6 - 'Drop'

11.1K 989 90
                                    

"Alvey, lari! Ibu bilang pergi!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Alvey, lari! Ibu bilang pergi!"

Alvey kecil menggeleng dengan isakannya yang makin menjadi-jadi. Tidak mungkin ia meninggalkan ibunya bersama orang-orang jahat.

Tadinya ia berharap setelah pulang sekolah ia bisa tidur nyenyak melepas lelah dan juga rasa sesak. Namun siapa sangka ia dan ibunya malah dipertemukan dengan orang-orang jahat.

"Ibu!" Alvey kecil tak bisa apa-apa kala orang-orang jahat itu memukul ibunya. Terakhir, ia menjerit kala perut sang ibu ditusuk oleh benda tajam, dihadapannya.

Mata itu terbuka secara tiba-tiba dengan napas tersengal-sengal. Alvey langsung bangun dan sadar bahwa ia baru saja memimpikan masa lalu.

Ia menoleh ke samping dimana Jingga tengah tertidur, menemaninya. Ia mengusap air mata yang tiba-tiba saja keluar dari sudut matanya. Mungkin malam ini ia tak akan bisa melanjutkan tidurnya. Jadi yang ia lakukan sekarang hanyalah merenung memikirkan kesalahannya dulu.

Yang tak bisa apa-apa, hanya diam melihat kematian sang ibu di hadapannya. Ia merasa tidak berguna saat itu juga.

Alvey memukul-mukul pelan dadanya, mencoba menguatkan dirinya. Ia membuka laci nakas paling bawah, mengambil sebutir obat penenang dan menelannya tanpa bantuan air.

Setelah itu diambilnya sebuah benda yang selama ini selalu membantu saat ia kesulitan bernapas. Tadinya Alvey hendak memakainya setidaknya tiga semprotan untuk menghilangkan rasa sesak yang datang. Tapi sayangnya, obat dalam inhaler-nya habis.

Jingga terbangun karena pergerakan Alvey. "Al, kenapa?"

Alvey menggeleng pelan, posisinya membelakangi Jingga. "Nggak apa-apa. Cuman kebangun doang. Tidur lagi, gih."

Jingga kembali tertidur setelah memastikan jika adiknya itu memang baik-baik saja. Setelah itu, Alvey menyimpan kembali inhaler yang ia sembunyikan dari pandangan Jingga. Cukup untuk hari ini, ia harus mencoba menahan sesaknya tanpa bantuan apa pun.

★★★

"Si Fadil nggak tau apa ya kalo ceweknya cewek Abang lo juga?" tanya Budi, yang sudah tahu tentang perlakuan Vio, pacar kakaknya yang Alvey ceritakan tempo hari yang lalu.

"Kalo aja dia sekolah di sini, gue pantengin tuh, kalo dia emang cewek nygak bener. Buat bantuin lo kasih bukti ke Bang Jingga," lanjut Budi.

Alvey hanya diam saja, tak menanggapi perkataan Budi, membuat sahabatnya itu terheran-heran. "Heh, lo nggak lagi kesambet, 'kan? Diem-diem bae."

Alvey menggeleng pelan. "Enggak. Bukan kesambet, tapi kepanasan."

"Oalah pantes dari tadi diem. Kenapa? Pusing?"

"Nggak. Bukan enggak sih, tapi belum."

Para peserta didik baru memang tengah berkumpul di pinggir lapangan sedang melihat berbagai ekstrakurikuler yang tampil, di hari terakhir mpls ini.

Alvey Diansa [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang