Bagian 20

6.8K 768 29
                                    

Satu kata untuknya sekarang. Bosan. Raya sedari tadi hanya berdiam diri di depan televisi tanpa beranjak sedikit pun, tubuhnya terasa enggan bergerak tapi ia juga bosan jika hanya diam saja. Beginilah ketika jiwa dan raga tak sejalan, ea. Matanya melirik ke arah jam, baru pukul 1 siang, artinya Alif akan pulang 3 jam lagi. Itu masih sangat lamaaaaa.

"Ngapain ya enaknya biar gak bosen?" Gumam Raya. Tiba-tiba pikirannya terlintas seseorang, Acha. Ah, pasti asik mengajak anak itu bermain. Raya pun segera bersiap-siap dan berganti baju. Mungkin hari ini ia hanya akan memakai baju santai nya saja, rok panjang berwarna abu, hoodie putih serta kerudung pashmina berwarna serupa dengan rok.

Sempurna.

Raya memesan ojek online menggunakan ponselnya. Jika ditanya, kenapa tidak membawa motor saja? Jawabannya adalah, Alif membawa motor miliknya karena punya Alif berada di bengkel. Agak mengesalkan, tapi ya mau bagaimana lagi, masa Raya pelit dengan suaminya sendiri?

Setelah 20 menit dalam perjalanan, Raya pun sampai di kediaman orang tua Alif. Pasti Fatimah akan mengintrogasinya kenapa bisa ada di sana saat jam sekolah, Raya sudah yakin itu. Ia pun memencet bel di samping pintu rumah.

"Assalamu'alaikum."

Terdengar suara langkah kaki dari dalam. "Wa'alaikumussalam." Pintu terbuka menampilkan sosok Fatimah yang tengah menggendong Acha. "Lho .., Raya, kok bisa ada di sini? Kamu nggak sekolah?"

Raya nyengir. "Tadi di sekolah Raya gak enak badan Bunda, eh pas di rumah malah bosen, ya udah Raya main aja ke sini." Fatimah langsung menyuruh Raya masuk. "Acha kok di gendong Bunda? Udah gede juga, malu dong sama Kak Raya."

Fatimah langsung mendudukkan dirinya di sofa diikuti dengan Raya. "Biasa lah, manjanya kumat."

"Bunda masih kuat juga ya ternyata," canda Raya.

Fatimah terkekeh. "Kalau gak diturutin nangis nya gak akan berhenti Ray, biasanya kan Alif yang suka gendong dia, tapi kan sekarang Alif nya udah punya kamu." Raya tersenyum malu mendengar perkataan Fatimah.

"Ah Bunda bisa aja, lagian kalau Acha mau ke rumah juga gapapa kok Bun, sekalian Raya ada temen mainnya juga," ucap Raya. Lalu tak lama seorang pembantu membawakan mereka minuman, Raya berucap terimakasih dengan ramah.

"Nanti ganggu lagi."

"Gak ganggu kok Bun, malah Raya seneng kalau ada Acha, iya kan Cha?" Tanya Raya mencubit pipi Acha gemas, anak itu malah memalingkan wajahnya. "Ih, Acha sombong sama Kak Raya."

Acha tampak cemberut. "Bialin! Suluh siapa Kak Laya ambil Abang dali aku!"

Fatimah dan Raya tertawa. Anak itu nampak lucu sekali dengan wajah gembilnya, padahal dalam hati Raya ia juga tak punya niat untuk mengambil Alif, ya kan memang sudah menikah masa iya Alif sama Acha terus? Gak mungkin kan?

"Alif gimana Ray? Gak macem-macem kan?" Tanya Fatimah.

Raya pun menggeleng. "Nggak kok Bun, paling ya gitu suka jahil."

"Ah, emang udah tabiatnya begitu," ucap Bunda. "Kalian .., eum belum itu kan?"

Raya mengernyit tak paham akan pertanyaan Fatimah. "Belum apa Bunda?"

"Itu lho .., apa ya nyebutnya, ngasih nafkah batin sama Alif."

Kedua pipi Raya memerah seketika. Sumpah! Sepertinya jika bisa memutar waktu Raya tidak akan datang ke sini, pertanyaan Fatimah benar-benar membuatnya malu sendiri, aish. "B-belum kok Bun, lagian kan kita juga masih sekolah."

Fatimah menghela napas. "Ya gapapa sih kalau udah juga, asal jangan sampai kebablasan."

Raya tersenyum pada Fatimah, kebablasan bagaimana? Hamil gitu? Membayangkan dirinya mengandung di usia semuda ini membuatnya ngeri sendiri. Oh tidak, bagaimana bila Alif khilaf? Apalagi cowok itu kan kalau di rumah suka agak gimana gitu, sepertinya Raya harus waspada kali ini.

Ana Uhibbuka Fillah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang