Raya terus mondar-mandir di dalam kamarnya. Ia menggigit jarinya gugup, sudah satu jam pergi dan Alif belum kembali sampai sekarang! Ke mana ia membeli martabak dan jus yang Raya mau? Bukannya di persimpangan saja ada? Tak mungkin kan ia ke sana memakan waktu sampai satu jam begini? Mana Raya takut, temannya sudah pada tidur membuat ia semakin gabut. Ingin menonton drakor tapi laptop nya ada di ruang tamu. Masa pakai laptop Alif? Bukannya nonton drama malah ceramah yang ada.
Oke, tenang Raya. Jangan takut, Alif pasti pulang sebentar lagi, Raya terus berpikir positif. Kepalanya kembali terasa pusing, ia pun memutuskan untuk duduk sejenak lalu mengambil ponsel, dan membuka aplikasi Al-Qur'an nya. Semoga saja hal ini bisa mengurangi rasa takut yang melanda dirinya.
Tak lama kemudian suara klakson motor terdengar dari arah luar. Raya langsung menyelesaikan acara mengajinya dan berlari membuka pintu. Ia bernapas lega saat melihat Alif yang berjalan ke arahnya. Cowok itu bukannya mengucap salam tapi malah langsung mendorong tubuh Raya masuk dan mengunci pintu.
Raya menggerutu. "Apaan sih, dorong-dorong segala?!"
"Mau emang auratnya diliat orang?" Tanya Alif dan langsung berlalu dari hadapannya.
Raya memegang kepala nya yang ternyata tak tertutupi hijab, ia meringis malu. Mengapa juga ia sampai tak sadar jika rambutnya tak tertutup? Aish! Dasar. Raya pun langsung menyusul Alif yang berada di dapur.
Raya mengernyit melihat sate yang begitu banyak. "Lho .., gue kan gak pesen sate," ujar Raya bingung.
"Buat gue. Punya lo di meja tuh," ucap Alif seraya menunjuk kantong kresek di meja. Raya menatap nya dengan binar senang, ia membukanya dengan tak sabar. Hmmm .., harum. Aroma martabak telur memang tak ada tandingannya.
"Syukron ustadz Alif!!" Ucap Raya kegirangan. Alif berdehem, lalu duduk di kursi meja makan. Raya pun turut duduk di depannya. Mereka makan dalam diam tanpa suara. Raya menatap Alif yang terlihat nikmat menikmati sate nya, ia tiba-tiba ingin merasakan bagaimana sate itu, sepertinya enak. Lagi-lagi Raya mesti meneguk ludahnya saat melihat Alif menggigit daging dari sate tersebut, eughh! Raya tak tahan, ia harus memintanya.
"Alif ..."
Alif mendongak menatap Raya seraya menaikkan sebelah alisnya.
"Mau sate nya dong," pinta Raya seraya memasang wajah imutnya.
"Gak."
"Kok pelit sih?!" Sungut Raya kesal. Padahal ia sudah berusaha semanis mungkin pada Alif, tapi cowok itu .., benar-benar menyebalkan!
"Tadi kan mintanya beli martabak telur, ya udah makan aja itu. Nanti makan sate gue malah kenyang lagi, terus martabak lo gak ke makan. Mubadzir," jelas Alif lalu melanjutkan acara makannya.
Raya menggeleng keras. "Gue bakal habisin kok! Janji! Mau ya satenya? Ya? Ya?"
Alif diam. Ia mulai menatap Raya lekat, membuat sang empu gugup seketika. Pasalnya cowok itu menatap Raya benar-benar aneh, dan ia merasa terintimidasi oleh tatapannya. Ada apa dengan Alif?
"Ngidam ya lo?"
Kedua mata Raya membulat. "Gak usah ngada-ngada deh, gue cuma pengen sate lo doang, bukan ngidam!" Kesal Raya dengan wajahnya yang memberengut kesal.
Alif terkekeh. Ia pun mendorong piring nya ke arah Raya. "Habisin."
Raya menatap Alif. "Serius?!"
Alif mengangguk. Raya pun memakannya dengan semangat, ah ternyata hasil menunggunya membuahkan hasil juga. Eh, tapi tunggu! Ia belum tahu mengapa Alif begitu lama di luar tadi, Raya harus bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ana Uhibbuka Fillah [END]
Random"Jadi perempuan itu harus bisa jaga sikap dan prilaku." "Bodoamat." "Ray..." "Apa sih?!" "Lo itu tanggung jawab gue sekarang." "Ya, terus gue peduli?" "Udah tugas gue buat bimbing lo. Lo istri gue, dan gue suami lo. Dosa lo gue yang tanggung. Gue cu...