Bagian 11

5.6K 663 26
                                    

"Ray! Bangun Ray!"

Raya yang tengah bergelung dengan selimut merasa terganggu akan goncangan pada tubuhnya. Ia pun membuka matanya secara perlahan, dan terpampanglah wajah biru yang terlihat cemas. "Ada apa sih? Ganggu orang tidur aja!" Gerutu Raya dengan suara seraknya, matanya kembali meredup lalu tertutup kembali.

Biru berdecak. "Raya! Urgent ini! Ortu lo kecelakaan!" Raya yang mendengar hal tersebut langsung membuka matanya dan menatap tak percaya ke arah Biru. "Tadi hp lo bunyi ada yang telpon, pas gua angkat ternyata dari pihak rumah sakit, dan--"

Belum sempat Biru menyelesaikan ucapannya, Raya langsung bangkit dan berlari ke kamar mandi untuk mencuci muka. Ia lantas keluar dengan tergesa-gesa. "Gue pinjem kerudung lo ya, kalau pakai segiempat ribet," ucap Raya lalu memakai kerudung bergo berwarna abu milik Biru.

"Gue anter ya?" Tawar Biru yang langsung turut bersiap-siap. Raya mengambil ponselnya yang berada di nakas dan menggeleng.

"Gak usah gue bisa sendiri."

Biru berdecak. "Lo jangan kerasa kepala kek di situasi begini. Gue cuma gak mau lo kenapa-napa di jalan ngeliat kelakuan lo yang buru-buru kayak gitu." Biru langsung menarik tangan Raya ketika ia selesai memakai kerudungnya. Raya hanya bisa pasrah dan mengikuti langkah Biru.

Keduanya pergi menggunakan motor milik Raya. Gadis itu hanya bisa merapalkan doa dalam hatinya agar kedua orang tuanya baik-baik saja. Entah mengapa, tiba-tiba saja terbayang bagaimana perlakuan dirinya terhadap Kinan dan Bagas belakangan ini. Suka membangkang, memasang wajah jutek, dan jarang mau menghabiskan waktu bersama. Rasa penyesalan menyergap hatinya, air mata Raya luruh begitu saja. Ia hanya takut, ia takut jika Allah mengambil mereka di saat kondisinya yang belum siap. Walau sebenarnya Raya tidak akan pernah siap akan hal itu.

Keduanya sampai di rumah sakit. Raya langsung berlari membuat banyak pasang mata mengarah kepadanya karena gadis itu menangis sampai terisak. Hingga sampailah ia di depan pintu UGD di mana orang tuanya tengah berjuang di dalam sana. Tubuhnya luruh. Ia menekuk kedua lututnya dan menaruh wajahnya di dalam sana seraya menangis.

Biru menghampiri Raya dan memeluknya. "Yang sabar ya Ray, orang tua lo pasti baik-baik aja di sana."

Raya semakin terisak. "Gue takut Bir, gue takut nggak bisa liat mereka lagi."

Biru semakin mengeratkan pelukannya. Ia turut merasakan hal sedih itu walau tak pernah dalam posisi Raya. "Berdo'a sama Allah biar orang tua lo selamat."

Tak lama seorang dokter keluar, Raya langsung bangkit dari posisinya. "Dok gimana kondisi orang tua saya?" Tanya Raya cepat.

"Pasien meminta Anda untuk masuk ke dalam." Bukannya menjawab pertanyaan Raya, dokter tersebut malah mengatakan hal yang langsung membuat Raya berlari ke dalam.

Di sana ia melihat Kinan dengan banyak luka di tubuhnya. Raya terisak hebat. "Mah.."

Kinan tersenyum. "Sini."

Raya menghampiri Kinan tanpa bisa menghentikan laju air matanya. Sementara Bagas, pria paruh baya tersebut tidak membuka matanya sampai kini. "Mamah jangan tinggalin Raya," lirih Raya menatap Kinan yang terus tersenyum.

Dengan tangan gemetar Kinan mengelus kepala Raya. "Raya .., kalau suatu hari Mamah sama Papah udah nggak ada, kamu jangan nangis ya? Mamah nggak mau kamu sedih, kamu harus selalu bahagia sayang."

Raya menggeleng. "Nggak! Kebahagiaan Raya cuma sama Mamah Papah! Kalian jangan tinggalin Raya!"

Kinan memejamkan keduanya matanya, nafas wanita tersebut tampak tersendat. "Mamah cuma mau minta satu permintaan buat kamu."

Ana Uhibbuka Fillah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang