The Castle 6

179 36 1
                                    

Xiao Yan duduk berdekatan dengan Ji Chong yang sedang memberikan tatapan tidak suka sekaligus tidak nyaman karena mereka berada pada jarak yang sangat dekat. Seperti apa pun hubungan mereka nanti, mereka berdua tetaplah orang asing dan tidak saling mengenal. Pemuda itu tidak sedikit pun mengalihkan pandangan.

Pemuda manis sekaligus barbar itu semakin kesal ketika napas hangat pemuda itu tiba-tiba membuat bulu tengkuk Ji Chong meremang. Si penyihir kecil berdeham, mencoba memulai pembicaraan agar ada sedikit suara yang mengisi kamar Bai Li dan tidak terasa seperti ruangan kosong tidak ada orang.

"Bisa sedikit lebih jauh?" Ji Chong menempelkan jari telunjuk pada dada kiri Xiao Yan seraya mendorong agar jarak mereka terpaut lebih jauh. Bai Li yang sedang berdiri pada tepian jendela seraya menyandarkan punggung, melihat interaksi keduanya dengan raut muka masam.

"Kamu tinggal mengubah bedebah itu menjadi kodok atau semacamnya, Ji Chong! Bukankah kamu seorang penyihir?!" Xiao Yan yang mendengar penuturan Bai Li mencoba untuk menahan senyum. Pemuda yang dimaksud, pun menoleh seraya melempar bantal ke arah pemuda tampan yang sedang melihat ke arah luar kamar.

"Aku barbar, tetapi masih waras!" Ji Chong menggembungkan pipi. Ia duduk bersila di atas pembaringan seraya bersedekap. Pemuda manis itu tidak ingin melihat wajah menyebalkan Bai Li yang entah karena alasan apa sangat suka membuat perasaan pemuda itu kesal secara mendadak.

Lima belas menit berjalan dengan keheningan. Xiao Yan lebih memilih bermain-main dengan rambut Ji Chong yang belum terikat sejak pertempuran panas yang ia lakukan bersama Bai Li. Pemuda itu menarik-narik secara perlahan, sengaja agar pemuda yang sedang berbaring memeluk guling dan memunggungi Xiao Yan, mau melihat ke arah calon suami si penyihir kecil.

Bai Li meninggalkan dua pemuda itu untuk menemui seluruh keluarga yang berada di lantai bawah. Ia tidak ingin menjadi bagian dari kekonyolan dua pemuda yang sebentar lagi akan menikah. Sang pemilik kastil menuruni tangga dengan pijakan kesal. Ia tidak tahu kenapa suasana hati si pangeran tiba-tiba begitu buruk. Sapaan beberapa pelayan hanya pemuda tampan itu abaikan. Ia menyusuri ruangan tengah yang berukuran besar dengan langkah tergesa. Semoga tidak akan ada Guntur ataupun kilat yang tiba-tiba menyambar kamar Bai Li, tempat keberadaan dua pemuda itu.

******

"Penyihir kecil!" Xiao Yan menepuk bahu Ji Chong yang belum mau menghadap ke arahnya. Ia sedikit kesal. Terlalu diabaikan selama beberapa masa, membuat pemuda itu sedikit frustrasi. Ia ingin sekali membalik tubuh pemuda manis yang sedang berpura-pura tidak mendengar seruan Xiao Yan, lalu menghujani dengan ciuman bertubi-tubi. Namun, semua itu harus ia urungkan karena tidak ingin membuat suasana hati Ji Chong menjadi buruk. Lebih parahnya, si penyihir kecil akan membuat tubuh pemuda itu menjadi kodok.

Pada akhirnya, Xiao Yan mengikuti Ji Chong merebahkan tubuh sembari menghadap langit-kangit kamar. Ia menggunakan kedua telapak tangan sebagai bantal, mencoba memejamkan mata dengan benar. Namun, pergerakan si penyihir kecil yang tiba-tiba memeluk tubuh pemuda itu, membuat Xiao Yan terjengit.

"Hei, apakah kutukan itu sangat menyakitkan?" Xiao Yan mengulurkan tangan, memeluk bahu sempit pemuda itu sembari memberikan usapan-usapan lembut pada helaian panjang kepunyaan Ji Chong. Ia tidak langsung memberikan jawaban. Terlalu nyaman hingga malas untuk membuka mulut. Ia justru mengubah posisi tidur hingga keduanya berhadapan dan saling menempel.

