Raya POV
"Ray?" Sebuah suara dan lambaian tangan membuyarkan lamunanku. Akupun tergagap dan langsung tersenyum kaku di hadapan Reynald. Bisa-bisanya aku galfok begini gegara sosok Alif. Ck. "Liatin apa sih?" Reynald berbalik menatap satu titik yang tadi kulihat.
Aku menggeleng. "Bukan apa-apa kok Rey. Eum .., gue duluan ke kelas ya? Bentar lagi bel masuk," ucapku pamit kepada Reynald dengan sedikit salah tingkah mungkin? Entahlah. Rasanya canggung saja.
Reynald pun mengangguk. Aku melenggang pergi, kukira iapun akan kembali ke kelas, nyatanya tidak. Sepertinya tengah ada tugas dadakan. Saat hendak memakai sepatu Reynald menghampiriku.
"Gue lupa. Pulang sekolah kita main yuk Ray? Udah lama lho gak hang out bareng." Aku terdiam sebentar. Ajakan Reynald sangat membuatku tergiur, tapi di satu sisi aku juga memikirkan Alif yang mengajakku untuk mengobrol sepulang sekolah nanti, Bagaimana ini? Namun aku sudah lama tidak bermain bersama Reynald. Ah, sepertinya tidak usah menemui Alif, untuk apa, tidak penting juga bikin badmood saja.
Aku pun mengangguk pertanda menyetujui ajakan Reynald. Dengan senyum manis dan lesung di kedua pipinya Reynald kembali masuk ke dalam perpustakaan. Ah, cowok itu. Benar-benar membuatku terpukau. Walau hanya tersenyum tetap saja membuat diri ini salah tingkah.
"Waras Ray waras."
*****
"Ih Raya mah kan gue udah bilang mukenanya jangan dipinjemin ke orang lain dulu!!" Aku hanya menghela napas malas melihat Biru mengomel. Memang salahku sih, Biru itu sudah mem-booking mukenaku saat tadi, katanya ia tak membawa dan mukena di sekolah ini juga sudah habis dipakai siswi lain, tapi saat ada yang meminjam tadi aku malah lupa dan memberikannya.
"Ya maaf, gue lupa Bir. Gue tunggu deh, bentar lagi juga yang minjem selesai shalatnya," jawabku sekenanya. Di sini juga Biru salah, siapa suruh dia malah mengobrol dengan orang lain, bukannya menunggu di dekatku, hadeuh ribet.
Biru mencebikkan bibirnya kesal. "Ah elu Ray! Bener ya tungguin?! Awas aja!" Ucapnya lalu melenggang pergi menemui orang yang meminjam mukenaku, kebetulan ia baru saja selesai. Enak bener ya si Anna dengan Salma, bisa puas makan di kantin karena lagi halangan. Aku kan juga laper, mana istirahat pertama dipakai ke perpustakaan lagi yaelah.
Saat tengah sibuk dengan pikiranku, tiba-tiba mataku tertuju pada sosok Alif yang tengah membawa setumpuk buku bersama seorang cewek di sebelahnya. Tampaknya ia senang-senang saja, tak ada wajah dingin ataupun cuek, malah bisa tertawa bebas. Tapi kenapa kalau liat aku kayak .., malas?
Bahkan saat melewatiku pun ia seolah-olah seperti tak pernah kenal denganku. Aish, manusia satu ini kenapa sih? Aneh sekali sikapnya, gimana kalau udah jadi suami coba? Eh amit-amit, jangan sampe deh beneran nikah. Ya Allah bantulan Raya, lindungi Raya, huhu.
"Woi!"
Aku terkejut ketika Biru menepuk bahuku begitu saja. Anak ini, cepat sekali shalatnya, apa aku yang kebanyakan melamun? Ah tahulah.
"Bengong mulu lu, mikirin apa sih?" Tanya Biru seraya memakai kedua sepatunya. Aku hanya mendengus malas dan mengedikkan kedua bahu. Entahlah, rasanya malas saja untuk berbicara.
"Yaudah yuk, ke kantin," ucap Biru yang langsung membuatku berdiri dan mulai pergi meninggalkan area masjid menuju kantin.
Saat sampai di tempat tujuan, aku melihat sosok Anna dan Salma yang melambaikan tangannya membuat beberapa orang di kantin menoleh, aduh teman siapa sih mereka? Malu aku tuh. Tapi boong, haha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ana Uhibbuka Fillah [END]
Acak"Jadi perempuan itu harus bisa jaga sikap dan prilaku." "Bodoamat." "Ray..." "Apa sih?!" "Lo itu tanggung jawab gue sekarang." "Ya, terus gue peduli?" "Udah tugas gue buat bimbing lo. Lo istri gue, dan gue suami lo. Dosa lo gue yang tanggung. Gue cu...