! Aku bisa melakukan lebih baik dari ini, Tuan Bai!" Tatapan Ji Chong berubah dingin. Sifat periang dan juga manja yang beberapa saat lalu masih bisa sang pengeran saksikan, kini tidak lagi tampak. Hanya ada raut muka datar bersamaan dengan senyum tanpa minat dan membuat Bai Li mengernyit heran.

Ji Chong menggerakkan pergelangan tangan secara memutar dan dalam hitungan detik beberapa kelopak canola mulai bermunculan. Hamparan merah muda bersanding dengan canola kuning yang terlihat memukau. Beberapa kelinci putih terlihat melompat-lompat dan melihat ke arah dua pemuda yang sedang berdiri mematung di atas dahan sakura.

Binatang bertelinga panjang dengan buku halus putih selembut kapas itu tengah mengentak-entakkan kaki secara berulang. Ji Chong yang melihat, pun tersenyum miring sembari mendekat ke arah kelinci dengan netra biru berkilauan itu lalu memeluknya.

"Kelinci pembawa pesan." Pemuda manis pemilik netra kecokelatan itu membawa tubuh gemuk si kelinci dalam gendongan seraya mengambil beberapa kelopak canola yang menempel. Ji Chong memejamkan mata, mengembuskan napas lelah, lalu meletakkan bintang gemuk tersebut ke tanah. Ia menghadap ke arah Bai Li yang sedang berjalan mendekat ke arahnya setelah turun dari permukaan ranting.

"Nenek sudah memintaku untuk melakukan apa yang seharusnya aku lakukan." Ji Chong bersandar pada batang pohon, bersedekap sembari melihat ke arah sang pangeran.

"Lalu, apa keputusan yang telah kamu buat, Ji Chong?" Dalam satu kali kedipan mata, pemuda tampan itu sudah mengunci tubuh pemuda manis itu seraya memeluk pinggang ramping Ji Chong dengan erat. Ji Chong mengangguk, kedua telapak tangan menempel pada dada Bai Li dengan jemari yang mulai nakal seraya memberikan cubitan-cubitan gemas.

"Aku akan menikah dengan Xiao Yan sesuai dengan apa yang sudah digariskan." Ji Chong menciumi ceruk leher pemuda tampan yang sedang memeluknya.

"Namun, tandai aku dengan kekuatan yang kamu miliki hingga aku percaya telah menyerahkan hidupku pada orang yang tepat." Ji Chong mencium bibir Bai Li sekilas.

"Maka jangan menyesali apa yang sudah kamu minta, Ji Chong!"

TBC.


Sebentar, pemirsah. Ini Ji Chong mode barbar apa gimana, Yak?

The Castle (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang