Kata sebagian orang, dunia itu sempit. Dan kini Alvey menyetujui hal itu. Tadi malam, ia baru saja menemukan fakta bahwa orang yang selama ini berada di sekitarnya mempunyai hubungan erat dengannya.
Mahesa Alano, ternyata adalah sepupunya yang selama ini belum pernah ia temui dengan status sedekat itu, melainkan hanya sebagai teman biasa yang bahkan mungkin hampir menjadi rival. Sampai akhirnya kemarin ia resmi berteman dengannya.
Alvey melihat foto yang diberikan oleh Resa tadi malam. Tentu ia bisa melihat bagaimana rupa Om-nya, Nata. Alvey belum bisa mengklaim seratus persen bahwa Mahesa yang dimaksud Resa apakah Mahesa yang dikenalnya juga.
Untuk itu, Alvey harus segera memastikannya. Kalau memang benar, itu artinya ia harus mempertemukan Mahesa dan juga Resa, sebagai seorang ibu dan anak.
Alvey menyembunyikan fotonya ke dalam saku kala keluarganya masuk ke ruangan. Rama, Jingga, dan Tara membereskan barang bawaan dan segera ke luar kembali sedangkan Thea menghampirinya.
Alvey menerima jaket yang diberikan oleh Thea dan memakaikannya. "Kata Resa kamu sedari malem enggak tidur, kenapa? Hm?" tanya Thea dengan lembut.
Alvey menggelengkan kepalanya. "Enggak kenapa-napa, Bun," jawabnya singkat.
"Kamu enggak bohong, 'kan?"
Alvey menggelengkan kepalanya tanpa membalas tatapan Thea, sengaja karena ia tidak bisa berbohong jika balas menatap mata lawannya, atau tidak ia akan ketahuan.
Thea menghela napas kemudian mengangguk. "Yaudah, ayo kita pulang."
Alvey turun dari ranjangnya kemudian mulai berjalan meninggalkan ruangan tersebut sembari dituntun oleh Thea.
Selama perjalanan, Alvey terdiam menatap jalanan. Ia terpikirkan akan suatu rencana, ingin memastikan bahwa Mahesa memang saudaranya. Alvey menoleh ke samping kanan dan kiri, tubuhnya diapit oleh Tara dan juga Jingga.
"Kalian masih sibuk, ya, Tara, Jingga?" tanya Rama dibalas anggukan oleh keduanya. Rama menghela napas kemudian menatap sang istri sekilas, agak gundah.
"Emangnya kenapa, Yah?" tanya Tara.
"Bingung, siapa yang jagain Adek kalian di rumah nanti? Ayah sama Bunda ada urusan mendadak di kantor. Jingga pasti pulang sore, kamu mau ke kampus 'kan? Pulang malem, ya?"
Alvey terdiam. Bukankah ini kesempatan bagus untuk pergi ke rumah Mahesa? Jika Keluarganya tidak ada, ia bisa keluar sejenak.
"Aku udah sembuh, Yah. Enggak usah dijagain, Al ditinggal sendiri juga enggak apa-apa."
"Enggak, kamu enggak boleh sendiri. Nanti malah ngelamun lagi," sanggah Rama. "Telepon Budi aja deh. Minta tolong sama dia. Kelas sepuluh libur ini, 'kan?"
Tara mengangguk kemudian mengambil ponsel milik Alvey yang ia pegang beberapa hari terakhir ini, mulai menghubungi Budi.
"Halo, Bud. Boleh minta tolong?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvey Diansa [Terbit]
Teen Fiction[ Brothership, Friendship, Sicklit ] Sejujurnya, Alvey tidak pernah berkeinginan untuk mencampuri masalah orang lain. Namun, siapa sangka, dimulainya sekolah secara tatap muka juga mengetahui rahasia yang dimiliki oleh pacar kakaknya--Jingga--menjad...