Ji Chong tidak memberikan penolakan seperti beberapa saat lalu meskipun tangan Xiao Yan mulai bertindak berani dengan mengusap pipi sehalus porselen si penyihir kecil. Ia menatap pada netra kecokelatan yang terlihat begitu indah ketika terkena pantulan cahaya lampu pada kamar. Ia ingin sekali menyelam sejauh dan sedalam yang mampu Xiao Yan jangkau agar bisa mengenal lebih jauh mengenai orang yang akan pemuda itu nikahi.

"Sebelum itu, mari berkenalan, Tuan Muda Ji. Aku calon suami idaman, tampan, dan penuh karisma yang akan menemani setiap langkah hidupmu di masa depan." Tepukan kasar mendarat dengan mulus di kepala pemuda yang sedang memeluk tubuh Ji Chong. Xiao Yan meringis. Ia mengusap kepala secara berulang. Kata-kata romantis dengan tingkat kepercayaan diri maksimal harus terbayar dengan perlakuan barbar dari calon pasangan hidupnya.

"Baiklah, setidaknya aku harus lebih berhati-hati jika tidak ingin menjadi makhluk menjijikkan dengan suara berisik di malah hari!" Xiao Yan mengulurkan tangan, memegangi belakang kepala Ji Chong, lalu menyingkirkan rambut yang menutupi bahu.

"Apakah sudah berubah warna? Masih terasa sakit?" Xiao Yan menempelkan wajah Ji Chong pada dada hingga aroma pinus memasuki indera penciuman pemuda manis itu. Pemuda itu mencoba menurunkan sweter yang terlihat kebesaran pada tubuh si penyihir kecil sembari melihat dengan teliti lukisan sakura pada bahu Ji Chong.

Xiao Yan menekan tubuh pemuda yang sedang ia peluk hingga benar-benar menempel. Ia begitu penasaran hingga memperlakukan tubuh si penyihir kecil sesuka hati. Belum merasa puas, ia menarik bahu Ji Chong hingga tubuh pemuda itu berada dalam posisi duduk. Ia merapikan rambut si penyihir kecil, menggelungnya sebesar bakpao, lalu menurunkan kerah sweter pemuda manis itu.

"Bagaimana? Sudah terlihat lebih jelas?!" Dalam hitungan detik, posisi Ji Chong sudah mennghadap ke arah Xiao Yan dan hanya berjarak satu jengkal. Pemuda manis itu tersenyum miring, menepis jarak sampai kedua ujung hidung mereka menempel. Ah, seharusnya, ada kelopak mawar yang berjatuhan dari langit-langit kamar agar mereka terlihat lebih romantis.

Namun, menjadi unik adalah ciri khas keduanya. Ketika orang lain sibuk mencari cara agar suasana kian hangat, kedua pemuda itu justru melakukan hal yang sebaliknya. Contohnya seperti sekarang. Ji Chong justru gemas hingga mengigit hidung Xiao Yan sampai ada bercak darah yang keluar. Bagaimanapun, wajah manis tidak selamanya menjadi penentu sifat seseorang. Jika Bai Li saja sampai mengeluh, Xiao Yan pasti akan sangat mengutuk pernikahan yang akan segera berlangsung.

"Dasar, bocah nakal!" Ji Chong terbahak, berlari ke arah dinding yang terhubung dengan jalan keluar, lalu membuat pola dengan jemari agar pintu segera terbuka.

"Sampai bertemu lagi, Tuan Xiao! Aku harus segera bertemu nenek!" Pemuda manis itu memelesat, membuka jendela kaca yang berukuran besar seraya melompat ke arah hamparan sakura dan juga canola. Ia berhenti pada salah satu dahan, menghadap ke arah kastil sambil melambaikan tangan ke arah Xiao Yan.

"Jangan merindukanku, oke!" Ji Chong terbahak sekali lagi dan menghilang di antara hamparan sakura dengan kelopak yang mulai beterbangan. Xiao Yan terkekeh, menggeleng beberapa kali sembari mengusap hidung yang terasa perih meskipun sebenarnya pemuda itu bisa mengobati dengan sangat cepat.

"Tidak, tidak, tidak! Luka ini akan selalu mengingatkan aku dengan pemuda nakal sepertimu, Ji Chong!"

TBC.

The Castle (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang