Hari Jum'at. Waktu di mana Azzam dan Fatimah berangkat ke tanah suci untuk melaksanakan umroh, Acha tidak ikut karena benci naik pesawat. Anak itu beralasan kupingnya akan terasa sakit jika naik pesawat, apalagi penerbangannya memakai waktu sampai belasan jam. Maka dari itu, anak kecil tersebut dititipkan kepada Raya dan Alif. Walau sebelumnya sempat ditentang oleh Fatimah. Tapi Azzam berkata, "udah gapapa, kapan lagi kita ada waktu berdua?"
Memang pasangan yang langka. Sudah berumur kepala empat tapi masih sangat romantis, Raya selalu merasa hangat jika melihat mertuanya.
Raya yang sudah rapih dengan gamisnya berdecak kesal karena Alif malah tertidur. Ia naik ke kasur dan menggoyangkan lengan Alif. "Alif bangun dong .., lo gak mau ikut ke bandara?"
Tak ada jawaban. Raya yakin laki-laki itu tidak sepenuhnya tidur, yaiyalah mana ada orang tidur bola matanya bergerak-gerak seperti cacing kepanasan.
"Gue tahu ya lo gak tidur, bangun gak?"
Alif menghela napas malas, matanya terbuka perlahan. "Kenapa?"
"Ayo siap-siap, Bunda sama Ayah kan berangkat hari ini."
"Gue gak ikut."
Raya mengernyit. "Kok gitu?"
"Gue masih gak bisa ketemu mereka Raya." Alif kembali memejamkan kedua matanya.
Raya menghela napas, walaupun sudah dinasehati tapi Alif tetap keras kepala, katanya ia masih membutuhkan waktu untuk bertemu Azzam dan Fatimah. Menurut Raya ini kekanakan, bagaimanapun juga harusnya Alif tidak terlalu diperbesarkan masalah seperti ini, lagi-lagi ia merasa kesal dengan sikap Alif.
"Udah seminggu, dan lo masih aja kecewa? Come on, mereka mau umroh, gak adil rasanya kalau lo gak ikut anter mereka ke bandara."
"Adil apanya sih? Dikira ini sidang. Gue dateng atau nggak juga mereka tetep harus berangkat."
"Lo masih aja kekanakan, katanya mau belajar buat nerima kenyataan? Mana? Gak ada tuh gue liat usaha lo." Raya menatapnya sinis.
"Lo gak ngerti." Alif terdiam sejenak dengan kedua mata yang sudah terbuka. "Bertahun-tahun dibohongi, apa gue bisa harus baik-baik aja? Nggak! Apalagi ini bukan masalah sepele. Gue rasa gue gak kekanak-kanakan."
"Kalau gak kekanakan ikut makanya anter Bunda sama Ayah!" Ketus Raya.
Alif menghela napas gusar lalu bangun dari tidurnya. "Iya iya, gue ikut! Puas lo?"
Raya tersenyum lebar seraya bertepuk tangan seperti anak kecil, dicubitnya kedua pipi Alif. "Gitu dong! Ayo buruan siap-siap, gue tunggu di meja makan, sarapan dulu."
Alif yang merasa gemas menciumi wajah Raya. "Harum banget sih! Mau ke luar juga," ucapnya tak suka seraya menjauhkan wajahnya.
Raya yang merasa malu sekaligus kaget hanya bisa berdecak. "Daripada bau! Udah sana ganti baju, gue keluar dulu."
Raya buru-buru keluar lantaran salting, sementara Alif hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Raya.
"Gemasnya istriku."
*****
Raya sudah berkumpul di bandara dengan beberapa sanak saudara Fatimah dan Azzam. Ada Bagas dan Kinan juga di sana, ya maklum besan, mana mungkin tidak ikut. Jam penerbangan Azzam dan Fatimah sebentar lagi, tapi mereka masih menunggu seseorang entah siapa itu.
Sementara Raya terlihat anteng memangku Acha seraya memberi anak itu cemilan.
"Ih belantakan muka Acha," keluhnya saay bercermin pada ponsel Raya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ana Uhibbuka Fillah [END]
Diversos"Jadi perempuan itu harus bisa jaga sikap dan prilaku." "Bodoamat." "Ray..." "Apa sih?!" "Lo itu tanggung jawab gue sekarang." "Ya, terus gue peduli?" "Udah tugas gue buat bimbing lo. Lo istri gue, dan gue suami lo. Dosa lo gue yang tanggung. Gue cu...